Mahasiswa KKN UIN Walisongo, Beli Produk UMKM Lokal Bantu Tingkatkan Perekonomian Masyarakat

 


Produk Usaha Mikro kecil dan Menengah (UMKM) merupakan tiang penyangga utama perekonomian di Dusun Tempel, Mijen, Semarang yang mayoritas warganya berusaha di bidang kuliner dan perdagangan, sehingga dengan membeli produk sekitar turut membantu dalam meningkatkan perekonomian masyarakat.

“Kita harus bangga membeli produk atau makanan buatan karya anak bangsa. Jangan bangga jika menggunakan produk atau makanan impor, padahal ada produk atau kuliner serupa buatan warga tempel guyub khususnya yang kualitas dan cita rasanya dijamin lebih baik dibandingkan luar negeri,” jawab Azizatul Khamidah, salah satu Anggota KKN RDR-77 Kelompok 40 saat diwawancarai Kru Digdaya.

Lebih lanjut ia menuturkan, di masa pandemi COVID-19 ini pelaku UMKM yang masih bisa bertahan walaupun terjadi penurunan omzet atau permintaan akibat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Imbas tersebut berdampak langsung kepada produksi, bahkan ada beberapa lapak yang terpaksa  tutup. Tetapi setelah memasuki masa new normal, maka lapak atau warung-warung makan yang sempat tutup bisa Kembali buka seperti biasa.

Dengan menggunakan dan membeli produk buatan warga sekitar, sangat membantu meningkatkan perekonomian masyarakat, karena di lingkungan UMKM terjadi simbiois mutualisme seperti warga sekitar bisa ikut bekerja dan lain sebagainya. Sebagai contoh bubur sayur. Produk ini digemari para warga sekitar karena harganya yang terjangkau dan rasanya yang berbeda dengan yang lain.

Azizahpun ikut andil dalam meningkatkan UMKM warga sekitar. Dengan cara membantu berjualan Bubur di lapak yang sudah disediakan. Ia mempersiapkan makanan yang akan dijual  dan menunggu pembeli datang menghampiri.

“Bekerja sebagai penjual Bubur sayur dimasa pandemi, saya akui tidaklah mudah, apalagi sejak adanya PPKM Darurat yang membatasi mobilitas orang. Dalam sehari omzet hanya sekitar 50-70 ribu. Sebagai anggota KKN yang membantu UMKM warga sekitar, saya kerap merasa sedih Ketika tidak adanya pembeli yang datang. Namun saya berharap dengan adanya Gubuk Pintar di Tempel Guyub sekarang dapat membantu meramaikan sekitar tempat lapak kuliner,” tuturnya.

Azizah mengatakan Indonesia mempunyai sumber daya alam yang mumpuni tentunya harus dimanfaatkan sebaik mungkin dan jangan mudah menyerah, karena dalam usaha pasti ada naik turunya. Selain itu, sebagai warga Indonesia sudah seharusnya bangga dan cinta produk buatan karya anak bangsa, karena dengan menggunakan produk asing atau impor bukan menjadi kebanggaan.



Rep: Keredaksian Digdaya

Manfaatkan Bahan Alam untuk Berkreasi, Anak-anak Dusun Tempel Antusias Belajar Ecoprint

 



Dalam rangka sosialisasi pemanfaatan bahan alam sebagai alternatif mewarnai dan menghias bahan kain yang ramah lingkungan, mahasiswa KKN RDR 77 kelompok 40 UIN Walisongo Semarang adakan pelatihan ecoprint bersama warga Dusun Tempel, Jatisari, Mijen. Pelatihan ecoprint ini dilaksanakan pada hari Minggu (7/11). sebagian besar peserta yang hadir adalah anak-anak.

Sofi, salah seorang mahasiswa KKN menjelaskan, “Sesuai namanya, ecoprint berasal dari kata eco atau ekosistem yang berarti lingkungan hayati atau alam dan print artinya cetak. Proses ecoprint dilakukan dengan cara menempelkan daun atau bunga yang memiliki pigmen warna pada kain berserat alami seperti kain katun, wol, kanvas, dan sutra. Teknik ecoprint sangat cocok diajarkan pada anak-anak, mengingat teknik ini sangat mudah dipelajari dengan memanfaatkan potensi alam sekitar sekaligus ramah lingkungan karena menggunakan bahan-bahan alami.

Lebih lanjut ia menjelaskan, potensi alam yang ada di Dusun Tempel sangat mendukung untuk kegiatan pelatihan ecoprint. Di sekitar balai serbaguna yang digunakan sebagai tempat pelatihan, terdapat berbagai macam tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan ecoprint, seperti daun pepaya jepang, daun jati, daun kelor, bunga telang, bunga mawar, dan sebagainya.

Ia juga menuturkan, bahwa ada banyak teknik yang dapat digunakan untuk pembuatan ecoprint. Dalam pelatihan ini teknik yang digunakan adalah teknik pounding, yaitu menempelkan daun atau bunga di atas kain putih kemudian dipukul menggunakan palu sampai getah dari daun atau bunga keluar membentuk pola serupa daun atau bunga tersebut.

Anak-anak mengaku senang dengan adanya kegiatan ini. Mereka sangat antusias mengikuti langkah demi langkah proses pembuatan ecoprint. “Saya baru tahu, Kak. Kalau daun dan bunga ternyata bisa dipakai untuk mewarnai. Saya suka karena hasilnya cantik”, ujar salah satu peserta pelatihan ecoprint bernama Aulia.

Dengan adanya pelatihan ecoprint ini, Sofi berharap anak-anak dapat belajar menuangkan kreativitas mereka dengan memanfaatkan potensi alam sekitar sekaligus mengenalkan pada anak-anak tentang pewarna kain alami yang ramah lingkungan.

 

Rep: Keredakturan

Mahasiswa KKN RDR 77 UIN Walisongo Semarang Menyelenggarakan Acara Peresmian Gubuk Pintar Tempel Guyub 4.0

 


Dalam rangka membentuk karakter anak bangsa yang cakap akan literasi, perlu adanya upaya untuk menumbuhkan sikap gemar membaca terutama pada anak usia dini. Literasi sendiri merupakan suatu istilah yang merujuk pada seperagkat kemampuan dan keterampilan individu dalam berbagai aktifitas layaknya membaca, menulis, menghitung, berbicara dan memecahkan masalah yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari

Kaitannya dengan hal tersebut Mahasiswa KKN RDR 77 UIN Walisongo Semarang kelompok 40 yang beranggotakan 4 mahasiswa dan 11 mahasiswi telah  berhasil membuat lisensi belajar tingkat pauyuban desa yang efektif dalam bentuk perpustakaan mini yang dinamai Gubuk Pintar Tempel Guyub 4.0.

Gubuk Pintar tersebut berlokasikan di pusat desa tepatnya di desa Tempel, RT 04 / RW 04 Kelurahan Jatisari Kecamatan Mijen kota Semarang. Perpustakaan mini ini dinamai dengan Gubuk Pintar Tempel Guyub 4.0 dengan maksud dan tujuan menjadi sebuah program unggulan yang mampu bertahan dalam menumbuhkan nilai-nilai sumber daya manusia pada warga dan generasi muda desa Tempel Guyub di era 4.0 yang serba digital ini.

Penyelenggaraan acara peresmian Gubuk Pintar Tempel Guyub 4.0 tersebut dilaksanakan pada tanggal 17 November 2021 yang dihadiri oleh perangkat kecamatan, yakni Sekertaris Camat Mijen, Lurah Jatisari, ketua RW 04, ketua RT, dan warga desa Tempel, serta beberapa perwakilan dari Dosen Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang. Adapun acara diselenggarakan pada sore hari meskipun dalam kondisi cuaca gerimis, acara tetap berlangsung dengan khidmad dan lancar tanpa ada kendala apapun.

Suharno, Sekretaris Camat Mijen mengungkapkan, bahwa Gubuk Pintar Tempel Guyub 4.0 merupakan usaha nyata dari mahasiswa KKN dan warga setempat untuk mendorong kegiatan baik khususnya di bidang literasi.

“Kedepannya, kami pemerintah kecamatan maupun dari pihak kelurahan pasti mendukung kegiatan yang terselenggara di Gubuk ini, maupun di Tempel Guyub,” ucap Suharno yang harus menerjang hujan dengan sepeda motor menuju ke lokasi peresmian.

Peresmian Gubuk Pintar tersebut disambut dengan baik oleh warga setempat terutama anak-anak. Dan kedepannya perpustakaan mini ini akan diperluas dan dikembangkan dengan menambahkan berbagai fasilitas yang dibutuhkan.

“Bagi kalian yang ingin mendonasikan buku-buku layak baca ataupun alat tulis sebagai bentuk dedikasi untuk kemajuan Negeri, bisa langsung mengunjungi lokasi Gubuk Pintar Tempel Guyub 4.0 atau melalui direct message pada akun @kknrdr40. Satu buku kalian menyumbangkan berjuta ilmu dan kebaikan untuk mereka,” ucap Berliana salah satu perwakilan dari mahasiswa KKN di akhir acara.

 

 

Rep: Keredaksian

Mahasiswa KKN RDR 77 UIN Walisongo Semarang melakukan Kegiatan Masker Gratis Kepada Masyarakat Sekitar


Untuk tetap menjaga kesehatan bersama dan terhindar pastinya dari pandemi COVID-19 menggunakan masker adalah kebutuhan yang wajib buat semua kalangan, baik kalangan tua maupun muda.

Oleh karena itu, Desi Kumalasari mahasiswa KKN RDR 77 UIN Walisongo Semarang mengadakan program kerja dengan pembagian masker di sekitar lokasi KKN tepatnya di Desa Tempel, RT.04, RW.04, Kelurahan Jatisari, Kecamatan Mijen, Kota Semarang pada rabu (3/11), sekaligus mensosialisasikan gerakan 5 M untuk menjaga diri sendiri, orang sekitar dan lingkungan agar terhindar dari virus covid 19.

Tujuan diadakannya program kerja tersebut adalah membantu warga setempat agar memiliki kesadaran bahwa menjaga kesehatan itu sangat penting, apalagi COVID-19 ini adalah virus yang sangat mematikan, mengakibatkan kematian dan menularkan ke orang-orang sekitar.

Kegiatan pembagian masker gratis ini mendapatkan respon yang sangat positif bagi warga sekitar, terlebih warga tersebut perekonomiannya menengah-kebawah. Seperti yang dikatakan salah satu warga bernama Darti mengatakan : “ Mbak KKN makasih ya mbak sudah dikasih masker gratis jadi saya nggak repot lagi kalau beli soalnya jauh mbak tempatnya, dan memang bener mbak disini kesadaran memakai masker memang kurang jadi masih perlu di ingatkan terus, “ ujarnya.

Tidak hanya membagikan masker ke warga sekitar , Desi juga membagikan masker pada Ibu-ibu Jamaah Yasinan dan Tahlilan dan lagi-lagi bersosialisasi tentang gerakan 5 M yaitu mencuci tangan pakai sabun dan air mengalir,  menggunakan masker, menjaga jarak, menghindari kerumunan, serta mengurangi mobilitas atau aktifitas diluar rumah.

 

 

Rep: KKN Kelompok 40

Editor: Syafiq

Gubuk Pintar Untuk Tempel Guyub

 


Sejak diumumkannya adanya kasus Covid-19 pada awal Maret 2020 di Indonesia, membuat aktivitas industri pariwisata dan ekonomi kreatif tertekan. Adanya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) serta ditutupnya akses keluar-masuk antar wilayah menyebabkan penurunan pendapatan di sektor pariwisata.

Tempel guyub merupakan salah satu destinasi wisata kreatif yang terletak di Desa Tempel, kelurahan Jatisari, Mijen kota Semarang. Terdapat berbagai spot foto menarik, tempat memancing, bahkan warga sekitar mendirikan bazar di sekitar lingkungan tersebut.

Selama kurang lebih 2 tahun Tempel Guyub berdiri, tidak dapat dipungkiri bahwa Tempel Guyub adalah salah satu pendongkrak ekonomi warga Kelurahan Jatisari. Namun semenjak adanya PPKM yang diberlakukan oleh pemerintah sejak awal tahun 2021 ditambah beberapa sarana yang sudah mulai rapuh membuat Tempel Guyub mulai sepi pengunjung. Untuk itu, pada pertengahan bulan  Oktober 2021  lalu, kelompok 40 KKN RDR Angkatan 77 UIN Walisongo Semarang bersama warga membantu untuk memperbaiki kembali ecowisata ini dengan membersihkan rumput liar, mengecat, dan mengganti bambu-bambu yang sudah rapuh.

Tidak sampai disitu saja, KKN kelompok 40 juga membangun tempat baca berupa gubuk kecil berukuran 3x7 yang didalamya terdapat berbagai buku bacaan mulai dari buku anak-anak hingga buku filsafat. Gubuk kecil itu oleh KKN Kelompok 40 dinamai dengan “Gubuk Pintar Tempel Guyub 4.0”.

Bersama warga dan seluruh anggota KKN tim 40,  Gubuk Pintar Tempel Guyub 4.0  akhirnya diresmikan pada tanggal 17 November 2021 oleh bapak Sekretaris Camat Kecamatan Mijen. Kedepannya dengan adanya gubuk baca ini diharapkan dapat meningkatkan semangat membaca dikalangan anak-anak maupun dewasa di Desa Tempel khususnya dan dengan adanya gubuk baca ini diharapkan pengunjung yang datang ke Tempel Guyub mengalami peningkatan sehingga roda ekonomi di sekitar lingkungan tersebut tetap berputar dengan baik.

Rep. Ofi

Mahasiswa KKN RDR 77 Kelompok 40 Menggelar Kegiatan Kemasyarakatan Di Dusun Tempel Guyub



Di Desa Tempel Guyub, tepatnya di dusun Tempel, Jatisari, Mijen, kabupaten Semarang,  tempat tim KKN kelompok 40 UIN Walisongo Semarang mengabdi kepada msyarakat dengan  ikut serta berkegiatan dan bersosialisasi bersama warga setempat. Salah satu hal yang menarik perhatian dari desa ini adalah dengan adanya spot destinasi Gubuk Tempel Guyub di tengah-tengah pematang sawah, pemandangan alam nan indah tersaji disana. Perekonomian masyarakat setempat bergantung dari sana, seperti berjualan makanan ringan dan minuman. Oleh karena itu, tim KKN serta dibantu warga sekitar memperindah kembali gubuk tersebut agar tetap terjaga dan menarik untuk dikunjungi, sehingga bisa mempengaruhi perekonomian warga setempat.

Selain itu, di desa tersebut cukup aktif dengan kegiatan keagamaan seperti dzibaan atau sekedar tahlilan setiap setelah isya’. Acara dzibaan paling sering diadakan di masjid, terkadang juga diadakan di salah satu rumah warga seperti tahlilan. Kegiatan seperti ini sekaligus dapat mempererat tali persaudaraan masyarakat setempat. Kemudian diadakannya lomba taman toga yang dilaksanakan pada 30 Oktober 2021. Kegiatan ini juga termasuk kegiatan yang cukup bermanfaat. Selain dapat bersosialisasi dengan sesama, bergotong royong menghias sepetak tanah untuk dibuat menjadi taman toga yang indah dengan kreatifitas dari ide bersama. Ada sebagian yang menata tanah, mengecat pagar, menata tanaman, dan sebagainya, hal lain yang didapat adalah bisa  belajar tentang nama-nama tumbuhan beserta manfaatnya. 

Warga setempat cukup tertarik juga dengan beberapa agenda yang kelompok 40 buat. Seperti acara pelatihan pembuatan handsanitizer yang diadakan pada tanggal 17 Oktober 2021 di balai desa. Pembuatan handsanitizer ini dengan menggunakan bahan-bahan alami seperti daun sirih, dan jeruk nipis. Kemudian ada acara pelatihan membuat eco-print yang dilaksanakan pada tanggal 7 November 2021. Dimana dalam proses pembuatannya dengan menggunakan cat alami langsung dari sari daun atau bunga yang sudah ditata di atas tote bag atau kain putih kemudian di dipukul dengan batu atau sejenisnya untuk mengeluarkan air dari daun atau bunga tersebut sehingga akan terbentuk pola sesuai dengan bentuk daun atau bunga tersebut. ruang cakupannya tidak hanya para orang tua, namun juga generasi milenial. Oleh karena itu, kami berharap semoga apa yang kita bagikan bisa menjadi ilmu yang bermanfaat bagi warga setempat, pun sebaliknya.

Rep : Asriyati Sarifah Fajrina


Tim 40 KKN RDR 77 UIN WALISONGO Adakan Podcast Relasi Agama dan Kesehatan

 

Kelompok 40 Kuliah Kerja Nyata Reguler Dari Rumah 77 Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang mengadakan podcast dengan tema "Relasi Agama dan Kesehatan mental" dalam rangka meningkatkan awareness kepada mesyarakat mengenai kesehatan mental. Acara ini dilaksanakan pada senin (8/11) secara daring, disiarkan di Live Streaming Instagram serta You Tube.

Pilihan tema tersebut berkaitan dengan pandemi COVID-19 yang berdampak pada berbagai aspek, salah satunya kesehatan mental. Beberapa tahun terakhir orang-orang ramai berkoar-koar mengenai kesehatan mental, di masa pandemi seperti ini banyak orang mengalami stres bahkan depresi.

Islam memberikan beberapa solusi untuk mengatasi mental illness dengan niat ikhlas, sabar, shalat, tawadhu' dan bersyukur, serta doa dan dzikir. Strategi seperti ini dalam versi ahli psikologi seperti relaksasi, berpikir dan mengatur waktu.

"Fungsi agama bagi psikologis manusia adalah sebagai pelipur para terhadap permasalahan yang dihadapi serta penyelamat agar terhindar dari mental breakdown," tutur Gipa selaku narasumber.

Agama Islam juga bisa menjadi penenang bagi pemeluknya, karena dalam Al-Qur’an segala macam obat sudah ditemukan oleh para ulama dan para ahli di bidangnya masing-masing.

"Mengutip ucapan Karl Marx bahwa agama adalah sebuah candu, bisa diartikan (dalam hal kebaikan)  agama memberikan sifat penenang kepada manusia dalam menjalani kehidupannya,” tuntasnya.

 

Rep: Keredaksian

Gus Marzuki Wahid: Nabi Muhammad adalah Seorang Feminis



Kelompok 40 dan 59 Kuliah Kerja Nyata Reguler Dari Rumah 77 Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang menggelar Webinar Nasional "Ekofeminisme dalam Islam dan Bagaimana Peran perempuan”. Acara ini diselenggarakan pada jum’at (12/11) secara virtual lewat aplikasi Zoom Meeting. Pembicara pada webinar tersebut adalah Gus Marzuki Wahid,  Sekretaris LAKPESDAM PBNU dan Ning Imaz Fathima Zahra, pengasuh Pondok Pesantren Al-Ihsan Lirboyo, serta dimoderatori oleh Syafiq Yunensa, salah seorang pengerak Gusdurian Semarang.


Kesetaraan Perempuan terkadang dianggap lebih rendah, dibandingkan laki-laki. Namun sejatinya di dalam agama, khususnya Islam mengajarkan kebaikan, dan kesetaraan serta memuliakan kaum hawa.

Hal tersebut terbukti tidak hanya tercantum didalam ayat suci Al-Qur'an, namun juga memalui perlakuan Rasulullah SAW terhadap kaum perempuan, serta hak-haknya yang diberikan setelah datangnya islam dimuka bumi.

Pemikiran turun-menurun bahwa perempuan lebih rendah posisinya dibandingkan dengan kaum laki-laki menjadi masalah dari ketimpangan gender yang masih terjadi. Maka dari itu perlu adanya teks, realitas dan akal yang benar. Sangatlah penting dalam membaca teks dan realitas menggunakan akal setiap manusia, tidak hanya menelan metah-mentah teks yang ada.

"Islam itu sangat feminis, sangat menghargai perempuan, nabi Muhammad memperjuangkan kesetaraan dan keadilan gender, secara sistem maupun struktur. Semuanya terefleksikan dalam ajaran Islam. Tapi penafsiran yang salah terhadap teks Al-Qur'an memutarbalikkan fakta yang sebenarnya," ungkap Rekter ISIF tersebut.

Ia melanjutkan, akal memiliki peran penting dalam memahami teks dan konteks realitas. Maka untuk menghilangkan pemikiran masyarakat yang telah mengakar terkait kesetaraan, dibutuhkan upaya menyeluruh dari berbagai sisi, termasuk agama dan akal.

Senadan dengan Guz Marzuki Wahid Sekretaris, Ning Imaz Fatimah Zahra Mengatakan, Bahwa di dalam Alquran telah memberikan isyarat bahwa kaum perempuan bisa menjadi sukses dan menjadi pemimpin melalui tiga surat yang mengisahkan Ratu Balqis. Bahkan Rasulullah SAW menjadi yang pertama mengizinkan perempuan untuk ikut  ke medan perang. Rasululah sendiri lah memproklamasikan kemerdekaan perempuan 


"Prinsip kemaslahatan dalam islam haruslah didahulukan, Islam itu agama yang rahmatan lil alamin. Ada dalil naqli, ada dalil aqli. Bila kita ingin menjadi seorang yang religius maka kita harus menonjolkan sisi kemanusiaan kita, akhlak baik dan segi kebermanfaatan kita bagi sesama," tutur Ning Imaz Pengasuh Pondok Pesanten Al-Insan yang juga aktif di gerakan perempuan.

Lebih lanjut ia menjelaskan "perempuan sekarang lebih dibutuhkan tidak hanya pada wilayah domestik. Perempuan harus menyadari bahwa revolusi zaman pasti ada, tapi nilai-nilai Islam tetap harus terimplementasikan. Perempuan seperti khadijah menunjukkan bagaimana power perempuan pada masa itu, sudah sepatutnya perempuan masa sekarang mencontohnya. Kita tidak usah jauh-jauh melihat perempuan hebat sekarang, dalam islam pun sejak dulu sudah banyak yang mencontohkan. Membahas perempuan relasinya dengan budaya dan sosial, melihat sejarah saja sudah cukup. Tapi secara syariat, jelas dengan dalil-dalil yang ada, “pungkasnya

Usung Wacana Creative With Nature, Mahasiswa KKN UIN Walisongo adakan Pelatihan Ecoprint

 


Mahasiswa KKN RDR-77 Kelompok 40 UIN Walisongo Semarang mengadakan pelatihan ecoprint yang di ikuti oleh anggota PKK Desa Jatisari dan anak-anak yang ada di lingkungan RW IV Dusun Tempel, Keluarahan Jatisari Mijen.  Pelatihan ecoprint dimulai pukul 10 hingga pukul 1 siang bertempat di Balai Serbaguna RW IV.

Kegiatan pelatihan tersebut dilaksanakan untuk mendorong para peserta agar tetap aktif dalam mengasah kreativitas di tengah pandemi dan umensosialisasikan penggunaan pewarna  alami dari dedaunan yang ramah lingkungan untuk mengganti pewarna tekstil yang tidak ramah lingkungan.

 

Tahapan dalam membuat batik ecoprint Cukup sederhana dan mudah di ikuti oleh peserta. Adila, salah satu peserta dari kalangan anak-anak mengaku senang sekali dalam mengikuti pelatihan ecoprint, karena bisa berkarya sendiri dengan memanfaatkan bahan dan barang yang gampang didapatkan.

“Ternyata mudah dan hasilnya pun bagus, Kak,” jawab Adilla saat ditanya oleh kru.

 

"Pelatihan ecoprint ini bisa menambah wawasan, ilmu, dan menginspirasi kita bahwasanya dari alam seperti Daun, bunga bisa dimanfaatkan untuk mewarnai tas, totebag, baju atau yang lainnya" tutur Umi salah seorang anggota PKK.

Meihana, ketua pelaksana Pelatihan Ecoprint menuturkan, wacana moderasi beragama, keadilan gender, dan Go Green terus digaungkan oleh UIN Walisongo lewat berbagai program pengabdiannya.

“Lewat pelatihan ecoprint ini, kami berharap masyarakat sadar betapa pentingnya berkarya dengan tidak merusak alam, tapi memanfaatkannya dengan baik,” tuturnya.

 

Rep: Keredaksian

Mahasiswa KKN RDR-77 Kelompok 40 Ikut Serta Dalam Kegiatan UMKM Membatik Di Desa Trembulrejo Ngawen-Blora




15 November 2021, Salah satu Mahasiswa Kuliah Kerja Nyata Reguler Dari Rumah Ke-77 Kelompok 40  melakukan pengabdian masyarakat pada kegiatan Sosial Non Fisik di bidang ekonomi dengan mengikuti kegiatan pemberdayaan masyarakat melalui gerakan membatik.

Kegiatan gerakan membatik dirintis pada awal masa jabatan Kepala Desa Bapak Ahmad Sucipto yang mana sudah dua kali diadakan pelatihan membatik bersama ibu – ibu PKK tempatnya di Balai Desa Trembulrejo. Dilanjut pelatihan membatik yang ke-3 kalinya tidak hanya di ikuti ibu – ibu PKK saja melainkan bersama ibu – ibu Muslimat juga. Pasca jabatan Bapak Ahmad Sucipto diadakan lagi pelatihan membatik dari DIKNAS kabupaten Blora.

“Tidak hanya pelatihan sampai disitu saja, Saya melanjutkan di BLK (Balai Latihan Kerja) selama satu bulan dan Insya Allah Kegiatan membatik ini menjadi salah satu ladang aset untuk peningkatan UMKM di Desa Trembulrejo Kecamatan Ngawen, Kabupaten Blora. Gerakan membatik biasanya dilaksanakan di Balai Desa Trembulrejo dan biasa juga di rumah saya soalnya kalau di balai desa agak panas”. Tutur Ibu Tari (salah satu warga desa Trembulrejo).

Proses Produksi kain batik dimulai dari Pertama, kain direndam selama semalam lebih bagus pakai air hujan (kainnya ada 2 jenis yaitu kain Prima/kasar dan Premis/halus) kemudian kain dijemur sampai kering, kalau sudah kering bisa disetrika. Kedua, kain diblat dengan kertas roti yang terlebih dahulu sudah digambar pola motif batiknya. Ketiga, kain yang sudah ada motifnya kemudia dicanting dengan bahan lilin/malem dan alat yang semuanya masih serba tradisional manual. Keempat, mewarnai kain yang sudah dicanting, Kelima, kain yang sudah diwarnai kemudian dikunci/dibilas memakai air waterglass dan biarkan selama semalam. Keenam, Pagi harinya kain yang sudah dikunci baru dilorot menggunakan air panas. Ketujuh, Step terakhir yaitu kain dijemur sampai kering, kalau sudah kering kain batik siap dikemas.

“Kain batik tulis produksi warga desa Trembulrejo ini sudah pernah kirim sampai palangkaraya, pontianak, pesanan dari Dekranada 15 potong, dan dari DPR juga pernah pesan 20 potong kain batik. Untuk harga kain batik Trembulrejo ini tergantung dengan Motif dan jenis kainnya, kalau kainnya Premis harganya lebih mahal, kalau Prima lebih murah. Kemarin dari Dekranada dihargai 200ribu/potong, dan saya kirim ke Palangkaraya dihargai 250ribu/potong.” Tutur Ibu Tari

Revitalisasi Ingatan Kolektif


 


Sejarah bangsa Indonesia mengajarkan banyak makna di dalamnya. Berbagai macam pertempuran terjadi hampir di seluruh pelosok Nusantara. Penyusunan strategi, metode, model, taktik dan teknik turut kemas dengan rapi oleh para pahlawan. Mereka rela mengorbankan segalanya untuk melihat bangsa tercinta merdeka dari penguasaan para penjajah. Namun, tidak banyak yang tahu dari sekian banyak pahlawan kemerdekaan nama-namanya kini seakan tertelan seiring dengan perkembangan zaman.

Era globalisasi kini berkembang dengan sangat cepat dan deras hingga seakan menuntup ingatan para generasi muda Indonesia akan jasa-jasa para pahlawan. Hal tersebut dapat dibuktikan ketika secara langsung menenui anak-anak Indonesia yang hidup di zaman milenial ini justru sedikit ingatnnya akan peran perjuangan para pahlawan, tempat-tempat bersejarah bagi kemerdekaan negara Indoensia, apalagi peran setiap pahlawan-pahlawan tersebut. Justru yang dihafal saat ini adalah para artis-artis barat yang setiap harinya diakses melalui media-media sosial yang ada.

Padahal dengan kemudahan yang tersedia saat ini juga turut memberikan peluang lebar bagi para generassi milenial untuk belajar sejarah dari sumber-sumber yang dinginkan. Pencarian berita atau sejarah kemerdekaan Indonesia dapat ditemukan hanya dalam hitungan detik. Namun, akibat tergerus oleh dampak negatif di zaman globalisasi ini rasa memiliki dan bangga akan perjuangan para pahlawan terdahulu kian mengalami penurunan. Generasi saat ini lemah akan ingatan kolektif.

Ingatan kolektif merupakan gabungan ingatan atau kesadaran sekelompok masyarakat di masa lampau yang hidup kembali pada masa kini untuk dimaknai sekaligus menjadi cerminan kehidupan bersama. Berdasarkan pengertian di atas maka sangat penting melakukan revitalisasi ingatan kolektif bagi pemuda di Indonesia. Mengapa harus pemuda?. Apakah para generasi terdahulu tidak perlu untuk melakukan revitalisasi ingatan? Jawabannya tentu sangat perlu.

Alasan mengapa terfokus pembahasan pada generasi mudanya sebab para pemudalah yang akan menjadi pemimpin di masa depan bagi setiap daerah di Indonesia dan tidak terkecuali pemimpin bagi negara Indonesia. Apabila sejak dini para genersi muda tidak memiiliki ingatan kolektif yang kuat maka dapat mengancam keutuhan marwah bangsa Indonesia. Penting agar jati diri bangsa Indonesia ini terjaga kesuciannya, dalam artian sejarah telah dibelokkan atau bahkan dihapuskan.

Apabila sejarah sampai dibelokkan atau dihapus, maka anak cucu bangsa Indonesia akan terlahir dan terbentuk dengan tidak memiliki rasa memiliki akan negara Indonesia. Terbentuknya pribadi yang individualis, acuh tak acuh dan mudah terkecoh dengan perkembangan bangsa lain yang justru mengahwatirkan bagi bangsa diri sendiri khususnya, dan masyarakat serta negara Indoensia para umumnya.

Kondisi inilah yang nampaknya sedang dikiritisi oleh para pemerintah dan pemerhati bagi para pemuda Indonesia, sehingga tema besar dalam peringatan hari pahlawan tahun 2021 ini adalah pahlawan Inspirasiku.

Dilansir dari kemensos.go.id (26/10/2021) pahlawaku inspirasiku mrupakan tema hari pahlawan tahun 2021. Tema ini diangkat tentu dengan sebab dan makna. Pemilihan tema tersebut yakni agar masyarakat dalam meneladani semangat para pahlawan dan sesuai dengan potensi dan profesi masing-masing dalam mempertahankan bangsa Indonesia. Maka dangat revitaslisasi ingatan kolektif merupakan sebuah tindakan yang harus dibumikan di negara Indonesia.

Lalu, diberitakan melalui Kompas.com (1/11/2021) dalam rangka memperingati hari pahlawan tahun 2021 bahwa salah satu makna dan filosofi logo dari dari pahlawan tahun 2021 ini adalah buku. Buku merupakan jendela dunia, dengan buku maka seseorang dapat melalang buana mengetahui informasi dunia, ilmu-ilmu yang telah berkembang dan tidak terkecuali sejarah bangsa Indoensia. Namun, mirisnya kedaan yang terjadi sat ini pada generasi mudanya adalah krisis minat baca, khusunya membaca buku. Padahal dengan membaca buku adalah salah satu kebiasaan yang senantiasa dilakukan oleh para pahlawan kemerdekaan.

Beberapa nama para pahlawan yang terkenal gemarnya membaca buku diantarnya Ir. Soekarno, R.A Kartini, Moh. Hatta, B.J. Habibie dan K.H. Abdurahman Wahid. Tokoh-tokoh tersebut merupakan tokoh-tokoh terkenal yang jasa dan pemikirannya mempunyai pengaruh besar bagi bangsa Indonesia. Namun, bagaimana dengan kondisi generasi muda bangsa Indonesia yang dapat dikatakan bahwa cenderung semakin jauh dengan buku. Walaupun buku kini juga bertransfomassi ke bentuk digital, tetapi minat baca buku para generasi muda bangsa Indoensia tergolong rendah.

Kompas.com (23/6/2020), UNESCO menyatakan bahwa Indonesia tergolong negara yang rendah minat baca buku dari 61 negara yang dilakukan penelitian. Berdasarkan hal tersebut maka di dalam memaknai hari pahlawan tahun 2021 para generasi muda harus melakukan perbaikan dan berjuang meyelaraskan zaman. Lalu, apabila dikaitkan dengan pemaparan di atas tentang ingatan kolektif maka dengan meningkatkan minat baca merupakan cara untuk mewujudkannyaa. Selain kembali memahami bahwa membaca adalah perintah dari Allah secara langsung memlaui firmannya yang eprtama kali turun di muka bumi yakni surah Al-Alaq ayat 1-5, di dalam  ayat tersebut yang tersebut diterangkan bahwa manusia itu diperintahkan untuk membaca agar dapat mengetahui kondisi terkini dalam mengatasi masalah yang muncul. Dengan demikian. membaca buku acara kebiasaan yang harus dibumikan sejak dini bagi generasi muda bangsa Indonesia dalam menjaga bumi nusantara.

Waullohu’alam Bishhowab.

 

Oleh: Yulia Mayasari (Peneliti pada Islamic Research Center Jawa Tengah)

Muslim Intelektual, Muslim Spiritual

 


Mengapa Agama Tidak Menjadi Empiris secara Keseluruhan Saja?

Banyak timbul pertanyaan, mengapa agama tidak mewujudkan dirinya dalam bentuk yang sepenuhnya empiris (Totally Tangible)? Bukankah dengan menjadi sepenuhnya empiris, agama akan menjadi lebih mudah dipercaya? Bukankah dengan menjadi sepenuhnya empiris, agama akan menjadi lebih mudah dianut? Mengapa agama memiliki konsep-konsep yang bersifat esoterik (batiniah)?

Pertanyaan ini dijawab Oleh mufassir terkemuka PEnulis magnum opus yang berjudul Tafsir Al-Mishbah, beliau adalah Muhammad Quraish Shihab, beliau berargumen bahwa “Ajaran agama yang bebas dari sesuatu yang tidak diketahui tidaklah wajar dinamai agama, karena agama menuntut kepercayaan. Agama diperentukkan buat  manusia, sedangkan manusia memiliki kecenderungan antara lain  yang kehausan menembus tabir yang tertutup. Pada saat yang sama, agama yang penuh dengan hal-hal yang tertutup lebih bertentangan dengan akal manusia, bukanlah agama yang sesuai dengan fitrah manusia. Islam datang dengan akidah yang moderat, sehingga banyak sekali ajarannya yang terjangkau nalar tapi ada juga yang tidak terjangkau nalar. Memang dalam hidup ini ada hal-hal yang bersifat rasional, ada juga yang irasional, dan ada lagi yang di tengah keduanya, yakni suprarasional. Jenis inilah yang dikenal oleh Islam bersama yang rasional, sedang yang irasional ditolaknya.”

Melanjutkan dari Muhammad Quraish Shihab “Demikianlah, dalam akidahnya yang mempertemukan gaib yang tidak terjangkau oleh akal dan pancaindra dengan kenyataan yang dijangkau oleh indra dan akal, lalu mempertemukan keduanya melalui fitrah manusia yang menuntut pemuasan akal sekaligus kerinduan kalbu kepada yang gaib.” (M. Quraish Shihab, 2019:51)

Maka jelaslah bahwa disamping manusia memiliki daya aqliyah yang mesti terus menerus diasah dengan berbagai macam aktivitas intelektual (membaca, menulis, riset dll), manusia juga memiliki daya spiritualnya yang juga mesti diasah terus-menerus, sebab akal tanpa ruhani adalah kebutaan, ruhani tanpa akal adalah kemabukan, kepintaran akan kosong tanpa sandaran spiritualitas, pikiran penuh akan samudra ilmu pengetahuan sementara hati gersang tanpa adanya siraman spiritualitas, pada akhirnya, hati yang terdalam akan merintih “Ilahi, apa guna kecerdasanku ini?”. Sementara itu, spiritualitas tanpa intelektualitas akan menghasilkan “kebodohan dalam kepercayaan” yang tak kalah merugikan dibanding intelektualitas tanpa spiritualitas.

Walhasil, manusia secara fitrah selalu haus akan pemenuhan aspek akal dan batin, sehingga masing-masing aspek mesti dipenuhi secara seimbang supaya tercipta insan yang sehat dan terpenuhi, yang bertafakur juga bersujud.

 

Aspek intelektualitas dan spiritualitas dalam Islam

Faktanya, Islam sangat mengutamakan peran intelektualitas (akal) dalam beragama, sebagaimana yang disebutkan dalam atsar “Al-dinu ‘aqlun la dina liman la aqla lahu” yang artinya adalah “Agama itu akal, tidak ada agama bagi yang tidak berakal”. Contohnya adalah dalam konsep ijtihad yang dilakukan dengan meninjau realitas sosial yang ada dan menjawab problema didalamnya dengan prinsip syari’at, kemudian konsep tajdid (pembaharuan) yang merenovasi Islam secara penampilan agar tetap segar dan mampu menjawab tantangan, kedua proses ini mustahil dilakukan apabila Islam itu sendiri menafikan aspek intelektualitas dalam ajarannya, bahkan untuk bersyahadat pun, salah satu syaratnya adalah mukallaf yakni kesadaran secara intelektual, tanpa kesadaran intelektual, mustahil seorang hamba akan teguh dalam berislam.

Pertanyaan “Apa bukti adanya Allah?”, “Apa bukti Al-Qur’an bukan kalam nabi melainkan kalam Allah?”, “Bagaimana menerapkan amar ma’ruf nahi munkar dengan benar? Semua pertanyaan tidak akan bisa dijawab hanya berdasarkan pada penyandaran kepada dalil naqli, akan tetapi mesti dijawab dengan dalil aqli yang berasaskan ilmu yang holistik, ilmu yang holistik didapatkan melalui proses aqli, maka kembali lagi, mustahil Islam menafikan intelektualitas, karena fundamen iman bukan hanya kepercayaan di hati, tetapi juga kesadaran oleh akal pikiran yang dengan akal pikiran itu kita memperoleh ilmu pengetahuan.

Selain pentingnya aspek intelektual dalam Islam, aspek spiritual dalam Islam tidaklah bisa  dipisahkan dari aspek intelektualitas, karena seharusnya, seiring bertambahnya ilmu mestilah pula iman bertambah, seiring iman bertambah mestilah pula amal bertambah, maka dalam Islam, ilmu tidak bisa terlepas dari spiritualitas, pikir tidak boleh terlepas dari dzikir, melatih intelektualitas mesti berjalan berkelindan dengan melatih jiwa (mujahadah), dan menuntut ilmu tidak boleh lepas dari beramal shalih. Seorang berilmu yang sungguh-sungguh berilmu di-drive oleh imannya untuk beramal dengan cara memberantas kebodohan yang mewabah, menyampaikan haq membunuh bathil, membangun SDM dan memanfaatkan SDA secara bijak, dan lain sebagainya, sehingga tidak bisa tidak, muara ilmu mestilah amal yang diasaskan iman.

Ilmu akan meningkatkan derajat seseorang, karena dengan ilmu, orang semestinya akan memberdayakan ilmunya dengan cara memberdayakan masyarakat, dan ahli ilmu yang sejati akan selalu terikat dengan akhlak yang baik. Maka marilah kita berinstrospeksi, jika makin berilmu kita  kitalah makin jauh kita dari Allah dan malah makin malas dalam beramal, apakah ilmu-ilmu yang kita pelajari itu mengangkat derajat kita?

 

Membangun ruh intelektualitas dan spiritualitas umat Islam

Seiring perkembangan zaman, mau tidak mau dan siap tidak siap, umat Islam tidak bisa tampil sebagai umat yang rutinitasnya hanya berhenti pada aspek ritualistik saja, tetapi rutinitas umat harus meningkat ke aspek intelektualistik. Akan tetapi, apakah dengan menjadi intelektualistik kita harus menafikan aspek ritualistik? Apakah dengan rajinnya kita belajar di perpustakaan kita harus menjadi jarang beribadah di masjid? Tentu tidak, karena sesungguhnya kedua aspek tersebut tidaklah bisa dipisahkan.

Masjid sebagai tempat beribadah umat berperan sebagai sarana meningkatkan iman umat, seiring meningkatnya iman umat, masjid juga mesti meningkatkan aspek solidaritas umat. Selain masjid yang berperan sebagai sarana peningkatan iman dan solidaritas umat, perbanyak pula forum-forum kajian akademis dan teologis (majelis ta’lim) yang aktif berperan dalam misi edukasi umat yang menyeimbangkan kajian teologis dengan kajian epistemologis, jika umat diajarkan kajian fiqih, maka umat diajarkan pula konsep berpikir kritis untuk menguatkan intelektualitas umat melawan jahalah, umat harus berteologi dengan epistemologi dan berepistemologi dengan teologi.

Hanya dengan jalan menyeimbangkan kedua aspek (intelektualitas dan spiritualitas) lah umat Islam mampu bertahan ditengah kerasnya gelombang modernisasi dan bisa berkontribusi dalam pembangunan nasional dengan momentum fastabiqul khairat untuk mencapai mashalih.

 

Perkuat Toleransi, kelompok KKN 40 UIN Walisongo Adakan Kunjungan ke Pura

 


Dalam rangka menguatknan moderasi beragama khususnya pada bidang toleransi antar umat Beragama, Tim 40 KKN RDR 77 UIN Walisongo Semarang adakan kunjungan ke Pura Agung Giri Natha Semarang sekaligus berdiskusi perihal Agama Hindu dan Perannya untuk Indonesia, pada Sabtu (06/11).

Rampung dibangun pada 1984, Pura Agung Giri Natha sekarang dijadikan Pura Provinsi Jawa Tengah. Terletak di Jl. Sumbing No. 12 ini bisa dikunjungi siapa saja. Kedatangan Tim KKN 40 disambut baik oleh pengempon Pura Agung Giri Natha Semarang.

Menurut Syafiq Yunensa pada sambutan di awal diskusi, moderasi beragama dianggap sangat penting karena dengan majemuknya masyarakat Indonesia dan banyaknya ragam yang ada di tengah-tengah masyarakat, harus saling toleran untuk menjadikan persatuan. Dan setiap agama yang dianut atau yang diyakini oleh setiap manusia mempunyai nilai luhurnya masing-masing.

“Seperti kata Gus Dur, bahwa Indonesia ada karena perbedaan. Bila perbedaan itu tidak kita kelola dengan baik dengan membangun sinergitas antar sesama anak bangsa, maka bisa menimbulkan malapetaka. Maka kunjungan kawan-kawan kelompok 40 ini, adalah bagian dari menguatkan kebersamaan dalam perbedaan itu,” ucap Syafiq Yang juga salah satu penggerak Gusdurian Semarang.

Di Pura Giri Natha sendiri sudah menerapkan prinsip-prinsip moderasi sejak pertama kali di bangun,di antaranya tidak sedikit orang dari agama selain Hindu yang membantu pekerjaan di Pura tersebut.

“Dalam Hindu kami diajarkan ‘Tat Twam Asi’ yang artinya aku adalah kamu, dan kamu adalah saya. Maka kami sebagai Umat Hindu memperlakukan sesama manusia entah itu dalam lingkup satu agama maupun tidak, dengan perlakuan yang sama, sebagaimana kami memperlakukan diri kami sendiri,” ucap Ida Bagus Gde Winaya salah seorang Pinandita Pura Agung Giri Natha Semarang.

Selain itu Dokter Komang Dipta, salah seorang penggerak Persaudaraan Lintas Agama Semarang yang beragama Hindu, mengatakan bahwa agenda seperti ini perlu terus dilakukan karena bicara moderasi tak bisa hanya sebatas teori-teori.

“Datang langsung ke sumbernya untuk menghindari prasangka buruk dan stigma yang berkembang adalah salah satu cara untuk merajut harmoni dan memupus prasangka.” Tuturnya.

Seusai diskusi, tim 40 diarahkan untuk masuk ke bagian inti dari Pura tersebut untuk melihat bagaimana tempat Ibadah Umat Hindu dan berkunjung ke spot foto strategis yang menampilkan pemandangan indah kota Semarang yang terdapat di salah satu sudut lingkungan Pura tersebut.

 

 


Rep: Keredaksian Digdaya  

 

Pandemi Belum Usai, Kelompok 40 Adakan Pelatihan Pembuatan Hand Sanitizer

 


Anggota kelompok 40 KKN RDR 77 UIN Walisongo Semarang adakan acara Pelatihan Pembuatan Hand Sanitizer bagi kalangan ibu-ibu dusun Tempel, Mijen secara langsung terbatas pada Minggu (17/10) dengan memanfaatkan balai pertemuan warga sebagai lokasi strategis karena dinilai strategis untuk berkumpulnya kalangan ibu-ibu.

Seiring berjalannya waktu, pandemi kian menambah daftar kebutuhan wajib manusia yang sepertinya akan menjadi sesuatu yang diamini dan dianggap wajar oleh masyarakat hingga kurun waktu mendatang. Contohnya saja hand sanitizer, suatu barang sederhana namun dianggap tidak penting hingga pandemi tiba. Ternyata barang sederhana tadi layak dinomor utamakan karena meskipun kecil dan remeh, hand sanitizer amat penuh akan sarat keefektifan dan keefesienan.

Desi Kumalasari selaku Penanggung Jawab di agenda Pelatihan Hand Sanitizer yang diadakan oleh KKN kelompok 40 ini mengatakan, pelaksanaan agenda ini dimaksudkan untuk memberi pembekalan keilmuan mengenai pembuatan hand sanitizer khususnya kepada kalangan ibu-ibu yang biasanya menjadi garda terdepan untuk keluarga di rumah dengan tetap menerapkan protokol kesehatan yang ada saat berlangsungnya acara.

“Pelatihan Pembuatan Hand Sanitizer ini ditujukan untuk meningkatkan kreativitas masyarakat di tengah pandemi Covid-19 dengan memanfaatkan bahan-bahan yang mudah didapat dan hemat biaya,” tutur Desi sapaan akrabnya kepada salah satu tim Kominfo kelompok 40.

Selain memberikan pembekalan keilmuan kepada kalangan ibu-ibu sekitar, Desi selaku Penanggung Jawab acara juga mengharapkan acara ini, sedikit bisa membantu perekonomian warga sekitar karena nantinya hasil dari produk hand sanitizer ini dapat diperjual belikan. Ditambah lagi dengan kemudahan mendapatkan bahan dasar dari hand sanitizer ini.

“Mengingat bahan dasar yang digunakan dalam pembuatan hand sanitizer ini disesuaikan dengan kondisi lingkungan sekitar yang masih kaya dengan tetumbuhan hijau, yaitu jeruk nipis dan daun sirih yang pastinya amat mudah ditemui di lingkungan sekitar, yang mana daun sirih ini mempunyai sifat anti bakteri. Kemudian, tinggal ditambahkan alkohol dengan kadar 70% dan essence agar bisa menciptakan bau yang wangi dan cocok dijadikan sebagai pembersih tangan instan.”

Acara yang dikoordinir oleh kelompok 40 dengan bantuan antar ketua RT di sekitar, dapat menjadi salah satu bukti nyata bentuk mahasiswa UIN Walisongo yang mau turut turun tangan langsung dan bersinergi bersama masyarakat sekitar untuk saling menjaga hadapi virus Corona.

 

 

Rep: Keredaksian

Syafiq Yunensa: Membaca adalah Kebutuhan, Menulis adalah Perjuangan

 


Kelompok 40 Kuliah Kerja Nyata Reguler Dari Rumah 77 Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang bekerjasama dengan Digdaya Book menggelar diskusi offline terbatas dengan mengusung tema “Menjadi Penulis Muslim yang Produktif”.

Acara ini dilaksanakan pada selasa (9/11) 2021 di Sekretariat LPM Edukasi. Pembicara pada agenda tersebut adalah Muhamad Syafiq Yunensa, salah seorang penulis muda yang seringkali menulis tentang dunia pesantren dan jalanan di setiap bukunya.

 

Syafiq menyebutkan bahwa bisa menulis bukanlah sebuah bakat yang kita dapatkan sejak lahir, tapi sebuah kebiasaan yang terus dilatih.

“Burung merpati yang ditakdirkan untuk terbangpun harus belajar loncat, mengepakkan sayapnya, untuk terbang. Mereka tak akan bisa terbang bila tidak mau belajar terbang. Begitu pun manusia dengan segala potensi yang” tutur mahasiswa PAI UIN Walisongo yang juga Pemimpin Redaksi LPM Edukasi.

 

Diceritakan bahwa dalam sejarah dunia, kemajuan peradaban tidak bisa lepas dari para penulis Muslim dengan karya-karyanya yang monumental. Sayangnya umat Muslim kini cenderung stagnan karena terlena dengan kejayaan masa lalu.

“Sebagai generasi muda kita harus meneruskan bahkan melebihi orang-orang terdahulu kita. Menjadi muslim tidak hanya terpaut pada persoalan ibadah-ibadah yang bersifat ritual saja, tapi belajarlah pada para ilmuwan Islam di masa lalu yang bisa menguasai berbagai bidang sekaligus,” ucap penulis buku Berandal Bermoral tersebut.

 

“Dalam sejarahnya, Pribumi Hindia Belanda bisa memerdekakan dirinya menjadi Indonesia dengan bantuan para penulis di media cetak yang ada saat itu, salah satunya tokoh Minke dalam Bumi Manusia yang pada masanya mempunyai media Medan Priyaji. Maka jadikanlah membaca sebagai kebutuhan, dan menulis sebagai bentuk perlawanan manifestasi dari sebaik-baik perjuangan,” tuntasnya.

Acara berlangsung dengan lancar dan audiens cukup aktif dalam bertanya maupun menyanggah. Diakhir sesi, Syafiq berharap agar peserta diskusi yang notabenenya berasal dari kalangan mahasiswa bisa tanggap terhadap isu-isu ketimpangan yang ada di sekitar.

  

Rep: Keredaksian

Resensi Buku Jadikan Dunia dalam Genggaman

 

 

Judul Buku      : Jadikan Dunia dalam Genggaman

Peresensi         : Yulia Mayasari

Penulis             : Rusli MS Syahputra

Penerbit           : PT Gramedia

Jumlah Hal      : 246

Dalam              : Khataman ke-6 SwaLiterasi

 

Buku berjudul Jadikan Dunia dalam Genggaman ini merupakan karya kedua dari penulis yang bernama Rusli MS Syahputera telah terbit. Sebagaimana yang disampaikannya pada kata pengatar buku ini. Penulis saat menulis buku ini sedang menjalani aktivitasnya sebagai seorang mahasiswa, aktivis, serta pebisnis muda, sehingga tecipta karya yang ia rangkai dalam setiap penggalan pembahasan sub bab buku ini. Isi dari buku, menggambarkan keadaan manusia saat ini, khususnya para pemuda. Penulis menuangkan keresahan, kekritisan, dan juga mengungkapkan masalah-masalah yang sering menyambang pada generasi muda saat ini, sehingga buku ini sangat relevan sebagai vitamin bagi otak untuk menyadarkan dan mengubah pemikiran negatif menjadi lebih positif.

Kisah-kisah yang di angkat juga berasal dari kehidupan pribadi penulis maupun hasil pengamatannya pada lingkungan sekiar, masyarakat, negara serta dunia. Bahkan, disertakan perbandingan dari perkembagan kehidupan orang-orang terdahulu dengan kehidupan masa kini. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa generasi yang tumbuh saat ini adalah generasi instan, baik khusunya pada saat menghadapai sesuatu persoalan atau tantangan. Mental malas gerak dan tidak mempunyai gairoh tujuan hidup yang jelas menjadikan aktivitas yang dijalaninya setiap hari adalah penuh dengan menunda-nunda, mengeluh dan cenderung berfoya-foya serta terjebak dengan hal nyaman yang sifatnya maya.

Bagian pertama pada isi buku ini dibuka dengan pembahasan tentang tugas manusia adalah berjuang, sehingga tidak heran apabila ketika para pembaca semakin jauh lembaran yang dibaca dapat terpicu semangat juangnya guna mewujdukan visi dimasa depan. Hal ini selaras dengan firman Allah dan dijadikan pembuka dalam pembahasan pertama tersebut, yaitu Q.S Ar-Rad:13/11 yang artinya “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan mereka sendiri”.

Maksud dari terjemah ayat di atas yaitu seseorang tidak akan berubah kehidupannya menjadi lebih baik setiap harinya tanpa ada suatu usaha untuk berbuat baik dari individunya sendiri.. Kesuksesan tidak didapatkan dengan bermalas-malas mengandalkan keajaiban Tuhan apalagi manusia. Hasil yang didapatkan akan selaras dengan ikhtiar dan do’a yang senantiasa dipanjatkan. Allah telah menghamparkan sumber nikmat yang begitu luas untuk dapat dikelola oleh manusia. Namun, yang sering terjadi adalah manusia mempertanyakan kepada Allah karena beranggapan bahwa nikmat tidak pernah turun kepadanya melainkan hanya kepada orang lain saja. Padahal sesungguhnya pena kehidupan itu telah dipegang oleh masing-masing individu, tergantung pada individunya akan menggunakan pena tersebut untuk menuliskan rangkaian cerita di dalamnya.

Lalu, pembahasan yang kedua dan bebererapa setelahnya menyambung dengan pembahasan pertama yakni tentang rencana hidup, terus berkarya, inovasi, waktu, kritik dan berproses. Pena yang telah dipegang oleh masing individu harusnya digunakan untuk menuliskan cita-cita, menciptakan berbagai macam karya yang bermanfaat dan menginspirasi. Terwujudnya cita-cita dan terciptanya berbagai macam karya tersebut tentunya diperlukan management waktu yang baik, berkenan untuk mendapakatkan vitamin kritik dari orang lain serta semangat berproses untuk mewujudkan cita-cita yang telah dituliskan.

Kemudian, bagian kedua membahas beberapa poin-poin diantaranya berteman dengan buku, keluar zona nyaman, ikhlas, memberi keteladanan dan beberapa pembahasan yang lainnya. Berbicara tentang buku tentu tidak asing lagi apalagi yang berkesempatan untuk menjalani pendidikan formal. Apabila membahasan tentang buku, maka akan identik dengan membaca. Sedangkan apabila kita melihat kondisi di zaman sekarang ini, dapat dikatakan genarasi muda bangsa Indonesia mengalami penurunan minat baca terhadap buku. Tawaran lain yang disuguhkan oleh media hari ini lebih digemari sehingga seolah-oleh buku tidak lagi dianggap keberadaannya. Padahal buku merupakan jendela dunia yang apabila kita membacanya maka akan memperoleh berbagai macam informasi dan manfaat sertab melatih kejataman ingatan.

Orang-orang tekenal di dunia saat ini adalah mereka yang menjadikan buku sebagai sahabatnya, maka tidak heran dari mereka lahir gagasan-gagasan yang canggih, unik, dan memahamkan serta dapat memecahkan sebuah permasalahan. Orang-orang tersebut diantaranya Albert Einstein, dan dari negara Indonesia seperti Ir. Soekarno, dan Moh. Hatta. Mereka adalah tokoh-tokoh yang tidak ada setiap hari di dalam kehidupannya tanpa membaca buku. Lalu dapat terjawab dengan sendirinya bukan, ketika para generasi muda bertanya mengapa para tokoh dapat pintar dan menjadi orang besar sdangkan dirinya tidak. Gerenasi saat ini cenderung terjebak pada zona nyaman, tidak mau mengambil resiko, dan enggan untuk menjadi peran untuk memberikan keteladanan bagi orang lain.

Setelah itu, bagian yang ketika membahas tentang pola pikir. Pembahasan pola pikir di dalam buku ini dijelaskan secara komprehensif dan memahamkan, muali dari mengbah pola pikir, perbesar wadahnya, bekerja cerdas, positif thinking, hingga melakukan deferensiasi diri. Penting rasanya untuk merawat pola berpikir agar senantiasa positif dalam menyikapi setiaphal. Apabila di dalam pikiran tertanam pola berpikir yang positif maka energi yang terlahir pun akan positif bagi diri sendiri dan lingkungan sekitar. Move on dari masa laluyang negatif dan segera menuju dan membentuk lingkungan yang positif bagi diri sendiri, sehingga ketika telah terbentu pola berpikir yang baik dapat terjaga dan menunjang cita-cita yang telah dituliskan.

Selanjutnya setelah pola berpikir, pembahasan pada bagian keempat yaitu just or Allah. Adakalanya manusia lupa akan sang Maha Kuasa atas apapun yang telah menciptakan dirinya, sehingga dalam melaksanakan setiapkegiatan tidak melibatkan kekuatan Allah sedikitpun. Hal tersebut merupakan tindakan yang membodohi diri dan sangat merugikan, karena sesungguhnya tidak ada kekuatan penolog terbaik dalam mewujudkan setiap impian terjadi atas ridho Allah. Manusia terlalu sombong dengan menganganggap dirinya mampu dan berharap pada manusia yang belum tentu mendatangkan bantuan, justru terkadang datang mencela ketika kegagalanlah yang kita dapatkan. Allah adalah dzat yang Maha Kaya, Maha Pengasih dan juga Penyayang, maka manusia tugasnya tinggal berdo’a dan memasrahkan diri kepada Allah setelah melakukan ikhtiar yang optimal. Apabila telah demikian maka keputusan terbaik akan ditunjukkan dan diturunkan oleh Allah, yang sudah tentu dapat mendatangkan kebahagiaan bagi diri sendiri, masyarakat dan kebanggaan Allah terhadap hambanya.

Kebanggaan Allah terhadap hambanya ini disampaikan oleh penulis pada bagian terakhir dengan beberapa sub tema di dalamnya yaitu pantang menyerah, konsep sykur dan sabar, jujur, kemuliaan akhlaq sampai mencapai sukses bersama. Sukses bersama inilah yang menjadi tujuan dari setiap manusia di muka bumi ini sebagai hamba sang ilahi. Sebagaimana yang disampaikan oleh penulis bahwa  sukses sendiri itu biasa, namun sukses bersama-sama itulah yang luar biasa. Demikian disampaikan oleh penulis di dalam pembahasan terakhir tersebut.

Kelebihan dari buku ini yaitu setiap pembahasannya dijelaskan dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami. Namun dari kesederhanaan itu tidak mengurangi esensi pesan yang hendak disampaikan oleh penulis dalam setiap bagian ceritanya. Lalu, penampilan cover juga menarik serta pemilan cover dengan simbol tanganyang menggegam bumi ini merupakan ilustrasi yang tepat menggambarkan isi dai buku ini.kemudian, setiap pembahasan dari setiap bagiannya juga dapat memberikan feedback baik berupa motivasi, pengetahuan, bahkan taparan akibat ulah sehari-hari yang telah dilakukan. Selain itu, penggunaaan jenis kertas yang berwarna kuning dan terbilang tebal menambah nilai plush sendiri karena menyejukkan mata sehingga menambah rasa ketagihan untuk segera menyelesaikan bacaan.

Sedangkan kekurangannya yaitu penggunaan kertas yang sedikit teal tersebt membuat buku ini terbilang cukup berat dan kurang simple apabila hendak di bawa kemana-kemana. Selain itu, bagian pembahasan ayat yang hanya disertakan maknanya saja dirasa kurang lengkap karena akan lebih bermanfaat apabila ayat-ayat Al-Qur’annya turut di sertakan dalam setiap pembahasan yang menggunakannya. Dengan demikian saran kedepannya agar aat maupun hadis yang digunakan sebagai rujukan dapat dituliskan secara rinci sehingga pembaca dapat memperoleh perspektif bahwa setiap apapun yang terjadi di muka bumi ini telah dijelaskan Allah melalui firmannya di dalam Al-Qur’an dan disampaikan Rasul di dalam as-Sunnah.

 

Waullohu’lam bisshowab.

 

 

Sosok Reviewer

Penulis review dari buku yang telah ia baca ini merupakan seorang peneliti Islamic Research Center Jawa Tengah. Ia sangat menyukai dunia tulis menulis khusunya karya ilmiah sejak dirinya menjadi pelajar berseragam putih abu-abu. Namun, selain tulisan ilmiah kini ia juga menekuni karya tulis populer sehingga dapat dijumpai tulisan-tulisannya dibeberapa tulisannya dapat dijumpai di laman baladena, monasmedia, darus.id jogyakartanews dan lainya. Lalu, penulis juga seorang aktivis di beberapa organisasi kampus dan kepemudaan sekaligus mahasantri di pondok pengkaderan Monash Institute Semarang. Kemudian, ia juga merupakan pelajar di sekolah miliarder yang mencetak para miliarder muda setiap tahunnya. Penulis merupakan seorag perempuan kelahiran OKU TIMUR, 1 Agustus 2001 silam. Kenalan lebih jauh dengan penulis dapat melalui IG: yulia_010801, FB: Yulia Mayasari, Gmail: yuliamayasari010801@gmail.com.