Negara Indonesia adalah negara yang kaya dengan budaya, suku, Sumber Daya Alam (SDA), dan lain sebagainya. Dengan adanya segala aspek yang dimiliki, sudah semestinya Indonesia dapat digolongkan negara maju. Terutama dengan banyaknya aset negara berupa komponen biotik maupun komponen abiotik. Di sisi lain, melimpahnya sumber daya manusia (SDM) juga menjadi potensi yang lebih bagi negara. Maka suatu negara sangat perlu memberdayakan manusianya agar dapat mencapai kesejahteraan secara merata. Ditambah lagi dengan kemajuan zaman dapat menjadi tantangan tersendiri.
Untuk menyikapi segala tantangan yang mungkin terjadi atau bahkan sudah terjadi, pendidikan adalah cara yang pertama dan utama yang harus dilakukan. Begitupun dengan ucapan Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantoro, “Pendidikan adalah proses menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak peserta didik, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya”.
Dari kutipan tersebut, dapat ditarik benang merah bahwa pendidikan sebagai upaya mencapai kesejehteraan manusia baik itu keselamatan, kebahagiaan, ataupun hal lainnya harus diwujudkan, terutama bagi suatu bangsa. Karena salah satu indikator penting majunya suatu bangsa terletak pada pendidikannya. Bangsa yang maju diidentifikasi dengan majunya sumber daya manusianya. Sedangkan untuk menghasilkan SDM yang berkualitas diperlukan adanya pendidikan yang berkualitas pula. Maka pendidikan yang berkualitas sangat lazim bagi bangsa yang bercita-cita untuk menjadikan negaranya maju. Bukan dari segi kuantitas atau banyaknya manusia yang ada di dalamnya, melainkan dinilai dari segi kualitas atau kebermutuan manusianya. Coba kita tilik negera yang dulunya juluki sebagai ‘saudara tua’, negara yang digadang-gadang akan membebaskan bangsa-bangsa Asia dari belenggu penjajahan negara-negara Barat termasuk Indonesia yaitu Jepang. Toh padahal Jepang adalah negara yang kala itu menduduki Indonesia dengan dalih akan memerdekakan Indonesia. Tapi pada kenyataannya, Gerakan Tiga A yang dibawa Jepang hanyalah strategi penjajahan Jepang.
Jepang bukanlah negara yang berpenduduk banyak yaitu hanya 126.420.000 pada Agustus 2021, lebih sedikit daripada Indonesia yaitu 272.229.372 pada Juni 2021. Perbandingan keduanya sangat jauh karena jumlah penduduk Indonesia mencapai 50 persen lebih daripada Jepang. Dari kasus tersebut dapat dipahami jika dengan penduduk yang sedikit akan lebih mudah dalam pemerataan pendidikan, sehingga dapat menjadi negara yang maju.
Namun tidak dapat dipungkiri bagi negara maju untuk memiliki
jumlah penduduk yang banyak, seperti halnya China. Negara dengan jumlah
penduduk terbanyak di dunia, yaitu sejumlah 1.447.540.837 pada Desember 2021. Meskipun
dengan penduduk terbanyak di dunia, tapi dengan kualitas manusia yang dimilikinya China dapat
memaksimalkan bidang perdagangannya.
Dari kedua hal tersebut sudah
cukup memberikan pemahaman kepada kita bahwa pendidikan sebagai kontribusi
utama dalam membangun kemajuan bangsa. Meskipun keduanya bertentangan, namun keduanya
sama-sama mendapati julukan sebagai negara maju.
Hal yang menjadi permasalahannya adalah bagaimana cara pemerintah atau bahkan dari kita sebagai warga negara untuk dapat memberikan kontribusi agar dapat mencapai Indonesia yang lebih maju. Dengan melimpahnya sumber daya alam yang dimiliki sudah sapatutnya dikelola dengan baik. Produk ekspor semestinya lebih diperbanyak daripada produk impor. Akan tetapi mengapa kita lebih banyak mengimpor barang daripada mengekspor, yang sudah jelas-jelas produknya lebih unggul produk dalam negeri. Padahal dengan banyaknya ekspor barang, ditambah dengan mengurangi belanja barang dari luar negeri atau mengurangi budaya konsumtif dapat memberikan sumbangsih bagi bangsa Indonesia, seperti tambahnya devisa negara yang nantinya dapat digunakan untuk mencicil utang negara.
Selain itu sebagai warga negara kita juga harus memberikan sumbangsih bagi Indonesia yang lebih maju. Membaca merupakan salah satu usaha paling mudah yang dapat kita lakukan sebagai warga negara kapan saja dan dimana saja. Sehingga membaca dapat menjadi sumbangsih yang mudah dan murah bagi siapapun. Membaca adalah jendela dunia. Membaca sebagai sarana mengenal dunia tanpa menghabiskan banyak biaya. Dengan membaca kita juga dapat memperoleh informasi dengan mudah tanpa perlu melakukan banyak penelitian. Bahkan di dalam al-Qur’an surat al-‘Alaq ayat pertama juga mengandung makna tersirat akan pentingnya membaca.
Akan tetapi pada kenyataanya negara Indonesia masih minim sekali dalam hal literasi. Berbeda halnya dengan negara-negara maju, yang waktunya hampir dihabiskan untuk membaca. Kebanyakan masyarakat Indonesia, terutama para remaja lebih memilih bersantai atau hanya menikmati waktunya untuk hal yang kurang berguna seperti bermain game, sosial media, atau bahkan rela merogoh saku mereka untuk benefit yang tidak seberapa, dibanding dengan rupiah yang dikeluarkan. Padahal sebenarnya uang yang dikeluarkan tersebut dapat digunakan untuk investasi yang nantinya dapat memberikan dampak bagi dirinya maupun sekitarnya, yaitu pendidikan.
Pendidikan adalah barometer atau sesuatu yang dapat dijadikan tolak ukur pemerintah dalam meningkatkan kualitas SDM maupun SDA yang dengannya dapat kita jadikan modal utama dalam membangun negara yang maju. Untuk mengatasi hal itu semua sangat diperlukan adanya koordinasi baik dari pihak pemerintah maupun warga negaranya, yaitu harus sama-sama sadar akan segala potensi yang dimiliki dan mampu mengoptimalkannya dalam segala bidang. Dengan begitu akan dapat dicapai Indonesia yang maju dan berdikari.
Posting Komentar