Cahaya mentari pagi ini menyapa dengan eloknya dunia yang kian
ramai dengan manusia. Orang-orang mengawali aktifitas paginya dengan penuh rasa
semangat, seorang petani yang bergegas kala fajar, seorang santri yang mengumpulkan
nyawa ketika bersimpuh mendengarkan pengajian, ada pula
seorang siswi cantik yang bersiap untuk menuju gerbang ilmu. Siswi ini juga seorang santri disalah satu
Pondok Pesantren di tengah kota. Arunika Siswara lengkapnya, akrab dipanggil
Runi. Pagi ini ia tampak bahagia layaknya putri yang telah bertemu dengan pangerannya.
Setelah siap menuju ke sekolah, dengan seragam putih abu-abunya,
rapi dengan sabuk, dasi, jilbab putih dan sepatu
hitam layaknya identitas anak sekolahan. Berjalan kaki merupakan kesehariannya
untuk menuju ke sekolah. Runi berjalan
dengan semangat sembari menyanyi lirih sepanjang jalan, sembari ertebar sapa
dengan tetangga yang sedang beraktifitas di depan rumah
“Selamat pagi, Dek Runi, terlihat lebih semangat ya,”
sapa tetangganya sambil meledek.
“Hehe iya, Ibu, selamat
pagi.”
Runi menjawab sapaan tersbut sembari tersenyum manis.
Lima belas menit perjalanan dari pondok pesantren ke sekolah,
akhirnya Runi sampai. Runi masuk
kelas masih dengan suasana yang sama, sampai-sampai temannya terheran
melihatnya sangat
bahagia.
Ya... rupanya si
Arunika ini sedang jatuh cinta. Sangat langka memang, karena
itu kali pertamanya merasakan itu.
Berawal dari hari itu,
Aruika yang selalu bahagia dan ceria
dihadapan teman-temannya. Efek yang bagus dari kisah cinta pertamanya itu.
Setiap harinya Runi tak pernah absen untuk memikirkan kekasihnya. Namanya Candramawa, akrab dipanggil
Candra. Kabarnya kekasih Runi ini 3
tahun lebih tua darinya.
Sesekali saat liburan pondok, di layar
gadget Runi terbaca sebuah pesan yang menggemaskan.
Andai
rasa semudah terucap…
Andai
senyum semudah mengarah kepadamu…
Andai
tatapku kau tau kepadamu…
Andai
teroossssss…
Tidur
wooiiiiii…
Begitu pesan yang Candra kirim, ya Candra memang orang dingin yang
sulit untuk memberikan perhatian, bisa dikatakan gengsi. Namun, entah mengapa
Runi menyukainnya.
Hari, bulan, bahkan tahun pertama mereka lalui.
Pastinya kisah mereka tidak selalu lurus, sedikit goresan itu sudah menjadi hal
umum yang terjadi di antara3 sepasang kekasih. Hingga pada suatu masa dimana Candra
menghilang tiba-tiba, seketika otak Runi dipenuhi
pertanyaan. Nomornya tidak bisa dihubungi,
pesannya tidak dibalas. Sejak saat itu Runi bukanlah Runi yang ceria seperti
biasanya, lebih sering diam, tapi dia selalu menutupi segala rasa khawatir itu dengan canda-tawa bersama kawannya.
Suatu saat, kawannya bertanya.
“Kamu kenapa, Run? Runi yang aku kenal itu periang.”
“Gapapa kok, tenang aja hehe”
jawab Runi singkat sambil mengulas senyum.
Hari-hari Runi seakan ada yang hilang. Kekasih nya pergi tidak
meninggalkan kabar. Semua itu berlalu selama 1
bulan sampai masa liburan berakhir. Pada masa-masa itu Runi selalu mecari kesibukan agar tidak terus
meikirkan kekasihnya itu. Waktunya ia isi untuk membaca, mengaji, belajar, dan
menyibukkan diri lewat organisasi yang ada di sekolahnya. Masa yang tidak mudah
untuk seorang gadis kecil yang baru mengenal soal rasa.
Setelah bulan berlalu,
tiba-tiba Candra kembali memberi pesan kepada Runi lewat facebook, begitu bahagianya Runi detik itu juga, langsung menanyakan lewat
pesan
“Kemana saja kau 3 bulan lalu?”
Dengan santainya Candra hanya menjawab “Aku hanya ingin menguji
kesetiaanmu”
Dari jawaban itu isi kepala Runi dipenuhi dengan tanya dan rasa yang tidak meyakinkan. Hingga pada
akhirnya Runi tertipu dengan bait puitis yang Candra kirim.
Terima
kasih cinta
Telah
hadir
Telah
tingal
Dan
tak berfikir untuk pergi
Jika
kesempatan itu pergi
Jika
kesempatan itu menakdir
Akan
kutunggu kau
Di
ujung harapan terakhir
Semudah itu Runi percaya dengan bait-bait
yang dibuat Candra.
Setelah itu mereka berdua membuat kisah layaknya sepasang kekasih.
Benar-benar terlihat bahagia. Bertahan kurang lebih 8 bulan, saat itru Runi
duduk dibangku kelas 3 SMA, masa sulit untuk memikirkan masa depannya di dunia
perkuliahan.
Sayangnya Runi tidak seberuntung teman-temannya yang mudah diterima
di kampus yang mereka inginkan. Runi mendaftar di
berbagai jurusan, dan beberapa kali mendapat
penolakan oleh beberapa
kampus. Di saat
itulah dimana seharusnya Runi membutuhkan support baik dari keluarga, teman,
atau bahkan kekasihnya, Candra. Namun,
ekspetasi itu tak sampai
pada realita. Saat Runi
ditolak berbagai kampus, saat itu pula Runi
ditinggalkan teman-temannya tanpa alasan, begitu pun
Candra yang pergi kedua kalinya dengan alasan yang tidak
masuk akal. Rasa sedih, kecewa, ingin marah bercampur menjadi satu di ruang
dimensi rasa sebagai manusia. Merasa ingin putus asa, tapi
Runi ingat bahwa ia adalah harapan terakhir kedua orag tuanya, ia harus bisa
menjadi wanita yang berdaya dan bisa berdiri
dengan kakinya sendiri.
Perlahan kesedihannya itu mulai terbayar saat ia
diterima di kampus yang jauh dari kotanya, cukup sedikit mengobati rasa
khawatir dan
kegelisahannya perihal
masa depan. Seperti biasa, hal
yang diakukan mahasiswa baru angkatan Corona, masuk grup
calon mahasiswa baru, dan mulai berkenalan lewat online. Perlahan goresan-goresan yang disebabkan oleh Candra mulai menghilang.
“Kadang, dibalik perginya seseorang adalah awal hadirnya seseorang
baru yang lebih menghargai hadirnya kita” ungkap Runi dalam hati.
Perihal rasanya dengan Candra, barangkali
masih sama, hanya saja ia kecewa karena
kepercayaan yang diberikan kepada Candra dengan mudahnya dikhianati. Kini Runi
lebih memilih mencintai dirinya sendiri, dan fokus pada mimpi-mimpinya. Ia
membuka buku diarinya dan menuliskan
beberapa kalimat di dalamnya.
Dan luka adalah penghias cerita
Sesosok teman yang jujur, buatku dewasa
Bahwa cinta bukan mereka yang pandai berkata
Tapi, mereka yang pandai menjaga rasa
Di tengah badai maupun gerimis
Sejak belia, hingga tubuh terkikis.
Posting Komentar