Garis Waktu, Teman Para Penikmat Masa Lalu

 


Identitas buku

 Judul buku     : Garis waktu

 Penulis            : Fiersa Besari

 Penerbit          : Mediakita

 Tahun terbit    : 2016

 ISBN              : 9789797945251

 Halaman         : 211

 

Sinopsis buku

Pada sebuah garis waktu yang merangkak maju,

akan ada saatnya kau bertemu dengan satu orang yang mengubah hidupmu untuk selamanya.

Pada sebuah garis waktu yang merangkak maju,

akan ada saatnya kau terluka dan kehilangan pegangan.

Pada sebuah garis waktu yang merangkak maju,

akan ada saatnya kau ingin melompat mundur pada titik-titik kenangan tertantu.

Maka, ikhlaskan saja kalau begitu.

Karena sesungguhnya, yang lebih menyakitkan dari melepaskan sesuatu adalah berpegangan pada sesuatu yang menyakitimu secara perlahan.

 

Resensi Buku

Kalian tentunya kenal dengan Fiersa Besari, ia bukan hanya seorang penyanyi saja, tapi juga  pencipta lagu yang sangat digemari remaja jaman sekarang, ditambah ia senang menulis dan menghasilkan karya-karya hebat. Sudah ada beberapa buku yang diterbitkan, salah satunya adalah buku berjudul “Garis waktu”. Buku ini sangat cocok untuk para pembaca yang sedang merasakan jatuh hati, gelisah karena dia, atau bahkan kalian yang sedang berpatah hati.

Bung Fiersa sangat dikenal dengan tulisan-tulisannya yang diunggah dalam akun sosial medianya yang sangat mewakili perasaan para pembaca di zaman sekarang yang cenderung mem-bucin.

Dalam buku Garis waktu ini menceritakan peristiwa tentang Bung Fiersa dengan ‘dia’ dari mulai masa perkenalan,,kasmaran,,patah hati, hingga pengikhlasan. Buku ini juga dimuat dari tulisan-tulisan Bung Fiersa yang diunggah di sosmed yang akhirnya dijadikan kedalam naskah buku Garis waktu ini.

“Jatuh hati tidak bisa memilih. Tuhan yang memilihkan. Kita hanyalah korban. Kecewa adalah konsekuensinya, bahagia adalah bonusnya”

Makhluk pecicilan itu bernama hati. Sering sekali kita mempunyai hati yang banyak tingkah bukan? Dan seringkali juga hati dan pikiran kita sangat kontra. Hati menginginkan bergerak untuk mengejarnya namun pikiran lebih sering berpikir untuk apa mengejar yang tidak pasti jika nanti berujung hanya patah hati lagi dan lagi.

Bukan hanya tentang perasaan cinta saja, namun ada juga bagian yang di dalamnya tersirat pesan untuk menjadi diri sendiri

Tidak perlu takut. Tunjukan saja warna-warnimu yang sesungguhnya. Bahkan lukisan terbaik sedunia pun mempunyai pembenci dan pengkritik”

Kadang dari kita teralalu takut untuk dihina, takut untuk menjadi beda. Pada akhirnya kita hanya bisa mengikuti mereka yang ada tanpa menjadi diri kita sendiri.

Padahal menjadi beda itu tidak ada salahnya, kamu bisa menemukan sesuatu yang lebih dari orang-orang yang hanya pandai ikut-ikutan saja.

Katika orang lain melakukan sesuatu yang mereka sukai dan kamu melakukan sesuatu yang kamu sukai, mereka terikat dengan rutinitas dan kamu memilih kebebasan, orang lain tak perlu mengerti. Tak perlu menyeragamkan diri dengan mereka, jadi diri sendiri saja.

Hanya karena pendapatmu berbeda, bukan berarti pendapatmu salah.

Bung Fiersa amat lihai mengaduk-aduk perasaan pembaca lewat kalimat-kalimat yang diuntainya. Seolah ia begitu mengerti dan memahami pembaca. Kalimat-kalimat yang ditulisnya terasa hidup dan sangat mewakili seseorang yang, baik sedang jatuh cinta, galau, patah hati, tersakiti karena dikhianati, maupun mampu bangkit dari hal-hal pahit yang menimpanya.

Nah, untuk kita yang sedang ingin berwisata dengan masa lalu Garis waktu ini sangat cocok buat kalian, maka bagi yang masih terjebak dalam masa lalu kalian harus baca ini, karena kita akan menemukan kutipan-kutipan yang mungkin saja sama dengan apa yang sedang dirasakan dan itu akan membuat kita menjadi semangat dan bisa bangkit dari masa lalu kalian.

Kelebihan buku

Cover buku ini cukup menarik, covernya sangat elegan. Kumpulan cerita ini tidak terlalu banyak basa-sasi. Bagi anak zaman sekarang yang suka  mem-bucin atau bahkan sering merasakan patah hati, buku ini sangat rekomended untuk dibaca. Di setiap halamannya terdapat kata-kata manis yang bisa membuat kita bangkit dan menjadikan itu sebagai realita yang harus dinikmati.

Kelemahan buku

Tidak jarang terdapat beberapa bahasa yang sulit dipahami, karena menggunakan majas-majas tertentu, dan juga pembahasan yang tidak semua tentang kisah asmaranya. Buku ini berbeda dari yang lainnya, karena tidak ada dialog dalam buku ini semuanya berbentuk narasi, alurnya hanya maju, walaupun demikian tidak terlalu membuat kita merasa bosan ketika membacanya.

Kehilangan

 


“Aku pulang, Kang. Lihatlah adikmu ini. Aku pulang, tapi sayangnya kau tak di depan pintu seperti biasa. Tak menyapa kepulanganku seperti dulu.Kau terbaring kaku di atas dipan, berselimutkan jarik batik, di kerumuni banyak orang yang sedang berkomat-kamit membaca doa, dzikir dan ayat Al-Qur’an.

 

Pagi ini aku pergi ke taman kota, bukan untuk menikmati pagi yang cerah di taman ini, tapi aku sedang menunggu seseorang, yaitu sahabat kecilku dari Jakarta yang ingin berlibur ke Semarang. Ia datang bukan tanpa alasan, katanya ia ingin mendengar 1.000 kalimat keluar dari mulutku tentang sebuah cerita 1 bulan yang lalu.

“Riry... Lama nggak ketemu.. Huaaa. Kangennnn.Kamu apa kabar..?”

Sebuah teriakan yang mengagetkanku di tengah lamunanku.

“Hai... Tia… Akhirnya sampai juga. Kabarku baik. Gimana perjalanan mu? jawabku sambil mempersilahkannya untuk duduk di sampingku.

Suasana di stasiun terlihat sangat ramai karena banyak penumpang turun dari kereta.

Perjalananku menyenangkan. Jakarta-Semarang, lumayan lah...” Tia menjawab sembari mengikuti instruksiku untuk duduk. “Gimana? Aku pengen denger ceritamu kenapa akhir-akhir ini kamu tak terlihat semangat dulu seperti dulu,” imbuhnya.

“Sekarang? Nggak nanti pas di kos aja ?” Kagetku

“Sekarang aja, Ry, dari tadi di kereta aku dah pengen denger ocehanmu...” ocehnya,

“Oke… Aku akan mulai cerita. Dengarkan aku dan jangan potong ceritaku, karena aku juga tau kamu sudah se-kepo itu dengan cerita ku yang 1 ini “

“Oke-oke… Siap Boss, Riry. Tia terlihat sangat antusias.

☆☆☆

Kau pasti sudah tau, aku anak perempuan satu-satunya di keluargaku. Anak perempuan terakhir dengan 5 saudara laki-laki. Kau juga sudah tau bahwa aku hanya dekat dengan 1 kakak laki-lakiku, Kang Udin yang sudah biasa kusebut Kang Din. Dia adalah laki- laki terkuat yang pernah aku kenal di bumi ini. Dia tidak sempurna fisiknya. Dia lumpuh dengan tangan dan kakinya kaku tak bisa di gerakkan saat umurnya menginjak 16 tahun, saat ia kelas 1 SMA.

Bisa kau bayangkan sendiri bagaimana mentalnya terpuruk waktu itu. Laki,-laki cerdas yang begitu semangat menggapai mimpi menjadi pemain sepak bola, tiba-tiba harus selalu terbaring kaku di atas kasur. Tapi dia tidak lemah atau cengeng dengan hidup. Dia menyembunyikan kesedihannya, dan terus berusaha memberi manfaat pada orang-orang di sekitarnya. Dia dengan sangat sadar tau bahwa manusia terbaik adalah yang bermanfaat untuk sekitarnya. Bahkan sampai sekarang aku masih tidak menyangka, bagaimana bisa dia sekuat itu dalam menjalani hidup? Hidup di tengah keterbatasan, tapi selalu semangat menatap kehidupan. Bahkan aku yang diberi fisik sempurna pun masih sering mengeluh pada Tuhan tentang kehidupan.

Dia adalah icon kekuatan dalam keluargaku, tapi sayang, aku baru menyadarinya setelah ia tiada. Tak pernah kusangka dia akan pergi secepat ini. Laki-laki yang sejak aku bayi selalu serumah denganku, selalu membantuku belajar, bahkan tanpanya aku tak akan pernah bisa kuliah seperti sekarang ini, dan yang paling aku sesalkan dalam hidup, adalah aku tak pernah mensyukuri keberadaannya semasa dia masih ada. Aku manusia bodoh yang hanya fokus pada kekurangan dan keterbatasannya. Hingga tak pernah sadar bahwa dia lah support sistem terbaik yang selalu ada di setiap langkahku. Selalu tau hal sekecil apapun tentang diriku, yang memikirkan masa depanku melebihi bapak dan ibuku sendiri. Dia laki-laki misterius, yang aku sendiri sulit menebak isi kepalanya. Dia sudah pergi Ti.. Dia telah bersama Tuhan. Dia meninggalkanku sendirian meniti kehidupan yang ternyata tak pernah bersahabat ini. Dia… Sosok guru, sahabat, dan partner terbaik dalam hidupku.

Kau tau Ti sejauh apa aku dulu menyepelekannya.Aku menyayanginya, Karena aku dengan sadar tau bahwa dialah satu-satunya kakak terbaik yang pernah kumiliki. Tapi semenjak aku merantau di Semarang untuk kuliah, aku jarang membalas pesannya, menyepelekan pesan-pesan yang dia kirimkan untukku. Bukan kah aku jahat, Ti ?

Dia setulus itu padaku, tapi aku sejahat ini padanya...

Oke... Kau pasti bertanya,-tanya kenapa dia tiba-tiba pergi?

Dia di ambil Tuhannya. Bahkan Tuhan lebih menyayanginya.Tapi itu mendadak sekali.Ketika terakhir kali aku pulang, dia sehat. Tak pernah terbayangkan dalam benakku dia memiliki penyakit ginjal stadium 3. Ketika dia sakit, kukira dia hanya sakit biasa. Tak ada yang mengabariku bahwa penyakitnya seserius itu. Hingga ketika aku pulang kembali, dia sudah terbaring kaku tak bernyawa di atas dipan dikelilingi orang-orang yang mendoakannya. Bagaimana aku bisa menerima itu? Ketika pertama kali aku masuk rumah, disambut bapak yang memelukku sambil berkata “Sing sabar ya nduk. Ikhlaske kang”. Bahkan di titik itu aku masih berusaha tegar. Hingga aku duduk di hadapannya, membaca doa untuk kelancaran arwahnya, air mata itu menetes. Aku gagal untuk pura-pura baik-baik saja atas kepergiannya. Tak sanggup menerima bahwa yang selalu memberikan hal terbaik dalam hidupku akan secepat itu pergi, sebelum aku sendiri sempat mengucapkan maaf dan terima kasih untuk semuanya. Bahkan sampai sekarang pun, aku masih memiliki impian itu. Impian yang aku sendiri tau bahwa itu mustahil untuk terwujud.

Kau tau apa impian itu,Ti? Aku ingin kembali bertemu kang Din dalam keadaan dia masih bernafas dan bernyawa. Aku ingin memeluknya, mengucap ribuan kata terima kasih dan jutaan kata maaf padanya. Aku ingin bercerita banyak hal padanya. Cerita yang sejak kuliah aku tak punya waktu untuk menceritakan nya. Aku ingin menceritakan padanya tentang bagaimana aku kuliah, ada apa saja di kuliah, dan apapun itu. Aku ingin ada sosoknya kembali di hidup ku, tapi dia mungkin lebih tenang di alamnya.

“Sudah Ry… Biarkan kang Din tenang di sana... Doakan saja untuk segala kebaikan nya,” Tegas Tia seraya memelukku.

“Dan yang membuat semua terasa lebih menyakitkan adalah ketika kehilangannya adalah kehilangan orang terdekat pertama yang kualami. Dia cahaya untukku. Seberapa pun aku berusaha tegar, air mata ini tak pernah henti menetes untuk segala kebaikan akan sosok nya, lanjutku.

Oke-oke… Kita lanjut di kos mu ya… Tempat ini rame, malu dilihat banyak orang, yuk, ajaknya

“Kan udah ku bilang seharusnya ceritanya nanti aja di kos,” sungutku

Akhirnya kami pergi dari stasiun menuju tempat di mana aku tinggal di perantauan sembari terus menyesali kenyataan yang ternyata tak seindah yang kubayangkan.

Jeritan Sang Pendosa

 


Ya Allah...

Aku adalah hambamu yang hina...

Penuh nista, dosa, dan kemunafikan...

Berat rasanya ya Allah, kurindu bermesraan denganmu, berada dalam dekapan Rahmat dan hidayahmu...

 

Kau pernah memberiku pencerahan yang sangat luar biasa...

Pencerahan yang memanusiakan aku yang binatang ini...

Kau beriku kenikmatan tauhid serta ilmu barokah...

Yang mencerahkan akal serta hatiku...

 

Ya Allah.... Betapa nikmatnya hidayah itu...

Betapa nikmatnya buah tauhid dan ilmu pengetahuan...

Kau terangiku yang gelap dengan pengertian akan engkau dan dunia...

Hanya dengan engkau yang satu dan barokah ilmu...

Aku merasa hidup...

 

Ya Allah, kurindu...

Mekangkah di jalan ilmu, semata-mata untuk mencapai ridhomu...

Maka kuberdoa...

Tambahkanlah ilmuku... Berkahilah ilmuku...

Agar ia mampu menjadi pencerah...

Bagi daku yang hina, dan dunia yang gelap...

 

Ooo Allah the one...

Ku telah memerosokkan diriku ke lubang yang gelap...

Maaf ya Allah, maaf...

Maaf jikalau aku menyia-nyiakan barokah yang kau beri...

Maaf jikalau aku mengotori qolbu ku sendiri...

Maaf jikalau aku merusak amanah fisikku sendiri...

 

Janganlah kau cabut barokah itu, Ya Allah...

Hamba bersyukur kepadamu, telah menutup segala hina dan borokku...

Maka Ya Ilahi, ridhoilah aku... Bantulah aku... Berjalan menujumu...

Dengan segenap kesadaran akal dan qolbuku, semata untuk mengenalmu, dan membuat dunia mengenalmu....

 

Jika ada satu hal yang akan menghidupiku...

Niscaya pastilah ia ridhomu Ya Allah...

Jika hanya ada satu hal yang akan kau beri kepadaku di dunia ini...

Jadikanlah itu berupa ilmu yang bermanfaat Ya Allah...

 

Allah, Allah, Allah...

Lafdzun jalalah, sifat Yang mulia, Sang Maha Qodim...

Ridhomu dalam langkahku...

Ilmu yang bermanfaat darimu...

Itulah yang menghidupiku...

Maka ku rela meninggalkan kehinaan...

Guna mencapai kemuliaan...

Kutinggalkan prahara tidak bermanfaat...

Kubuang memori-memori dosaku...

Kuganti tidur malamku dengan uzlah kehadirotmu...

Kulepas jubah kesombonganku...

Semata-mata untuk ridhomu dan ilmu bermanfaat darimu...