MFH Institute Sosialisasikan Pentingnya Perlindungan Konsumen dan Data Pribadi dalam Dialog Interaktif


Kediri, 25 Januari 2024 - Dalam upaya terus meningkatkan kesadaran masyarakat tentang perlindungan konsumen dan data pribadi di era digital, MFH Institute  menggelar acara diskusi dan bedah buku yang penuh inspirasi dengan tema "Korelasi Hukum Perlindungan Konsumen dan Perlindungan Data Pribadi."


Forum yang berlangsung di Domination Coffee, Kediri, berhasil mengumpulkan lebih dari 20 peserta dari berbagai daerah di Indonesia. Pembukaan acara yang penuh semangat oleh Davin sebagai pembawa acara memberikan sentuhan yang menyegarkan sebelum memasuki inti diskusi yang dipandu oleh Fajar Sodik.


Muhammad Fachrul Hudallah, penulis buku yang fokus terhadap masalah Perlindungan konsumen, menjadi pemateri utama. Sambutan Lukman Aulia Rahman dari Indramayu menggarisbawahi urgensi langkah-langkah preventif di era digital yang dinamis, sedangkan Kurnia Faizatul Muna, selaku Direktur MFH Institute, menyampaikan harapan agar institusi ini terus menjadi agen perubahan dan pengetahuan.


Diskusi yang terjadi menyoroti permasalahan aktual, terutama mengenai bahaya kebocoran data pribadi dan perlindungan konsumen. Fachrul Hudallah memberikan pemahaman mendalam mengenai perlunya langkah pencegahan yang lebih aktif dari pemerintah.


Peserta aktif mengajukan pertanyaan tajam, membuka diskusi mengenai deteksi kebocoran data pribadi melalui berbagai platform, relevansi regulasi terkait perlindungan data dan konsumen, serta keterkaitan antara dua aspek tersebut di tengah era distrupsi.


Fachrul Hudallah juga menekankan pada pentingnya pengawasan yang lebih ketat, sejalan dengan UU No. 27 tahun 2022. "Kita perlu mencegah kejenuhan dan ketidakpedulian terhadap kebocoran data di pasar ilegal, khususnya di dark web," ungkapnya.


Sebagai penutup yang bijak, Fachrul Hudallah membagikan dua buku secara gratis kepada peserta, mengajak mereka untuk mendalami lebih lanjut isu-isu yang dibahas dalam acara ini. Dengan keberhasilan acara ini, MFH Institute  memberikan kontribusi positif dalam membangun kesadaran dan pengetahuan masyarakat seputar perlindungan konsumen dan data pribadi. Acara ini diharapkan tidak hanya sebagai satu kali peristiwa, melainkan sebagai langkah awal menuju kesadaran dan aksi yang lebih luas di masyarakat. 


Reporter: FZ

Pre Order Buku THE ART OF FAMILY BUSINESS: Meniti Jejak Bisnis Abadi



Judul Buku    : THE ART OF FAMILY BUSINESS: Meniti Jejak Bisnis Abadi

Penulis            : Ir. Irmawati, S.E., M.Si.  & Edwin Indarto, S.Pt., M.P.

Halaman         : 108 halaman

Harga              : 50.000

Stok                  : 100 Buku (Cetakan Pertama)

Free Pembatas Buku

Sinopsis

Buku ini membawa pembaca dalam perjalanan yang mendalam ke dunia family business, mengeksplorasi berbagai aspek yang membentuk, memperkuat, dan mendukung keberhasilan family business. 

Bagian I: Seluk Beluk Family Business

Memahami esensi family business, termasuk pengertian, kelebihan dibanding bisnis lainnya, serta tantangan khusus yang mungkin dihadapi. Penekanan juga diberikan pada strategi komunikasi efektif dan cara menyeimbangkan tanggung jawab dalam konteks family business. 

Bagian II: Apa yang Perlu Dibangun dalam Family Business

Menggali fondasi kuat yang harus dibangun dalam family business. Mulai dari nilai-nilai perusahaan, keteladanan, hingga cara menghargai perspektif ide. Reputasi, prestasi, dan pengembangan SDM juga menjadi fokus, semuanya diarahkan menuju visi jangka panjang. 

Bagian III: Suksesnya Suksesi dalam Family Business

Cara mengatasi sumber konflik yang mungkin muncul dalam Family Business. Bab ini juga menjawab pertanyaan krusial seputar kapan waktu yang tepat untuk melakukan suksesi. Diskusi mengenai mentorship dan peran kandidat eksternal menjadi sorotan utama.

Bagian IV: Memilih dan Mengevaluasi

Bagian ini memberikan panduan langkah-demi-langkah tentang cara memilih calon suksesor dan melakukan evaluasi serta perencanaan suksesi yang efektif. Poin-poin penting untuk menjalankan family business juga diuraikan dengan jelas.

Bagian V: Studi Kasus Family Business

Pada bagian terakhir, ditutup dengan studi kasus nyata dari family business di Indonesia. Kasus sukses, kegagalan, dan contoh bisnis dengan budaya perusahaan kuat memberikan wawasan yang berharga. Melalui analisis kasus, pembaca diajak untuk memahami realitas yang dihadapi bisnis keluarga.

“The Art of Family Business - Meniti Jejak Bisnis Abadi” adalah panduan menyeluruh yang tidak hanya memberikan pemahaman mendalam tentang dinamika family business, tetapi juga memberikan alat praktis dan pertanyaan inspiratif untuk membantu pembaca merancang dan menjalankan bisnis keluarga yang sukses.


Info dan Pemesanan: 087834433309 (Digdaya Book)

Anisya

 




Kami akhirnya memesan tiket untuk dua orang, pulang-pergi. Kereta berangkat pukul 13:50 dari stasiun. Selepas sembahyang Zuhur, kami segera bergegas.

"Naik motorku apa motormu?" tanyaku pada Falih, temanku sekamar di pesantren. Dia sudah tampak gagah dan siap.

"Motorku saja," katanya sambil menunjukkan kontak motornya.

Dari pondok menuju stasiun butuh sekitar 45 menit. Kemudian kami pergi. Falih mengendara begitu cepat. Cepat sekali. Aku yang membonceng di belakang cukup merasa cemas.

"Pelan-pelan, Fal, santai saja. Tak perlu buru-buru," ucapku.

Dia cuma diam dan fokus. Kebetulan hampir seluruh lampu lalu lintas tiba-tiba berwarna hijau ketika kami lewat. Tak tahu kenapa bisa begitu. Barangkali dia sudah membaca doa tertentu, entah apa. Falih memang memiliki cukup banyak hafalan do’a yang dia minta dari Mbah Kyai.

Setelah sampai di stasiun, kami memarkirkan kendaraan lalu menuju lorong keberangkatan. Sembari berjalan, aku menyulut sebatang rokok. Ternyata saat kami tiba hanya tersisa waktu sekitar 10 menit sebelum kereta berangkat. Kebetulan ini pertama kali kami berdua naik kereta. Sesudah menunjukkan tiket, kami segera menuju gerbong.

Melewati peron satu hingga ujung, kami berjalan sembari sepintas melihat para penumpang lain yang masih duduk di ruang tunggu dekat lintasan kereta. Kebanyakan terlihat asyik bermain ponsel. Ada beberapa yang tertidur dengan wajah tertutup masker, mungkin saking letihnya entah sebab apa. Namun mataku tertuju pada satu perempuan yang cukup menarik. Dia duduk sendirian di paling ujung bangku ruang tunggu penumpang. Meski dari kejauhan, kedua alisnya terlihat tebal dan pipinya begitu merona seperti apel. Tetapi kuabaikan saja; aku harus segera masuk gerbong.

Ketika pertama memasuki ruang penumpang, suasana tiba-tiba berubah. Nuansa menjadi begitu puitis. Ingatanku tiba-tiba tertuju pada film "Arini 1989: Masih Ada Kereta Yang Akan Lewat" dan film pendek berjudul "Kisah dalam Kereta". Keduanya termasuk menjadi penyulut bagiku untuk berkeinginan naik transportasi yang berjalan di atas rel ini.

Kami lantas mencari kursi yang tertera sesuai tiket. Aku memilih tempat duduk dekat jendela untuk keberangkatan. Sesudah meletakkan tas punggung di bagasi atas, aku segera duduk dan memutar lagu menggunakan penyuara telinga.

"Aku ke toilet dulu, Zul" ucap Falih setelah melepaskan jaket yang kemudian dia taruh di kursinya.

Aku hanya mengangguk.

Belum selesai satu lagu kudengar, seorang perempuan tiba-tiba duduk di sebelahku; di kursi yang seharusnya untuk Falih. Aku menengok ke arahnya.

"Maaf, Kak, ini kursi teman saya," tegurku pelan. "Orangnya tadi sedang ke belakang," sambungku menerangkan.

"Oh, maaf, Mas. Ini cuma sebentar, kok. Saya mau ikat tali sepatu," jawabnya dengan wajah tertutup masker sembari menunduk membenahi tali sepatunya yang memang lepas.

Aku hanya diam sambil mengernyitkan dahi. Tentu ini cukup membuat kenyamananku berkurang. Apalagi dia langsung duduk begitu saja tanpa meminta izin meski kemudian dia beritahu alasannya. Sudahlah, aku biarkan saja perempuan itu. Kualihkan pandangan keluar jendela.

"Masnya dari mana?" Dia lalu bertanya masih dengan menghadap ke bawah sebelum menyelesaikan ikatan tali sepatunya.

"Dari Semarang, Kak." Tandasku singkat. Kita berada di kereta yang berangkat dari kota yang sama; buat apa dia bertanya yang sudah jelas jawabannya, Gumamku dalam hati.

"Saya Ansiya." Perempuan ini tiba-tiba memberitahukan namanya sambil mengulurkan tangan. "Salam kenal, Mas."

"Iya, salam kenal. Saya Zulfa, Kak." Ketika kusambut uluran tangannya itu, terasa kulitnya sangat halus dan lembut. Barangkali perempuan bernama Ansiya ini terbiasa melakukan perawatan.

“Panggil Ansiya saja, Mas.” Katanya dengan mata yang menyipit. Sepertinya bibirnya yang tertutup masker itu sedang tersenyum.

“Baik, Ansiya.” Kuturuti saja permintaannya itu. Ketika kupandang baik-baik wajahnya bagian atas, karena memang hanya itu yang terlihat, aku seperti merasa familier. Kedua alisnya tampak seperti perempuan yang aku lihat tadi di stasiun, tebal dan indah. Apa mungkin dia? Tetapi agaknya mustahil. Bagaimana bisa perempuan yang duduk di bangku paling pojok kemudian sempat memasuki gerbong yang berada di ujung peron lain? Apalagi kereta juga langsung berangkat setelah kami menemukan kursi jatah kami duduk. Rasanya tidak begitu masuk akal.

"Lagi dengar lagu apa, Mas?" Belum selesai aku berpikir, dia melempar pertanyaan baru.

"Nala, lagunya Tulus, Kak," ucapku singkat sambil memalingkan sorot mataku ke ponsel.

"Masnya suka Tulus juga?" Ia terlihat mulai menggebu. Kedua matanya tampak berbinar. "saya kebetulan mengikuti lagu-lagu Tulus sejak 2011, Mas."

"Oh, keren, Kak." Aku jawab seadanya. Bingung juga mau merespons bagaimana.

“Tapi saya baru nonton konsernya sekali, Mas.” Dia melanjutkan. “memang beda nuansanya kalau datang langsung. Seru sekali.”

Kami lalu saling diam sebentar. Kukira perempuan ini akan langsung pergi. Dia malah mulai mengeluarkan ponselnya. Sesekali memperbaiki jilbabnya yang sebenarnya sudah rapi itu. Aku sendiri masih kepikiran tentang siapa sebenarnya perempuan bernama Ansiya ini.

"Masnya sudah makan?" Dia menyambung obrolan lagi. "saya bawa roti. Mau? Atau minum? Ini juga ada air mineral."

"Iya, duluan saja, Kak." Aku mempersilakan, dengan keramahannya itu, aku jadi makin penasaran apakah dia benar-benar perempuan yang kulihat tadi di stasiun. Mumpung mau makan, tentu maskernya akan dibuka. Tetapi sedari tadi Falih belum kembali juga. Tumben sekali dia berlama-lama di toilet. Biasanya kalau di kamar mandi pondok tidak sampai lima menit dia sudah kelar. Sudah, biar sajalah.

Sejenak selepas membuka bungkus roti yang dibawanya, Ansiya ini kemudian benar-benar melepaskan masker yang menutupi wajahnya itu. Aku berusaha tidak melewatkan momen ini. Kupandangi benar tiap gerak kedua tangannya yang melepas kait tali perlahan-lahan dan akhirnya lepaslah masker itu dari wajahnya. Tidak salah lagi, memang benar dia orangnya. Kedua pipinya tampak merona kemerah-merahan. Beralis tebal dengan pupil mata besar dan sejuk. Cantik sekali.

"Sudah sampai, Zul." Terdengar seperti suara Falih, "kita langsung ke Kanzus," lanjutnya sambil menepuk pundakku kemudian beranjak dari bangku.

Aku masih diam.

“Zul,” ujar rekanku itu dengan sedikit menaikkan nada bicaranya, “kamu bengong, ya?”

Desember, 2023.


Biodata Penulis

        A. Zulfa Muntafa lahir pada 29 April tahun 2000 di Kemadu—Sulang, Rembang, Jawa Tengah. Penulis berstatus sebagai mahasiswa di program studi S2 Pendidikan Bahasa Arab UIN Walisongo Semarang. Beberapa tulisannya sempat dimuat di Kompas, Tatkala, dan media-media lainnya. Karya tulisnya antara lain buku kumpulan cerpen “Mbah Yai” (2022).

Instagram: @abdullah_zulfa_muntafa

No. HP/WA: 085600136794

Pre Order Buku Unexpectable Diary

 






Judul Buku    : Unexpectable Diary

Penulis            : Faza Amadea

Halaman         : 126 halaman

Harga              : 45.000

Stok                  : 75 Buku (Cetakan Pertama)

Free Pembatas Buku

Sinopsis

Apakah ada sebuah mimpi yang bisa terasa sangat nyata? Tiba tiba saja sebuah bracelet cantik menggantung di pergelangan tangannya. Hansley menyeka air matanya dan mempersiapkan diri untuk rapat sore hari, ia berusaha untuk tegar la tetap tersenyum meski hatinya sedang menahan tangis merindukan mendiang ibunda tercinta. Baru juga beberapa hari sekolah setelah liburan, Hansley dijemput pulang untuk mengungkap misteri keluarga Robert. Hansley dan Mark bertemu wanita misterius yang selalu hadir untuk membantu memecahkan misteri, meski ia datang dari dunia yang berbeda namun niatnya amat baik. Apakah misteri itu berhasil ia ungkap?

Info dan Pemesanan: 087834433309 (Digdaya Book)