Oase Keimanan dari Pulau Dewata

 


Bulan Ramadhan adalah bulan suci yang disambut suka cita oleh banyak orang karena beragam alasan. Ada yang menyambutnya karena mengetahui akan segera membeli baju baru “baju lebaran”, ada yang  menyambutnya karena banyaknya diskon bertajuk lebaran, dan banyak juga yang menyambut dengan suka cita sebab banyaknya keutamaan dalam bulan ini.

Di Ramadhan kali ini ada yang berbeda bagi saya, sebab ini merupakan kali pertama saya berpuasa di daerah yang keberadaan muslimnya sebagai minoritas. Dari sana saya sadar bahwa menjadi seorang muslim di Pulau Jawa sungguh menjadi privilase yang tidak terbantahkan. Pasalnya, banyak kegiatan keagamaan (read: agama Islam) yang difasilitasi oleh Negara dan dianggap maklum oleh sebagian kalangan. Pendirian masjid misalnya yang bisa dilaksanakan dengan sebebas-bebasnya. Hal ini sangat bertolak belakang dengan sulitnya pendirian rumah ibadah lainnya.

Sulit sekali menemukan tradisi yang biasa dilakukan masyarakat Pulau Jawa di sini. Mulai dari membangunkan sahur keliling, perang sarung seusai tarawih, sampai perang petasan yang akan usai ketika sudah disantronin alias dijemput oleh orang tuanya yang tak jarang harus memakai persenjataan agar si anak pulang. Hal hal tersebut hanya dapat dijumpai di beberapa kampung Islam sebagai basis Islam yang tersebar di berbagai tempat di pulau ini.

Belum lagi, terkadang kita tidak dapat mendengar suara azan yang disebabkan oleh jauhnya jarak masjid dan sedikitnya masjid yang ada. Bukannya mendengar suara azan yang lantang seperti di Jawa, kita justru disuguhkan dengan pembacaan Trisandya di 3 waktunya. Trisandya merupakan Matram dalam agama Hindu yang dilaksanakan untuk persembahyangan 3 kali sehari yang biasanya dapat kita dengar di pukul 6 pagi, 12 siang, dan 6 petang. Singkatnya, Trisandya adalah sejenis azan versi Hindu.

Jangan anda bayangkan bahwa dapat menemukan tempat solat dengan mudah di Bali. Yang biasanya ketika di Jawa kita dapat menemukan masjid atau tempat shalat di sepanjang mata melihat. Di sini tidak semudah itu kawan. Di pom bensin? gak ada. Di tempat wisata? Jangan harap. Paling-paling anda bisa shalat di bale bale tempat wisata. Shalat di bale masih amanlah. Tapi bayangkan, shalat di bale yang terbuka dengan keberadaan anjing liar yang berlalu lalang. Cukup mengkhawatirkan memang.  

Tinggal di Bali pada Ramadhan kali ini membuat saya sadar bahwa banyak hal yang harus saya syukuri karena menjadi seorang muslim di Jawa banyak kemudahan yang saya dapatkan. Boleh dibilang penyebaran Islam di pulau Jawa sungguhlah massif. Namun demikian, banyak sekali yang sulit menerapkan nilai keislaman dan senantiasa menjadikan Islam sebagai agama yang ekslusif.

Perintah menutup warung sampai waktu yang ditentukan ketika bulan puasa dengan dalih untuk menghargai orang yang berpuasa bagi saya cukup ganjil, dan keganjilan tersebut makin mantap ketika saya tinggal di Bali. Dengan suhu yang lebih panas dari Jawa, terkhusus jawa bagian barat serta bagian yang jauh dari pesisir, masyarakat Bali bisa dengan tenang menjalankan ibadah puasanya. Terbukanya warung makan saat siang hari tidak sedikitpun mengusik mereka, justru saya yang sempat tergoda.

Mbok ya, itu yang senang sekali melarang ini itu kepada selain muslim diajak studi banding kepada muslim di Bali. Mintalah tips and trick bagaimana mempertahankan keimanan di tengah gejolak babi guling yang sangat menggoda serta bertubitubi godaan yang mereka anggap biasa tersebut.  Bisa dilihat nantinya, selama ini alasan mereka melarang ini itu apakah benar karena umat atau memang sekadar kekhawatiran mereka terhadap goyahnya mereka akibat lemahnya keimanan mereka. 

Belajar dari kejadian tersebut, seharusnya kita lebih mempertebal keimanan kita alih alih menyuruh orang untuk ikut kita berpuasa. Ternyata kita selama ini kita terlalu terlena dan egois seakan akan Negara kita adalah milik Islam. Apa itu moderasi beragama jika hanya teori semata?  

Mari kita acungkan jempol dan beri tepuk tangan kepada para muslim di Bali yang tidak mengemis untuk disediakan mushola di setiap tempat umum tetapi tetap menjalankan ibadah sebagaimana mestinya. Kita ucapkan juga selamat atas keteguhan muslim di Bali yang tetap lancar menjalankan ibadah puasa tanpa meminta untuk menutup warung yang ada. Selamat, kalian hebat.    

Perpustakaan Angkawijaya Losari Adakan Nobar dan Diskusi Film "Menolak Diam"



Guna mendorong gerakan literasi di lingkup kecamatan Losari, Perpustakaan Angkawijaya mengadakan acara nonton bareng dan diskusi film “Menolak Diam!” pada Sabtu (23/4) di Angkringan Pesarean.

Film ini menceritakan tentang sekelompok siswa Sekolah Menengah Atas yang mencoba untuk mengusut tuntas kasus korupsi yang ada di sekolahnya. Beberapa siswa yang mencoba membongkar skandal birokrasi sekolahnya itu mengumpulkan berbagai bukti hingga tibalah saatnya mereka membongkarnya di depan seluruh siswa. Pada akhirnya mereka berhasil menggerakkan seluruh siswa untuk meminta transparansi dana, melawan koruptor di sekolahnya.

Obie selaku moderator menuturkan bahwa acara ini sudah terlaksana ketiga kalinya.

“Perpustakaan Angkawijaya punya beberapa program kerja yang tidak hanya menyajikan buku saja, tapi bagaimana cara masyarakat tertarik dengan buku juga kami usahakan, salah satunya lewat nonton bareng. Agenda nobar ini sudah ketiga kalinya,” ucap penggerak Perpustakaan Angkawijaya itu.

Salah satu audiens memberi sedikit pendapat tentang film tersebut.

“Sebenarnya film ini tidak hanya meyinggung perihal transparansi dana di sekolah saja, tapi di lingkup yang lebih luas seperti desa juga perlu kita kritisi, setidaknya setiap tahun harus ada keterbukaan anggaran APBD,” ungkap perempuan yang kerap disapa Mbak Eka.

Lebih lanjut, Munajat salah seorang peserta diskusi yang hadir menjelaskan bahwa Negara ini sedang tidak baik-baik saja.

“Ini adalah gambaran demokrasi kita hari ini, bagi orang-orang yang mengkritisi pemerintah biasanya yang terkena adalah orang-orang terdekat kita. Contoh Mas Alif tadi, pasti yang diintimidasi adalah orang tuanya. Negara ini sedang tidak baik-baik saja, film ini mengajarkan kita untuk tidak diam,”

Jaelani Ahmad selaku pembicara menegaskan bahwa segala bentuk kemungkaran harus dilawan.

“Ketika ada hal yang keliru, bukan cuma penyelewengan dana atau korupsi, tapi apapun bentuk kemungkaran kita harus lawan!”

Acara tersebut berlangsung dengan lancar, peserta yang hadir cenderung aktif dalam menyampaikan pendapatnya. Tidak lebih dari pukul sebelas malam, acara tersebut selesai.



Reporter: Muhamad Syafiq Yunensa

Editor: Andi Evan

Pendidikan sebagai Barometer Kemajuan Bangsa


Negara Indonesia adalah negara yang kaya dengan budaya, suku, Sumber Daya Alam (SDA), dan lain sebagainya. Dengan adanya segala aspek yang dimiliki, sudah semestinya Indonesia dapat digolongkan negara maju. Terutama dengan banyaknya aset negara berupa komponen biotik maupun komponen abiotik. Di sisi lain, melimpahnya sumber daya manusia (SDM) juga menjadi potensi yang lebih bagi negara. Maka suatu negara sangat perlu memberdayakan manusianya agar dapat mencapai kesejahteraan secara merata. Ditambah lagi dengan kemajuan zaman dapat menjadi tantangan tersendiri.

Untuk menyikapi segala tantangan yang mungkin terjadi atau bahkan sudah terjadi, pendidikan adalah cara yang pertama dan utama yang harus dilakukan. Begitupun dengan ucapan Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantoro, “Pendidikan adalah proses menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak peserta didik, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya”.

Dari kutipan tersebut, dapat ditarik benang merah bahwa pendidikan sebagai upaya mencapai kesejehteraan manusia baik itu keselamatan, kebahagiaan, ataupun hal lainnya harus diwujudkan, terutama bagi suatu bangsa. Karena salah satu indikator penting majunya suatu bangsa terletak pada pendidikannya. Bangsa yang maju diidentifikasi dengan majunya sumber daya manusianya. Sedangkan untuk menghasilkan SDM yang berkualitas diperlukan adanya pendidikan yang berkualitas pula. Maka pendidikan yang berkualitas sangat lazim bagi bangsa yang bercita-cita untuk menjadikan negaranya maju. Bukan dari segi kuantitas atau banyaknya manusia yang ada di dalamnya, melainkan dinilai dari segi kualitas atau kebermutuan manusianya. Coba kita tilik negera yang dulunya juluki sebagai ‘saudara tua’, negara yang digadang-gadang akan membebaskan bangsa-bangsa Asia dari belenggu penjajahan negara-negara Barat termasuk Indonesia yaitu Jepang. Toh padahal Jepang adalah negara yang kala itu menduduki Indonesia dengan dalih akan memerdekakan Indonesia. Tapi pada kenyataannya, Gerakan Tiga A yang dibawa Jepang hanyalah strategi penjajahan Jepang.

Jepang bukanlah negara yang berpenduduk banyak yaitu hanya 126.420.000 pada Agustus 2021, lebih sedikit daripada Indonesia yaitu 272.229.372 pada Juni 2021. Perbandingan keduanya sangat jauh karena jumlah penduduk Indonesia mencapai 50 persen lebih daripada Jepang. Dari kasus tersebut dapat dipahami jika dengan penduduk yang sedikit akan lebih mudah dalam pemerataan pendidikan, sehingga dapat menjadi negara yang maju.

Namun tidak dapat dipungkiri bagi negara maju untuk memiliki jumlah penduduk yang banyak, seperti halnya China. Negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia, yaitu sejumlah 1.447.540.837 pada Desember 2021. Meskipun dengan penduduk terbanyak di dunia, tapi dengan kualitas manusia yang dimilikinya China dapat memaksimalkan bidang perdagangannya. Dari kedua hal tersebut sudah cukup memberikan pemahaman kepada kita bahwa pendidikan sebagai kontribusi utama dalam membangun kemajuan bangsa. Meskipun keduanya bertentangan, namun keduanya sama-sama mendapati julukan sebagai negara maju.

Hal yang menjadi permasalahannya adalah bagaimana cara pemerintah atau bahkan dari kita sebagai warga negara untuk dapat memberikan kontribusi agar dapat mencapai Indonesia yang lebih maju. Dengan melimpahnya sumber daya alam  yang dimiliki sudah sapatutnya dikelola dengan baik. Produk ekspor semestinya lebih diperbanyak daripada produk impor. Akan tetapi mengapa kita lebih banyak mengimpor barang daripada mengekspor, yang sudah jelas-jelas produknya lebih unggul produk dalam negeri. Padahal dengan banyaknya ekspor barang, ditambah dengan mengurangi belanja barang dari luar negeri atau mengurangi budaya konsumtif dapat memberikan sumbangsih bagi bangsa Indonesia, seperti tambahnya devisa negara yang nantinya dapat digunakan untuk mencicil utang negara.

Selain itu sebagai warga negara kita juga harus memberikan sumbangsih bagi Indonesia yang lebih maju. Membaca merupakan salah satu usaha paling mudah yang dapat kita lakukan sebagai warga negara kapan saja dan dimana saja. Sehingga membaca dapat menjadi sumbangsih yang mudah dan murah bagi siapapun. Membaca adalah jendela dunia. Membaca sebagai sarana mengenal dunia tanpa menghabiskan banyak biaya. Dengan membaca kita juga dapat memperoleh informasi dengan mudah tanpa perlu melakukan banyak penelitian. Bahkan di dalam al-Qur’an surat al-‘Alaq ayat pertama juga mengandung makna tersirat akan pentingnya membaca.

Akan tetapi pada kenyataanya negara Indonesia masih minim sekali dalam hal literasi. Berbeda halnya dengan negara-negara maju, yang waktunya hampir dihabiskan untuk membaca. Kebanyakan masyarakat Indonesia, terutama para remaja lebih memilih bersantai atau hanya menikmati waktunya untuk hal yang kurang berguna seperti bermain game, sosial media, atau bahkan rela merogoh saku mereka untuk benefit yang tidak seberapa, dibanding dengan rupiah yang dikeluarkan. Padahal sebenarnya uang yang dikeluarkan tersebut dapat digunakan untuk investasi yang nantinya dapat memberikan dampak bagi dirinya maupun sekitarnya, yaitu pendidikan.

Pendidikan adalah barometer atau sesuatu yang dapat dijadikan tolak ukur pemerintah dalam meningkatkan kualitas SDM maupun SDA yang dengannya dapat kita jadikan modal utama dalam membangun negara yang maju. Untuk mengatasi hal itu semua sangat diperlukan adanya koordinasi baik dari pihak pemerintah maupun warga negaranya, yaitu harus sama-sama sadar akan segala potensi yang dimiliki dan mampu mengoptimalkannya dalam segala bidang. Dengan begitu akan dapat dicapai Indonesia yang maju dan berdikari.

Demo Kenaikan BBM, Massa Aksi PMII UIN Walisongo Direpresi Aparat

 




Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Komisariat UIN Walisongo Semarang melakukan demonstrasi di depan Kantor Gubernur Jawa Tengah, Jum’at 8 April 2022.

Aksi tersebut diawali dengan long march dari kampus 3 UIN Walisongo menuju kantor gubernur Jawa Tengah. Ketika mendekati Simpang Lima, massa aksi turun dan mendorong motornya sampai ke depan Kantor Gubernuran sebagai simbol kelangkaan dan kenaikan harga BBM.

Awalnya aksi tersebut berjalan dengan lancar, beberapa orator menyampaikan orasinya. Saat massa aksi meminta audiensi dengan Ketua DPRD Jawa Tengah, hal itu ditolak dengan alasan tidak adanya surat pemberitahuan.

“Kami sudah mengirim surat itu kemarin, dan kami juga punya bukti tanda terimanya,” ucap Mun’im, Koordinator Aksi saat diwawancarai kru Digdaya.

Merasa tidak ada ikhtiar baik dari pemerintah untuk berdialog dengan massa aksi secara terbuka, akhirnya massa aksi memutuskan untuk merengsek masuk ke dalam halaman Kantor Gubernuran, tapi tidak berhasil karena ada ratusan polisi yang menjada gerbang tersebut.

Tidak berselang lama, terjadi bentrok antara massa aksi dengan aparat kepolisian. Saat itulah terjadi represifitas yang memakan korban dari pihak mahasiswa.

“Ada beberapa mahasiswa yang direpresi oleh aparat. Salah satunya, bernama Awan, mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang mengalami luka memar di bagian pinggang dan lengan,” ungkap Tomi, salah seorang kawan dari korban.



Lebih  lanjut Mun’im menuturkan bahwa jumlah korban yang direpresi aparat ada 6 orang.

“Kurang lebih sekitar 6 mahasiswa yang direpresi oleh aparat, ada yang ditendang, disikut, dipukul dengan pentungan, hingga dikeroyok oleh beberapa aparat. Hal ini sangat disayangkan, mengingat tugas aparat itu untuk mengayomi, bukan menindas. Kami mengutuk keras perilaku tidak terpuji dari aparat dan meminta pada pihak yang berwenang untuk mengusutnya,” tegas mahasiswa Fakultas Syari’ah dan Hukum tersebut.

 


Rep: MSYF

Ed: Nis

Kepemimpinan Islam Ala Amien Rais

 


Prof. H. Muhammad Amien Rais, M.A., Ph.D. lahir di Surakarta 26 April 1944 adalah politikus Indonesia yang saat ini menjabat sebagai Ketua Majelis Syuro Partai Ummat sejak awal dideklarasikan pada tanggal 29 April 2021. Amien Rais adalah salah satu tokoh membidani lahirnya reformasi di pemerintahan Orde Baru dan ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia) Sejak di bangku kuliah Amien Rais sudah aktif di berbagai organisasi kemahasiswaan, seperti Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Yogyakarta. Beliau adalah tokoh yang vokal menyerukan pendapat dan mengkritik pemerintahan Orde Baru yang saat itu masih berkuasa. Ketika kondisi perekonomian Indonesia semakin lemah, Amien Rais termasuk tokoh nasional yang menyerukan reformasi total dalam pemerintahan dan menuntut lengsernya presiden Soeharto.

Pada Muktamar ke-40 di Banda Aceh, Amien Rais tepilih sebagai Ketua Pusat Muhammadiyah, periode 1995-2000. Namun, pasca tumbangnya rezim Orde Baru, pada tahun 1998, Amien Rais bersama tokoh tokoh bangsa lainnya menggagas Reformasi. Merasa perjuangan belum usai maka Amien Rais memilih untuk mendirikan partai politik sebagai wadah perjuangan kebangsaannya. Karena di dalam persyarikatan Muhammadiyah melarang adanya rangkap jabatan apalagi partai politik, Amien Rais meletakkan jabatanya sebagai ketua  pada bulan Agustus 1998 di hadapan para ketua pimpinan wilayah Muhammadiyah tingkat provinsi se-Indonesia,  

Di tahun 1998, Amien Rais mendirikan Partai Amanat Nasional (PAN), partai yang membawa aspirasi perjuangan Muhammadiyah untuk negara dan menjadi ketua umum dan pada tahun 1999-2004  menjabat sebagai ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Indonesia. Gagasan Amien Rais memberikan pengaruh yang besar di politik nasional dan kestabilan negara, salah satunya adalah dengan membentuk Poros Tengah saat persaingan politik nasional sedang memanas memperebutkan kursi kepresidenan setelah BJ Habibie.

Atas manuver-manuver politiknya untuk bangsa Indonesia, Amien Rais disebut-sebut sebagai Bapak Bangsa. Setelah pemilu tahun 2004, Amien Rais memutuskan untuk kembali menjadi akademisi di kampus, dan tetap bergiat di Muhammadiyah dan partainya, PAN.

 

Sistem Pemerintahan Menurut Amien Rais

Pandangan Amien Rais tentang Pemerintahan yang didirikan dengan bimbingan Islam (Syari’ah Islamiyah) mempunyai tujuan yaitu menjamin tegaknya keyakinan (ad-din) dan menjamin terpenuhinya kepentingan rakyat. Kedua tujuan ini bukanlah tujuan akhir, melainkan tujuan antara untuk mencapai kebahagiaan (falah) di akhirat. Tujuan pertama dicapai lewat prinsip-prinsip legislatif, yang meletakan aturan-aturan universal yang dapat mencakup berbagai kasus secara luas.

Pemerintahan yang berdasarkan prinsip-prinsip Islam yang demokratis menurut Amin Rais mencirikan lima hal

Pertama, pemerintahan harus berlandaskan keadilan, kesetaran didepan hukum serta keadilan sosial dan ekonomi. Keadilan adalah merupakan nilai yang penting dalam hukum Islam.

Kedua, sistem politik harus dilandasan pada prinsip syura dan musyawarah yang berati para pemimpin politik hanyalah abdi rakyat dan harus di pilih oleh rakyat dalam pemilihan yang bebas.

Ketiga, terdapat prinsip kesetaraan,  Islam tidak membedakan orang atas dasar gender, etnik, warna kulit, atau latar belakang sejarah, sosial atau ekonomi, dan lain-lain. Islam mengajarkan hidup berdampingan secara damai dengan non-Muslim.

Keempat, kebebasan berpikir, beragama, berbicara, hak mendapat pendidikan dan pekerjaaan, hak untuk hidup dalam kebebasan dan  keamanan, kebebasan mengadakan gerakan, dan sebagainya. Kebebasan dasarnya adalah kebebasan berpikir dan hak untuk memilih, yang bersifat mendasar dalam Islam.

Kelima, pemimpin bertanggungjawab kepada rakyat atas kebijakannya Pemerintah yang mencerminkan moral Islam harus bertindak berdasarkan nilai-nilai keadilan. Yaitu  berlaku adil terhadap seluruh komponen masyarakat.

Kepemimpinan dalam pandangan Al-Quran bukan sekadar kontrak sosial, antara pemimpin dengan rakyatnya, namun merupakan perjanjian antara pemimpin dengan Allah SWT yang dipertanggungjawabkan di dunia dan akhirat. Pemimpin yang menyesatkan rakyat adalah tipe pemimpin yang paling dikhawatirkan Rasulullah SAW. Seperti sabda beliau yang di riwayatkan oleh Ahmad: “Selain Dajjal, ada yang lebih aku takuti atas umatku; yaitu para pemimpin yang sesat.”. Keberkahan bagi pemimpin dan yang dipimpin punya dimensi kepuasan spiritual  yang tidak bisa diukur oleh material. Kepimpinan yang amanah merupakan tonggak untuk  perjuangan dalam  menegakkan keadilan dan kebenaran. Seperti yang dilakukan oleh Amien Rais berani melawan arus untuk meluruskan kemungkaran demi kemaslahatan rakyat Indonesia.

Di dalam kepemimpinan Amien Rais terdapat:

·         Penggunakan pola kepemimpinan karismatis dan transformatif sehingga cenderung tidak terjadi perpecahan di tubuh Muhammadiyah dalam menyikapi perubahan kepemimpinan nasional.

·         Perubahan Perilaku politik Muhammadiyah dari yang awalnya hanya mengurus sosial agama menjadi High Politics karena Amien Rais yang karismatik dan juga disebabkan tuntutan zaman yang waktu itu bahwa persoalan keumatan juga tergantung dari kebijakan politiknya.

 

 

Penulis : Samsul Arif Prianto, S.Kep.,Ns.

Advisor : Fitri Arofiati, S.Kep.,Ns.,MAN.,Ph.D

 

 

Dasar-dasar Politik dan Kepemimpinan Masa KH. Mas Mansur dalam Muhammadiyah

 



Muhammadiyah didirikan pada 18 November 1912, oleh KH. Ahmad Dahlan di Yogyakarta. KH. Mas Mansur lahir pada tanggal 25 Juni 1896 M di Surabaya. KH. Mas Mansur, sebagai salah satu tokoh penting Muhammadiyah yang telah berhasil meletakkan dasar-dasar politik Muhammadiyah di kancah nasional yang kemudian menjadi tradisi yang berlaku di masa-masa selanjutnya. KH. Mas Mansur terpilih sebagai Pimpinan Besar Muhammadiyah pada kongres Muhammadiyah ke-26 di Yogyakarta pada bulan Oktober 1937. Pada masa kepemimpinan KH. Mas Mansur, Indonesia masih dikuasai oleh pemerintah kolonial Belanda dengan sistem pemerintahan yang menekankan pada kekuasaan yang otoriter, di mana pemerintah kolonial Belanda melakukan berbagai penindasan terhadap rakyat Indonesia.

Hal ini terlihat dalam keterlibatan K.H Mas Mansur dalam melahirkan organisasi yang bersifat federasi antar berbagai Organisasi Islam, yang dikenal dengan nama Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI), yang lahir pada tahun 1937, dan masih juga mengemban amanat umat dalam wujud kesediaan beliau ikut serta memegang kendali pimpinan Partai Islam Indonesia (PII). KH. Mas Mansur mencetuskan 12 langkah yang kemudian terkenal dengan 12 langkah Muhammadiyah, serta Masalah Lima, di dalam bidang keagamaan.

Masa kepemimpinan KH Mas Mansyur merupakan tokoh yang kreatif dan terkenal sikapnya yang istiqomah dan pemberani, sehingga ikut dalam pengisian jiwa gerakan Muhammadiyah, dan penegasan kembali faham agama yang menjadi garis besar Muhammadiyah. Pada periode ini memaksimalkan Majelis Tarjih, sehingga menghasilkan “Masalah Lima” (Dunia, Agama, Qiyas, Sabilillah, dan ibadah). 

 

Kemajuan Muhammadiyah Di Era KH. Mas Mansur yaitu:

Dalam Bidang Sosial, beliau berhasil menginsiasi, Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKO) dan Balai Kesehatan dan Tuntutan Pemakmuran Masjid.

Dalam bidang ekonomi, pokok pandangan Muhammadiyah pada masa KH. Mas Mansur ialah:

·         Untuk memperbaiki ekonomi rakyat

·         Kapital tersebut diharapkan dapat membentuk kapital vorming

·         Untuk mendirikan bank Muhammadiyah yang mempunyai prinsip anti riba

Sedangkan dalam bidang Pendidikan Muhammadiyah sudah banyak didirikan baik sekolah maupun madrasah mulai dari SD, SMP, SMA.

 

Pelajaran yang Dapat Diambil dari Kepemimpinan Islam KH. Mas Mansur

Pertama, pribadi yang disiplin. Sebagai seorang Ketua Pengurus Besar, KH. Mas Mansur termasuk pemimpin yang ketat disiplinnya, terutama dalam menetapi waktu bersidang, sesuai dengan waktu yang tersebut dalam undangan.

Kedua, dapat membedakan urusan pribadi dan organisasi. Maka sudah seharusnya setiap Pimpinan Persyarikatan dari pusat sampai ke ranting mampu memiliki dan menggunakan kantornya masing-masing. Urusan Muhammadiyah bukanlah urusan pribadi tetapi urusan bersama dan formal. KH Ma Mansur selalu mentingkan urusan Bersama baru urusan pribadinya.

Ketiga, tabah menghadapi cobaan. Ketika Kongres Muhammadiyah ke-28 di Medan baru saja berlangsung, datang telegram kepadanya yang isinya mengabarkan bahwa istri mudanya yang tinggal di Surabaya meninggal dunia. Beliau tetap tenang, menarik nafas, dan terdiam. KH. Mas Mansur tetap menghadiri semua sidang dan rapat dalam kongres, pidatonya tetap tertib dan bermutu dan buah fikirannya tetap cemerlang. KH.Mas Mansur adalah sosok pemimpin yang bertanggung jawab walau dalam kondisi apapun beliau harus menyelesaikan tanggung jawabnya.

Keempat, sifat mulia. Sifat mulai yang dimiliki K,H Mas Mansur yaitu: kesabaran, kemajuan, ketaqwaan dan tawakal.

Kelima, adil dan amanah. Sifat Adil yang dimilik K.H Mas Mansur dapat menjalankan tugasnya dengan adil, mengambil keputusan yang tepat untuk kemaslahatan umat Islam. Amanah atau dapat dipercaya oleh masyarakat bahwa kepemimpinan beliau sangat berdampak baik terhadap masyarakat sekitar mendorong kemajuan bersama.

Keenam, hidupnya tidak selfis. Beliau tidak Memprioritaskan kesenangan dan kemanjaan diri dan orang-orang terdekatnya. Sejak muda Mansur telah terbiasa terpanggil untuk mendedikasikan diri dan siap berkorban demi kepentingan banyak orang dan bangsa.

Ketujuh, pengetahuannya yang sangat mendalam tentang Islam. Beliau sangat mementingkan pengetahuan. setelah belajar dari sejumlah ulama sejak dari Surabaya, Madura, Tanah Suci bermadzhab Syafi’i, dan persentuhan intelektualnya selama di Mesir serta dengan para tokoh/pemimpin bangsa lintas corak pemahaman keislaman dan ideologi politik.

Kedelapan, kepedulian yang tinggi. Harus dibangun kepedulian yang kuat untuk menolong orang-orang yang sengsara, tertindas, dhaif melalui gerakan dan amal kongkrit serta membangun sebuah sistem yang baik. Kedaulatan sosial, ekonomi dan politik harus diperjuangkan; kemerdekaan harus diperjuangkan.

 

 

 

Penulis : Risa Riyanti,S.Kep.,Ns.

Advisor : Fitri Arofiati, S.Kep.,Ns.,MAN.,Ph.D

 

 


Kepemimpinan Islam Buya Hamka

 




Biografi Buya Hamka

Prof. Dr.H. Abdul Malik Karim Amrullah Datuk Indomo, populer dengan nama penanya Hamka (bahasa Arab: عبد الملك كريم أمر الله‎; 17 Februari 1908 – 24 Juli 1981) adalah seorang ulama dan sastrawan Indonesia. Ia berkarier sebagai wartawan, penulis, dan pengajar. Ia sempat berkecimpung di politik melalui Masyumi sampai partai tersebut dibubarkan, menjabat Ketua Majelis Ulama (MUI) pertama, dan aktif dalam Muhammadiyah hingga akhir hayatnya. Univeristas Al-Azhar dan Universitas Nasional Malaysia menganugerahkannya gelar doktor kehormatan, sementara Universitas Moestopo, mengukuhkan Hamka sebagai guru besar. Namanya disematkan untuk Universitas Hamka milik Muhammadiyah dan masuk dalam daftar Pahlawan Nasional Indonesia.

 

Selama revolusi fisik Indonesia, Hamka bergerilya di Sumatra Barat bersama Barisan Pengawal Nagari dan Kota (BPNK) untuk menggalang persatuan menentang kembalinya Belanda. Pada 1950, Hamka membawa keluarga kecilnya ke Jakarta. Semula ia mendapat pekerjaan di Departemen Agama, tapi ia mengundurkan diri karena terjun di jalur politik. Dalam pemilihan umum 1955, Hamka terpilih duduk di Konstituane mewakili Masyumi. Ia terlibat dalam perumusan kembali dasar negara. Sikap politik Masyumi menentang komunisme dan anti-Demokrasi Terpimpin memengaruhi hubungan Hamka dengan Presiden Soekarno usai Masyumi dibubarkan sesuai Dekret Presiden 5 Juni 1959, Hamka menerbitkan majalah Panji Masyarakat yang berumur pendek, karena dibredel oleh Soekarno setelah menurunkan tulisan Hatta—yang telah mengundurkan diri sebagai Wakil Presiden—berjudul "Demokrasi Kita". Seiring meluasnya komunisme di Indonesia, Hamka diserang oleh organisasi kebudayaan Lekra. Tuduhan melakukan gerakan subversif membuat Hamka diciduk dari rumahnya ke tahanan Sukabumi pada 1964. Dalam keadaan sakit sebagai tahanan, ia merampungkan Tafsir Al-Azhar.

Menjelang berakhirnya kekuasaan Soekarno, Hamka dibebaskan pada Mei 1966. Pada masa Orde Baru Soeharto, ia mencurahkan waktunya membangun kegiatan dakwah di Masjid Agung Al-Azhar serta berceramah di RRI dan TVRI. Ketika pemerintah menjajaki pembentukan MUI pada 1975, peserta musyawarah memilih dirinya secara aklamasi sebagai ketua, namun Hamka memilih meletakkan jabatannya pada 19 Mei 1981, menanggapi tekanan Menteri Agama Alamsjah Ratoe Perwiranegoro untuk menarik fatwa haram MUI atas perayaan Natal bersama bagi umat Muslim. Ia meninggal pada 24 Juli 1981 dan jenazahnya dimakamkan di TPU Tanah Kusir Jakarta.

 

Peran Buya Hamka dalam Muhammadiyah

Pada kongres Muhammadiyah ke-31 tahun 1950 di Yogyakarta, Hamka ikut menyusun Anggaran Dasar dan rumusan Kepribadian Muhammadiyah. Sejak kongres Muhammadiyah ke-32 tahun 1953 di Purwokerto, dia selalu terpilih sebagai pimpinan pusat Muhammadiyah sampai akhirnya mengundurkan diri pada 1971.

 

Karakter Buya Hamka

Almarhum Abdul Malik Karim Amrullah atau yang lebih dikenal Buya Hamka adalah Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) pertama, dikenal pula sebagai tokoh Masyumi dan ulama Muhammadiyah. Semasa hidupnya ia menjadi tokoh yang toleran terhadap perbedaan, namun tegas dalam hal-hal prinsip keagamaan.

 

Kepemimpinan Islam Buya Hamka

Beliau memiliki sifat kepemimpinan profetik yang sangat patut untuk dijadikan contoh dan teladan. Salah satu contohnya yaitu pada saat beliau bersitegang dengan sastrawan besar yang menulis Tetralogi Buru, Pramoedya Ananta Toer. Perseturuan tersebut terjadi pada masa orde lama, Buya Hamka dituduh melakukan kudeta terhadap pemerintahan saat itu, karena berbeda pandangan politik terkait dengan Islam dan Komunis, sehingga Presiden Ir. Soekarno memenjarakan Buya Hamka selama 2,5 tahun tanpa ada proses hukum di pengadilan. Namun, hal tersebut tidak membuat Buya Hamka merasa dendam, waktu dipenjara selama 2,5 tahun dibalik jeruji dimanfaatkan oleh Buya Hamka untuk menulis Tafsir Al-Azhar, tafsir Al-Qur’an 30 Juz yang bahasanya mudah dipahami dan ringan untuk dibaca. Lebih dari itu, saat Ir. Soekarno berpulang, bahkan Buya Hamka yang menjadi imam shalat jenazahnya, tak memikirkan sedikit pun rasa dendam.

Sifat kepemimpinan profetik Islam yang dimiliki oleh Buya Hamka yang dapat menjadi teladan anak muda bangsa, salah satunya adalah kecerdasan (fathanah). Dapat kita lihat dari Tafsir Al-Azhar yang menjadi karya besar Buya Hamka, membuktikan kecerdasan beliau. Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk salah satu bukti lainnya, tidak hanya mempuni dalam bidang keagamaaan, namun juga mempuni dalam bidang sastra. Sifat kepemimpinan profetik kecerdasan (fathanah) yang dimiliki oleh Buya Hamka sesuai dengan Surat Al-Baqarah: 269, yang artinya “Allah menganugerahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).”

Buya Hamka memberikan contoh yang baik sebagai suri tauladan bagi bangsa dan negara, khususnya anak muda yang menjadi corong perubahan, agen perubahan (agent of changes) dan penentu perubahan, bagaimana nasib bangsa dan negara kedepannya, menjadi hal yang sangat patut dan layak untuk dijadikan sebagai seorang suri tauladan, kiblat, dan role model, mengingat juga Buya Hamka adalah salah satu tokoh Muhammadiyah, sebagaimana arti dari Muhammadiyah sendiri yaitu Pengikut dan Umatnya Nabi Muhammad, dan Buya Hamka adalah salah satu ulama yang sangat dekat dengan sifat-sifat kepemimpinan yang dimiliki oleh Nabi Muhammad.

 

 

Aizid, R. (2017). Para Pelopor Kebangkitan Islam. Yogyakarta: DIVA Press.

El-Jaquene, F.T. (2018). Buya Hamka. Yogyakarta: Araska.

Faidi, A. (2014). Jejak-Jejak Pengasingan Para Tokoh Bangsa. Yogyakarta: Saufa.

 

 

Penulis : Nova Maulana, S.Kep.,Ns.

Advisor : Fitri Arofiati.,S.Kep.,Ns.,MAN.,P.Hd.

Keteladanan K.H Sudja' dalam Kepemimpinan Muhammadiyah

 


Muhammadiyah merupakan gerakan Islam dakwah amar ma'ruf nahi munkar dan tajdid (pembaruan tentang pokok ajaran Islam) yang bersumber pada Al-Qur'an dan As-Sunnah As-Sohihah. Banyak tokoh Muhammadiyah sebagai tokoh nasional yang berperan dalam memajukan bangsa dan negara. Salah satunya adalah KH. Sudja’, beliau adalah putra dari Raden Lurah Hasyim (KH. Hasyim) yang lahir di Kauman Yogyakarta pada tahun 1885. KH. Sudja’ merupakan pencetus pertama berdirinya RS PKU Muhammadiyah. Berdirinya RS PKU Muhammadiyah bermula dari rapat pimpinan Muhammadiyah yang digelar oleh KH. Ahmad Dahlan. Beliau saat itu menanyakan apakah ada bangunan yang perlu untuk didirikan. Kemudian, KH. Sudja’ mengusulkan membangun sebuah Rumah Sakit untuk warga Muhammadiyah. Namun, hal tersebut justru malah ditertawakan oleh para hadirin yang hadir karena dianggap tidak masuk akal.


KH. Sudja’ memang bukan sosok orator yang tampil di muka umum, namun KH. Sudja’ lebih suka berada di belakang layar menjadi seorang pemikir dan konseptor. Beliau memiliki mimpi yang tinggi. Impian tentang mendirikan Rumah Sakit tersebut berawal dari ajaran KH. Ahmad Dahlan dan teologi Al-Ma’un. Lebih jauh ia berprinsip bahwa jika Allah SWT telah menetapkan ketentuannya di dalam Al-Quran, pasti ketentuan itu dapat dilakukan umat-Nya, karena mustahil Allah SWT membuat ketentuan yang tidak dapat dilakukan kaum-Nya. Pembelajaran mengenai surat Al-Ma'un inilah yang mendorong KH. Sudja’ memiliki impian besar mendirikan hospital (rumah sakit), armenhuis (rumah miskin) dan wesshuis (rumah yatim). 


Kiprah yang menggembirakan dengan gagasan melampaui zamannya, kendati tak sedikit dari mereka yang diremehkan hingga disemati tuduhan tak berdasar. Walaupun mimpinya tersebut ditertawakan oleh banyak orang karena dianggap tidak masuk akal, namun pada 1938 beliau berhasil menginisiasi pendirian Rumah Sakit PKU (Pembina Kesejahteraan Umat) yang pada awal didirikan berupa klinik sederhana dengan nama PKO (Penolong Kesengsaraan Oemoem) dengan maksud menyediakan pelayanan kesehatan bagi kaum dhu’afa,  hingga sekarang Muhammadiyah memiliki 105 Rumah Sakit. Dalam perannya di luar PKO, KH. Sudja’ menjadi sosok penting dalam meriwayatkan berbagai kisah yang dia saksikan bersama KH. Ahmad Dahlan. Menjelang akhir hayatnya KH. Sudja’ merasa bersedih karena saat sakit dirinya tidak dirawat di Rumah Sakit PKO Muhammadiyah, mengingat saat itu peralatannya belum memadai.


KH. Sudja’ selain berperan dalam pencetus pendirian Rumah Sakit PKU Muhammadiyah juga aktif dalam memperjuangkan perbaikan kualitas perjalanan haji bagi jamaah asal Indonesia  dalam pembentukan Bagian Penolong Haji setelah ia ditunjuk oleh KH. Ahmad Dahlan untuk memimpin perjalanan haji yang dikoordinir oleh Bagian Penolong Haji, survei kondisi perjalanan haji, dan mengenalkan Muhammadiyah kepada pemimpin Makkah. Lembaga ini merupakan perintis dan mengilhami adanya Direktorat Urusan haji. Dikutip buku Haji dari Masa ke Masa terbitan Kementerian Agama, pada tahun 1921 yang merupakan gerakan perbaikan penyelenggaraan haji dengan menekan pemerintah Belanda. Dalam perjalanannya beliau melaksanakan tugas ini bersama Wirjopertomo. Berkat usaha dan ketekunannya, ia kemudian dikenal sebagai pelopor perbaikan perjalanan haji Indonesia. Pada masa kemerdekaan KH. Sudja’ kemudian mendirikan PDHI (Persatuan Jamaah Haji Indonesia). Apa yang diupayakan organisasi Islam terbesar di Nusantara ini memiliki dampak besar terhadap pelaksanaan haji. Sejak itu jumlah jamaah haji naik drastis. Pada tahun 1930-an jumlah jamaah haji Indonesia mencapai 33.000 orang. Bandingkan dengan jamaah haji di luar Arab yang mencapai 80.000 orang. Ini artinya negara Indonesia menyumbang 30 persen total jamaah haji dunia.


Di kalangan tokoh Muhammadiyah KH. Sudja’ dikenal sebagai salah seorang yang banyak mewarisi sikap gurunya KH. Ahmad Dahlan, dalam rangka mengembangkan organisasi. Jika KH. Ahmad Dahlan adalah peletak dasar berbagai aktivitas amal usaha sosial Muhammadiyah, maka KH. Sudja’ adalah perumus dan sekaligus penafsirnya dalam realitas gerakan. Itulah sumbangan besar KH. Sudja’ dalam mengembangkan gerakan Muhammadiyah, khususnya di bidang amal usaha sosial. Bapak Penolong Kesejahteraan Umum sebagai kepanjangan tangan KH. Ahmad Dahlan tersebut wafat di Kauman pada tanggal 5 Agustus 1962. Pada perkembangannya, berbagai khidmah semangat kerja kemanusiaan yang beliau rintis di dalam Muhammadiyah terus berkembang dan meluas dari pelayanan sosial, pemberdayaan masyarakat, kebencanaan nasional, hingga respon krisis kemanusiaan internasional di berbagai negara melalui Muhammadiyah Aid.


Dengan demikian nilai-nilai kepemimpinan dari KH. Sudja’ yang bisa kita teladani sesuai dengan cita-cita dan tujuan Muhammadiyah terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya yaitu.

1.      Warganya beriman dan beribadah kepada Allah SWT dalam arti yang seluas-luasnya (melaksanakan ibadah mahdhah dan amah).

2.      Hidup sejahtera, perekonomiannya cukup bisa memenuhi kebutuhan pokok untuk makan, papan, pendidikan dan kesehatan secara layak manusiawi. Hidup dalam suasana kedamaian, kerukunan, gotong royong saling membantu, dan sehat lahir batin

3.      Hidup bermartabat dan berperadaban yang tinggi dalam konteks keumatan dan kebangsaan maka kepemimpinan Muhammadiyah adalah pemimpin yang memiliki semangat kemanusiaan pemimpin yang membebaskan umat dari berbagai penderitaannya.

 

Penulis : Puspitowarno, S. Kep., Ns.

Dosen Pengampu : Fitri Arofiati, S.Kep., Ns., MAN., Ph.D.

 

 

Konsep dan Aplikasi Kepemimpinan dalam Islam

 



Patriotisme dan Nasionalisme dalam Muhammadiyyah

Salah satu Tokoh Pemimpin Islam yang dapat Kita lihat dari karakteristik Kepemimpian dalam Islam yaitu Kasman Singodimedjo lahir di Purworejo, Jawa Tengah, pada tanggal 25 Februari 1904, aktif dalam organisasi Muhammadiyah sejak masa mudahnya, merupakan pemersatu bangsa. Beliau hadir sebagai pemersatu antara golongan Islam dan nasionalis, Kasman Singodimedjo yang juga berasal dari Muhammadiyah dipercaya oleh Soekarno dan Hatta untuk meluluhkan hati Ki Bagus Hadikusumo supaya menerima usulan penghapusan tujuh kata terkait syariat Islam, telah berani mengambil resiko saat itu menjelang proklamasi kemerdekaan. Kasman Singodimedjo merupakan orang yang kritis, tidak hanya pada masa Soekarno tapi juga masa Soeharto, di mana dia akan kritis, sebagai salah satu founding father bangsa ini, ia sangat terpanggil untuk meluruskannya, siapapun pemimpinnya.

Kasman sebagai aktivis Muhammadiyah, yang beramal dan berjuang untuk perdamaian dan kesejahteraan. Sosok Kasman juga gemar memperbanyak kawan dan mengamalkan ukhuwah Islamiyah. Baliau merupakan tokoh pemimpin yang unik, Kasman adalah seorang nasionalis yang memperjuangkan tegaknya Islam, sekaligus pemimpin Islam yang berjuang untuk kepentingan nasional. "Beliau seorang intelek sekaligus seorang kiai. Lebih dari itu semua, Kasman adalah seorang pejuang tanpa pamrih yang nyaris dilupakan oleh bangsanya.


Karakteristik Kepemimpin Dalam Islam

Pada prinsipnya menurut Islam setiap orang adalah pemimpin. Ini sejalan dengan fungsi dan peran manusia di muka bumi sebagai khalifahtullah, yang diberi tugas untuk senantiasa mengabdi dan beribadah kepada-Nya seperti yang tercantum dalam Q.S Al-Baqarah : 30.

Kepemimpinan di dalam Islam adalah suatu hal yang inheren, serta merupakan salah satu sub sistem dalam sistem Islam yang mencakup pengaturan seluruh aspek kehidupan secara prinsip. Islam mengatur niat amal-tujuan sekaligus sumber kehidupan, otak manusia, kemudian mengatur proses hidup, perilaku, dan tujuan hidup. Dalam Islam seorang pemimpin dan yang dipimpin harus mempunyai keberanian untuk menegakkan kebenaran yang dilaksanakan melalui prinsip kepemimpinan, yaiutu melaksanakan kewajiban kepemimpinan dengan penuh tanggung jawab seorang pemimpin dan melaksanakan hak berpartisipasi bagi yang dipimpin.

Konsep kepemimpinan dalam Islam merupakan Sunnatullah/ketetapan Allah SWT, yang telah menjadikan manusia sebagai pemimpin. Kepemimpinan telah terlebih dahulu diperkenalkan dalam Islam jauh sebelum para ahli mengemukakannya. Kepemimpinan dalam Islam adalah kepemimpinan yang didasarkan atas metode kenabian dalam rangka menciptakan kultur masyarakat madani memperoleh Ridha Illahi. Kepemimpinan itu wajib ada, baik secara syar‟i ataupun secara aqli. Adapun secara syar‟i misalnya tersirat dari firman Allah tentang doa orang-orang yang selamat pada surah Al-Furqan : 74.


Karakteristik Kepemimpin Kasman Singodimedjo

1.      Kepemimpinan adalah suatu yang melekat pada diri seorang pemimpin yang berupa sifat-sifat tertentu seperti: kepribadian (personality), kemampuan (ability), dan kesanggupan (capability).

2.      Kepemimpinan dalam Islam merupakan Sunnatullah / ketetapan Allah SWT, yang telah menjadikan manusia sebagai pemimpin.

3.      Pada prinsipnya menurut Islam setiap orang adalah pemimpin. Ini sejalan dengan fungsi dan peran manusia di muka bumi sebagai khalifahtullah, yang diberi tugas untuk senantiasa mengabdi dan beribadah kepada-Nya sebagaimana tercantum dalam surah Al-baqarah: 30

4.      Seorang pemimpin yang memiliki sifat Sidiq (jujur), Tabligh (menyampaikan), amanah (dapat dipercaya), fatonah (cerdas).

5.      pemikiran Kasman Singodimedjo, sumber kedaulatan tertinggi dalam ajaran Islam adalah Allah SWT (teokrasi).

 

Penulis: Ade Komariah, S.Kep., Ns.

Dosen pembimbing : Fitri Arofiati, Skep.,Ns,MAN,ph.D

Penerapan Gaya Kepemimpinan Islam di Pelayanan Rumah Sakit



 

Pemimpin adalah seseorang yang menggunakan wewenang untuk mengarahkan orang lain serta bertanggung jawab atas pekerjaan orang tersebut untuk menjadi tujuan. Di dalam sebuah pelayanan khsususnya di rumah sakit biasanya ada seseorang yang ditunjuk sebagai pemimpin untuk mengatur dan mengorganisasi stafnya agar tercapainya pelayanan yang paripurna.

Kepemimpinan biasanya diikuti dengan gaya kepimpinan, gaya kepimpinan seseorang bukanlah tergantung semata-mata pada watak seseorang tapi ada kecenderungan dari seorang pemimpin untuk menggunakan gaya kepemimpinan yang berbeda dalam menghadapi bawahan yang beraneka ragam tingkat kedewasaannya.

Di dalam kepimpinan Islam di mana pemimpim tidak hanya sekedar, mengarahkan, membawahi, memerintah tapi lebih kepada teladan dan tanggung jawab. Islam menganjurkan kita untuk banyak meneladani gaya kepimpinan Rasulullah Muhammad SAW (shallallahu ‘alaihi wa sallam) bagi beliau pemimpin tidak hanya memberikan arahan tetapi lebih memegang amanah besar,baik kepada manusia maupun kepada Alloh SWT. Kekuatan kepemimpinan beliau leadership yang di bimbing oleh wahyu dan bersinergi dengan kepekaan dan kecerdasaan telah menciptakan keputusan-keputusan yang terarah, terukur dan tepat sasaran.

Nabi Muhammad SAW menerapkan tiga gaya kepimpinan dalam islam yaitu Syura (permusyawaratan), Adl bil qisth (keadilan disertai kesetaraan), Hurriyah al-kalam (kebebesan berekspresi). Karakteristik yang ada pada pribadi Nabi Muhammad SAW, melambangkan jenis kepemimpinan yang harus dimiliki setiap pemimpin. Keagungan kepimpinan Nabi Muhammad SAW merupakan sumber inspirasi sebagai seseorang yang ditunjuk sebagai pemimpin di tempat kerjanya. Sesuai firman Allah SWT dalam Surat Al-Ahzab ayat 21:


 لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللّٰهَ وَالْيَوْمَ الْاٰخِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيْرًاۗ

“Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah”

Penerapan gaya kepimpinan islam yang di lakukan oleh Nabi Muhammad SAW dapat digunakan dalam pelayanan di rumah sakit seperti pelayanan yang dilakukan oleh profesi perawat di mana seorang perawat dipimpin oleh seseorang kepala perawat di ruangan. Seorang kepala perawat ruangan dapat menerapkan gaya kepimpinan Syura (permusyawaratan) dimana saat terjadi masalah dalam pelayanan dianjurkan kepala ruangan perawat untuk bermusyarah untuk saling terbuka dan berdiskusi dengan para staffnya dalam menyelesaikan masalah yang ada untuk mencapai mufakat dalam mengambil keputusan, sesuai firman Alloh SWT surat As-Syura ayat 38 yang artinya:

“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhan dan melaksanakan salat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menginfakkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka”

Gaya kepimpinan  Adl bil qisth (keadilan disertai kesetaraan), dapat diterapkan oleh kepala perawat misal saat pembagian jadwal dinas agar pembagian jadwal kerja staf  perawat bisa merata karena pembagian jadwal staff merupakan keputusan multak dari kepala perawat sebagai pemimpinan. Sesuai firman Alloh SWT surat Al-Hujurat ayat 9 yang artinya:

“Dan berlakulah adil. Sungguh, Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil

Gaya kepimpinan Hurriyah al-kalam (kebebasan berekspresi). Kebebasan berekspresi  merupakan hak yang diberikan kepada siapa saja untuk menyuarakan kepedulian, persetujuan, atau saran atas suatu persoalan agar mencapai kesejahteraan. Dalam penerapan nya pelayanan dimana ketika terjadi masalah dalam pelayanan kepala ruangan perawat mengajak staf untuk mengungkapkan masalah atau pendapatnya secara bebas dan pendapat postif agar masalah yang terjadi cepat selesai dan para stff tidak merasa terbebani dengan masalah yang ada demi kemajuan bersama dan kepala ruangan perawat siap untuk menerima saran dan kritik dari para stafnya.

Selain itu kita bisa menerapkan nilai-nilai islam dalam gaya kepemimpinan di dalam pelayanan antara lain  Al- Akmal asy-syakhshi (dimana pemimpin mempunyai kemampuan untuk membimbing dan mengajarkan prinsip dan moral etis), Makarim al-akhlaq (dimana pemimpin  mencontohkan memiliki akhlak yan baik dan berlandaskan etika) dan Fa’iliyah al-qiyadiyyah (dimana pemimpin mencontohkan stafnya, berupaya mendisplinkan diri dengan datang tepat waktu, dan peningkataan kerja).

 

 

 

Penulis : Rantiningsih Sumarni, S.Kep.,Ns.

Advisor : Ibu Shanti Wardhaningsih, S.Kep.,Ns., M.Kep. Sp. Jiwa., PhD