Dosen pengampu : Ibu Sutantri, Ns., M. Sc.,Ph.D
Praktik
keperawatan mandiri merupakan sebuah tantangan yang harus disikapi oleh profesi
keperawatan, mengingat perawat adalah salah satu bagian tenaga kesehatan yang sangat
penting dalam pelayanan kesehatan, dilihat dari jumlahnya perawat merupakan
tenaga kesehatan terbesar di Indonesia yaitu sebesar 40,85% dari total
kesehatan yang ada. Berdasarkan profil kesehatan tahun 2020 tenaga keperawatan di Indonesia sebesar 438.234
Perawat. Sebagai sebuah profesi kesehatan perawat mempunyai kewenangan untuk
membuka praktik mandiri keperawatan sendiri sesuai dengan standar etik dan
profesi yang berlaku (Kemenkes, 2021).
Di Indonesia sendiri perawat yang membuka praktik keperawatan mandiri jumlahnya masih sedikit, menurut data PPNI tahun 2015 jumlah perawat yang membuka praktik di seluruh Indonesia hanya sekitar 10% dari jumlah perawat sebanyak 223.910, padahal dengan membuka praktik mandiri perawat, perawat dapat menunjukan kemampuan pengetahuan, ketrampilan serta perilaku profesional di masyarakat.
Penerbitan Undang-Undang Keperawatan Nomor 38 Tahun 2014 yang diperkuat dengan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 26 Tahun 2019 telah memberikan kepastian
hukum bahwa perawat diperkenankan untuk mendirikan tempat praktik keperawatan
mandiri baik perorang maupun berkelompok. Selain itu ada beberapa syarat yang
harus dipenuhi dalam membuka praktek keperawatan disebutkan di pasal 19 antara
lain: 1) perawat harus memiliki riwayat Pendidikan profesi Ners; 2) perawat
harus memmiliki STR (Surat Tanda Registrasi); 3) perawat harus memiliki SIPP
(surat izin praktik keperawatan); 4) perawat memiliki tempat bangunan praktik.
Didalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun
2014 tentang Keperawatan, menjelaskan wewenang perawat dalam menjalankan
praktik keperawatan mandiri. Wewenang perawat tersebut yaitu melakukan proses
keperawatan secara holistik, memberikan tindakan pada keadaan gawat darurat
sesuai dengan kompetensinya, melakukan rujukan, memberikan konsultasi
keperawatan, melakukan penyuluhan kesehatan dan konseling, serta melakukan
penatalaksanaan pemberian obat kepada klien sesuai dengan resep dokter, selain
itu di dalam UUD Keperawatan No. 38 Tahun 2014 bahwa dalam keadaaan darurat
perawat boleh memberikan obat kepada pasien tanpa resep dokter dalam arti obat
yang diberikan” obat-obatan terbatas “ yaitu obat-obatan yang berlogo biru.
Tetapi banyak oknum perawat yang tidak memenuhi syarat yang telah diatur Undang-Undang Keperawatan dengan membuka praktik ilegal, berdasarkan data dari persatuan perawat Indonesia (PPNI) tahun 2014 ada 300 perawat yang tidak memilki SIPP dalam membuka praktik keperawatan mandiri, sehingga menyebabkan keraguan dalam masyarakat untuk mengakui adanya praktik keperawatan mandiri. Padahal menurut penelitian di luar negeri kebutuhan akan pelayanan keperawatam di tempat praktik mandiri terus meningkat.
Di Amerika Serikat, ada peningkatan sebanyak
5.6% terhadap pelayanan praktik keperawatan mandiri pada tahun 2012 di
California. Hal ini diperkirakan akan meningkat sebanyak 30% hingga tahun 2020
(Wheinberg, 2014). Pada penelitian yang dilakukan oleh Brown D. J. (2007)
tentang perspektif konsumen terhadap perawat yang memberi layanan praktik
mandiri, ditemukan bahwa 82% responden telah mengetahui tentang praktik
keperawatan mandiri dan 58% responden lebih memilih ke praktik perawat sebelum
ke dokter. Hal ini menunjukan bahwa praktik keperawatan mandiri dapat diterima
di masyarakat. Dengan demikian harusnya menjadi perhatikan bagi pemerintah
Indonesia untuk lebih memperhatikan secara khusus dalam penertiban administrasi
untuk memberikan izin praktik
keperawatan mandiri agar dapat menumbuhkan
kepercayaaan masyarakat kepada perawat serta membantu mengembangkan profesi
keperawatan di Indonesia.
Sangat membantu..
BalasHapus