Perihal Corona dan Rindu yang Sirna

 


Terima kasih

Pernah bersedia bersama

Meski akhirnya aku menyadari

Kamu datang tidak untuk selamanya

 

Terima kasih, Kekasih

Terima kasih untuk semua hal yang pernah kita jaga

Terima kasih untuk luka yang berakhir perih

 

Tak ada lagi senja yang indah

Tak ada lagi hujan cinta tanpa kita

Semua terasa biasa saja

Tanpamu, aku akan tetap berjuang seperti semula.

 

Pandemi

Banyak hal yang hilang karenanya

Seragam kebesaranku hanya terpajang rapi di museum lemari

Buku-buku berjejer di rak dengan rapi

Sepatu baru tak mengkilap lagi.

Lebih parahnya….

Kita dipaksa sehat di negeri yang sakit

Tak sedikit yang menganggap itu hanyalah konspirasi semata

Jeritan orang-orang yang lapar

Tangisan anak-anak kecil

Keluhan bapak-ibu mereka

Sebagian orang mulai berfikir untuk turun meminta-minta di persimpangan jalan.

Sebagian yang lain dengan asyik memakan hak sesamanya.

Peraturan hanya berganti nama, enggan menanggung laparnya.

Pemerintah seolah tak mendengar

Menganggap itu hanyalah angin lalu

Dan kita hanya bisa terdiam,

Dan tak punya daya melawan.

 

Senyum yang Hilang

Kau dan aku tak bisa bertemu

Dipisahkan oleh jarak dan waktu

Dipisahkan oleh wabah penyakit yang tak menentu

 

Aku berharap semua penghalang ini segera sirna

Awan hitam berganti putih seperti sedia kala

Pelangi dengan senang hati menampakkan dirinya

Di Negeri tempat kita meng-ada.

 

Dan aku? ingin kembali melihat senyummu

Dalam kesunyian yang nyata.

Ilmu, Manusia Terpelajar, dan Sekolah

 


Ilmu adalah rahmat terbesar yang pernah Tuhan ciptakan di dunia yang fana ini. Ilmu menerangi gua kebodohan yang gelap, ilmu memadamkan api kebodohan yang membara dan menjalar sebagaimana pohon terbakar yang membakar pohon-pohon lainnya. Ilmu melunakkan dan membasahkan tanah yang gersang dan tandus bagai Gurun Gobi. Ilmu mengisi sumur kering dengan air yang maha sejuk. Dan yang terutama, ilmu memanusiakan monyet-monyet yang berpikir ini hingga menjadi Manusia. Tanpa ilmu, pastilah peradaban kita masih dalam tahap peradaban kudet dan kuper, perkembangan teknologi akan mandek, pertumbuhan kesenian akan macet, dan pastinya, manusia sebagai “hayawanun nathiq” akan kehilangan unsur “nathiq”nya dan hanya menjadi “hayawan” yang buas,dungu,dan tengil.

Ilmu adalah hadiah maha indah yang Tuhan hadiahkan ke kita. Bila setiap manusia sadar dan merasakan keindahan ilmu ini,  akan terlihat banyak hal yang bisa dirapikan pada dunia yang ternyata tak seideal yang dikira. Ilmu membuat Manusia merasa lapar dan kurang. Bagaimana maksudnya? Dengan ilmu, kita akan menyadari betapa dangkalnya standar keberhasilan dan kesuksesan di kehidupan masyarakat, betapa haus akan reputasi plastisnya masyarakat kita.

Hah! ia pikir baju mahalnya,aksesoris branded-nya,rumah megahnya, pengaruh besarnya, dan jumlah pengikutnya. Apakah itu yang membuat kita bernilai? Sepertinya teman-teman sudah tau bagaimana jawabnya. Oleh karena itulah, seorang terpelajar wajib merasa lapar dan kurang, Banyak masyarakat kita hari ini mengalami “kebutaan intelektual serta moralitas” dan hanya orang terpelajar yang tahu itu, tidak selayaknya orang terpelajar hanya berdiam diri melihat pemerintahan “The Kingdom of Ignorancy” ini, Tidak selayaknya para terpelajar menjadi bisu dan tuli terhadap “Republic of Stupidity” ini.

Apabila orang bodoh berkata, maka orang terpelajar harus berteriak! Apabila kebodohan tersiar, maka orang terpelajar wajib mengklarifikasinya! Hai terpelajar, jadilah engkau seperti Ibrahim, yang kritis dan analitis terhadap kedunguan dan kesesatan! Karena apabila tidak, para Nimrod-Nimrod itu makin bersuara dan menjadi “tipping point” kedunguan.

Tidak bisa dimungkiri bahwa sistem pendidikan kita turut memainkan peran dalam mengaburkan definisi ilmu yang bersih nan suci tidak berhadas ini. Ilmu adalah ketika anda mendapat nilai 95 dalam mata pelajaran A, ilmu adalah ketika kamu naik kelas, ilmu adalah ketika saya tidak berani mengkritisi guru karena takut kualat dan masuk neraka jahanam. Manusia yang sungguh tersekolahkan bukanlah hamba nilai dan IPK. Manusia yang sungguh terpelajar bukanlah yang “nggeh-nggeh wae”.

Kata Soe hoek Gie, guru bukanlah dewa dan murid bukanlah kerbau, selayaknya ketepatan ilmiah mengalahkan stratifikasi guru-murid itu sendiri, rasionalitas di atas judgmentasi serta kecerdasan narasi di atas caci maki. Maka, sangat amat disarankan untuk para pelajar yang sungguh-sungguh berniat menjadi “intelektual organik” untuk bersungguh-sungguh pula mengenali dirinya sendiri. Kenalilah bakat, potensi,kelemahan dirimu! Buat kurikulum mandirimu sendiri! Catatlah hal-hal apa saja yang ingin kamu kuasai serta pengetahuan dan keterampilan fundamental apa saja yang diperlukan untuk survive dalam kehidupan dan menyongsong kemajuan bangsa,negara,dan IPTEK di abad 21 karena ilmu-ilmu yang diajarkan di sekolah seringkali tidak menyentuh solusi praktis dan terlalu abstrak untuk dipraktikkan oleh para pelajar muda untuk dikembangkan menjadi bahan inovatif.

Mengetahui bakat dan minat saja tidak cukup! Carilah kesempatan-kesempatan untuk mengembangkan bakatmu! Gunakanlah waktumu untuk latihan dan belajar, karena syarat untuk menguasai sesuatu adalah “deliberate practice” atau latihan berkelanjutan. Ikutilah berbagai seminar/webinar/pelatihan dan bacalah banyak buku! Jangan tertipu dengan alasan palsu yang menyatakan “Ah ngapain baca buku,ntar salah menyimpulkan!” Kalimat tersebut adalah akibat dari kurangnya membaca dan belajar, padahal peradaban kita bisa berkembang merupakan jasa dari empat hal linier dan berkelanjutan yakni baca-tulis-karya tulis-inovasi-baca-tulis-karya tulis-inovasi-baca-tulis-karya tulis-inovasi dan semoga akan terus berlanjut tiada hentinya. Rantai tersebut akan berhenti ketika minat membaca semakin menurun karena terlalu  “produktif” berleha-leha dan ditakut-takuti bayang-bayang bahwa belajar dengan membaca bisa tidak barokah.

Senantiasa ingatlah, bahwa agama apapun tidak akan pernah ada yang mengharamkan ilmu pengetahuan, ilmu pengetahuan salah satunya didapatkan dengan cara membaca, maka mustahil agama mengharamkan kegiatan membaca, maka bacalah! Iqro’! Bacalah ilmu-ilmu bermanfaat dan jauhi yang tidak bermanfaat. Namun, yang mesti diingat adalah bukan berarti sekolah atau pendidikan formal itu tidak penting! Carilah berbagai wahana dan sarana untuk membangun bakatmu di sekolah dengan mengikuti ekstrakurikuler,UKM,dan berbagai kegiatan yang lain yang bermanfaat, bangunlah relasi yang suportif di sekolah, kehidupan ini keras dan teman yang baik membantu melunakkannya, sekolah bisa jadi sarana kita mengembangkan bakat kita, dan kita bisa fokus di sarana tersebut serta jangan sepelekan nilai akademik! Dapatkan nilai bagus untuk membanggakan orang tua dan kamu tentu senang mendapatkan nilai yang baik, dan penuhi potensimu sejak dini untuk membahagiakan kehidupan di masa depan. Dan yang tidak kalah penting adalah, orang terpelajar selalu tau apa yang ia butuhkan dan tak butuhkan, orang bijaksana tau kapan harus berkata “GAS!” dan kapan berkata “SKIP DULU NGAB!”.

Jangan pula terlupa, bahwa orang terpelajar yang sungguh terpelajar pasti memahami dan bersikap sesuai nilai-nilai keluhuran. Di dalam setiap tindakan orang terpelajar pastilah tercurah aura keberadaban dan keanggunan, karena esensi ilmu adalah untuk memangkas kebodohan, dan kebiadaban adalah bagian dari kebodohan. Maka sebetulnya, implikasi manusia terpelajar adalah keluhuran tingkah laku dan keberadaban.

Kebiadaban dan ilmu bagaikan minyak dan air yang sampai kiamat qubro tidak akan bersatu, kalau ada orang berilmu tapi tindakannya merusak dan membawa mudhorot, bisa dipastikan ilmunya tidak berbekas di hatinya dan tidak termanifestasikan dalam perbuatannya, ilmunya hanya sekedar koleksi dan senjata pamungkas yang ditancapkan ke hati dan pikiran lawan debatnya,ilmunya hanya untuk membangkitkan “pathos” negatif  di kalangan masyarakat. Orang semacam ini adalah orang yang mengeksploitasi ilmu,dan mengeksploitasi ilmu adalah bagian dari kebodohan, mari kita bersama-sama deklarasikan perang terhadap kebodohan semacam ini!