“Keberanian adalah harga yang
dibutuhkan hidup untuk memberikan perdamaian”
-Amelia Earhart-
Kata-kata Amelia
Earhart sangat relatable untuk
menggambarkan Lian Gogali. Seorang puan kelahiran Taliwan, Poso, Sulawesi
Tengah. Sama seperti RA. Kartini, SK Trimurti, Inggit, Cut Nyak Dien, Nawal El
Saadawi, Betty Friedan maupun Fatima Mernissi. Sosok Lian Gogali juga aktif
memperjuangkan hak-hak perempuan melalui lembaga Institut Mosintuwu yang
dirintis olehnya sejak tahun 2009.
Bagi sebagian orang,
mungkin nama Lian Gogali belum begitu dikenal. Padahal ibu tunggal yang sederhana
ini memiliki keberanian di atas rata-rata. Dia tidak gentar menyuarakan dan
memberi wadah bagi kaum perempuan yang tertindas oleh kontruksi masyarakat
patriarki. Dimana perempuan masih dipandang sebelah mata, suaranya tidak didengar
karena dianggap tidak penting dan tak berpengaruh. Perempuan dipinggirkan oleh
pandangan bahwa laki-laki adalah penentu segala kebijakan.
Melalui Institut Mosintuwu
inilah Lian Gogali mengumpulkan para perempuan utamanya ibu-ibu dan remaja
untuk saling bertukar pikiran, mengembangkan keterampilan, menumbuhkan
kreativitas dan menangkal hal-hal negatif yang ada di Poso. Lembaga ini
dibentuk pasca konflik antar umat beragama di Poso yang berangsur dari tahun
1998 hingga 2001. Lian Gogali ingin membangkitkan para perempuan dan anak-anak
untuk mendapatkan akses pendidikan karena dengan berpendidikan maka seseorang
akan menjadi militan dan memiliki konsep untuk kehidupan di masa depan.
Mosintuwu diambil dari
bahasa Pamona atau bahasa ibu di Poso yang berarti bersatupadu atau
kebersamaan. Jelas sekali bahwa selain membawa misi kesetaraan dan keadilan
bagi anak dan perempuan. Lian Gogali juga membawa misi perdamaian bagi
kemanusian. Poso yang di kenal dengan pertikaian antara umat Islam dan Kristen
kini sudah hidup berdampingan tanpa memandang ras, suku maupun agama. Bahkan
gerakan sekolah perempuan di Institut Mosintuwu juga dikenal dengan gerakan
perempuan lintas iman. Yang dulu saling benci, sekarang hidup berdampingan.
Didalam Al-Qur’an surat
Al-Hujurat ayat 13 dijelaskan bahwa setiap manusia baik laki-laki maupun
perempuan dapat hidup saling mengenal, bukan untuk berlomba-lomba membanggakan
ketinggiannya masing-masing. Tetapi harapannya dapat hidup rukun dan
beriringan. Dalam Al-Kitab (1 Korintus 7:15)
juga mengajak supaya manusia hidup rukun dalam damai sejahtera. Hal ini
membuktikan bahwa tidak ada agama yang menyerukan umatnya untuk melakukan
kekerasan dan perpecahan, sebaliknya agama mengajarkan belas kasih sayang.
Lian Gogali dan para penggerak
Institut Mosintuwu telah membuktikan bahwa dengan bersatupadu maka mereka dapat
menangkal isu-isu yang mencoba memecah belah persatuan masyarakat Poso. Seperti
isu SMS (Short Message Service)
berantai di tahun 2015 yang mengabarkan bahwa ada kelompok bersenjata yang akan
mendatangi rumah-rumah untuk melakukan pembantaian. Mereka mencoba melawannya
dengan aktif mengabarkan bahwa berita itu adalah hoax atau kebohongan. Selain itu, sekolah perempuan ini juga ikut
andil dalam konflik MIT (Mujahidin Indonesia Timur) yang sangat meresahkan
warga karena berdampak pada kehidupan sosial ekonomi. Tahun 2018 saat banyak
‘blokade’ karena ada penyergapan atau usaha penangkapan kelompok MIT, warga di
pesisir Poso yang mayoritas muslim mengalami krisis bahan pangan karena hasil
panennya sangat minim akibat tidak dapat mengurus lahan sehingga banyak tanaman
yang mati atau rusak. Kondisi ekonomi ini dibantu oleh warga Nasrani melalui
Institut Mosintuwu, mereka mendistribusikan hasil panen kepada warga di pesisir
Poso.
Gerakan-gerakan yang
dilakukan saat inipun masih sesuai dengan tujuan lembaga Institut Mosintuwu
didirikan, yaitu untuk membekali perempuan dengan ilmu pengetahuan supaya open mainded dan tidak mudah termakan hoax. Saling support dan belajar bersama membicarakan isu-isu tentang pluralisme,
hak-hak ekonomi, sosial budaya maupun politik, khususnya yang terkait dengan
perempuan dalam konteks paska konflik. Sekolah perempuan ini juga menjadi
alternatif untuk mengumpulkan perempuan dari berbagai agama, suku, latar
belakang sosial, ekonomi, politik sehingga dapat meningkatkan pengetahuan dan
saling bekerjasama dan berkreativitas.
Kini Institut Mosintuwu
semakin berkembang. Banyak masyarakat poso baik laki-laki dan perempuan yang
memiliki visi misi serupa ikut turut andil dalam upaya-upaya memajukan Poso
kearah yang lebih baik. Tantangan mereka juga semakin besar. Melalui siaran
langsung di TV9, Sufyan Siruyu yang mewakili Institut Mosintuwu bersama dengan
Lian Gogali menjelaskan bahwa ada dua konflik yang sedang di hadapi masyarakat
Poso. Pertama di wilayah pesisir yang menghadapi situasi keamanan kurang stabil
akibat problematika MIT dan maraknya kasus pembunuhan. Kedua di wilayah pedalaman
yang terletak di pinggiran danau Poso yang mengalami eksploitasi sumber daya
alam yang mengakibatkan masyarakat kehilangan pekerjaan, pendapatan dan
kebudayaannya. Keadaan inilah yang saat ini terus di perjuangkan oleh Lian
Gogali melalui Institut Mosintuwu.
Tak disangka pula,
berkat perjuangan dan kegigihannya dalam memperjuangkan kerukunan antar umat
beragama pasca kasus perpecahan di Poso dan turut serta membuka ruang belajar
bagi para perempuan lintas iman membuat Lian Gogali mendapatkan penganugerahan
GUSDURian Award kategori Penggerak terbaik tahun 2020 dan Institut Mosintuwu
mendapatkan penganugrahan GUSDURian Award kategori Lembaga Terbaik tahun 2020
yang diumumkan dalam acara Closing
Ceremony Temu Nasional (TUNAS) Jaringan GUSDURian pada tanggal 16 Desember
lalu.
Lian Gogali dan
Institut Mosintuwu layak dan berhak mendapatkan penghargaan. Perjuangannya
tidak main-main. Dia, sosok perempuan yang siap pasang badan untuk melindungi
hak-hak kemanusiaan dan merawat perdamaian. Hidupnya didedikasikan untuk
kemaslahatan antar umat beragama. Semoga benih-benih persaudaraan semakin
tumbuh subur, tidak hanya di Poso, tetapi juga di seluruh penjuru Nusantara.
Ini bukan hanya tugas Lian Gogali atau orang-orang tertentu saja. Ini adalah
tugas kita bersama sebagai warga Negara Indonesia.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusSangat bermanfaat sekali, hal asing bagi kita menambah wawasan baru untukku. Puan yang menulis pun rekam jejaknya pasti tidak kalah menarik hehe. Panjang umur mbakyu Laila fajrin... 😊🥰
BalasHapus