Gerakan Mahasiswa dari Masa ke Masa

 



Gerakan mahasiswa pada mulanya di mulai jauh sebelum kemerdekaan. Gerakan Boedi Oetomo merupakan sebuah wadah gerakan yang ada pada waktu itu yang di bentuk pada tahun 1908 yang merupakan sebuah wadah dengan struktur organisasi modern pada masanya. Organisasi ini didirikan di Jakarta oleh sekelompok mahasiwa yang menjalani pendidikan di Sekolah Kedokteran STOVIA.

STOVIA (School tot Opleding van Indische Artsen)merupakan sebuah sekolah kedokteran untuk pemuda pribumi yang ada di era Hindia Belanda. STOVIA didirikan untuk mengurangi penyakit menular pada masa itu seperti tipes, kolera, dan lain sebagainya yang tersebar di beberapa kota, misalnya Banyumas dan Purwokerto pada tahun 1847.

Pada saat yang hampir bersamaan ada sebuah organisasi yang didirikan oleh Mohammad Hatta bersama mahasiswa yang sedang bersekolah di Belanda dengan nama Indische Vereeninging yang merupakan cikal bakal Perhimpunan Indonesia, Tahun 1925.

Organisasi-organisasi tersebut merupakan tanda bahwa akan muncul orang-orang terpelajar dan kaum mahasiswa indonesia sebagai  penggerak dan pembawa perubahan besar bagi bangsa Indonesia. Dan masih banyak lagi organisasi-organisasi mahasiswa yang lahir setelah itu.

Setelah lahirnya organisasi tersebut, semakin banyak lagi organisasi-organisasi pemudan dan mahasiswa seperti Persatuan Pelajar-pelajar Indonesia (PPPI) yang membawa ide tentang persatuan bangsa Indonesia dan menghasilkan Sumpah Pemuda, pada 28 Oktober 1928.

 Tidak berhenti sampai di situ, gerakan mahasiswa dan pemuda Indonesia masih terus berlanjut hingga gerakan menuju kemerdekaan Negara Indonesia yang mana para pemuda Indonesia melakukan penculikan terhadap Presiden Indonesia yaitu, Ir. Soekarno dan Moh. Hatta sebagai wakilnya yang diasingkan ke Rengasdengklok lalu mendesak untuk Proklamasi disana, hal ini terjadi pada 16 Agustus 1945.

Setelah kemerdekaan, gerakan-gerakan mahasiswa dan pemuda Indonesia semakin besar dan semakin berkembang, walaupun masih banyak yang berlatarbelakang partai politik. Seperti, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) yang dekat dengan Partai Nasional Indonesia (PNI), Concrentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) yang dekat dengan Partai Komunis Indonesia (PKI), dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang dekat dengan Partai Masyumi.

Gerakan aksi unjuk rasa pada tahun 1966, tepat setelah polemik lama kejadian G30S PKI pada tahun 1965. Karena, pemerintahan Orde Lama yang dipimpin oleh Presiden Ir. Soekarno di anggap gagal. Protes pun mengalir dari kalangan mahasiswa pada masa itu yang tercatat dalam sejarah sebagai Tiga Tuntutan Rakyat atau yang di kenal sebagai Tritura.

Tiga Tuntutan Rakyat ini mewakili masalah dan pernyataan tegas atas sikap tegas pemerintahan kala itu, yaitu: 1. Bubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) 2. Rombak kabinet Dwikora 3. Turunkan harga.

Pertama, mengenai pembubaran PKI. Hal ini bermula karena lambannya pemerintahan dalam menangani insiden berdarah G30S PKI yang dituduhkan terhadap partai pimpinan D. N. Aidit, empat bulan setelah penculikan beberapa petinggi Tentara Angkatan Darat (TNI), Soekarno masih bingung dan bimbang dalam mengambil keputusan, padahal tingkat kegeraman masyarakat sudah meluas.

Oleh karena itu, para pemuda dan mahasiswa yang terutama berada di jakarta yang semulanya sudah memiliki organisasi kemahasiswaan yang bernama Perserikatan Perhimpunan Mahasiswa Indonesia menjadi terpecah menjadi 2 golongan.

Sebagian anggota dari PPMI yang berhaluan ideologi kiri yang terdiri dari: Concrentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI), Gerakan Mahasiswa Indonesia (Germindo), Perhimpunan Mahasiswa Indonesia (Permindo), serta Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) meragukan terhadap PKI sebagai dalang terjadinya aksi berdarah G30S PKI pada tahun 1965 karena belum adanya bukti yang kuat.

Selanjutnya, sebagaian anggota yang lainnya yang berhaluan ideologi kanan yang terdiri dari: Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), serta Pergerakan Mahasiwa Islam Indonesia (PMII) yang benar-benar menuntut tegas pemerintah agar segera membubarkan PKI karena sudah dianggap sebagai dalang dalam G30S PKI pada tahun 1965.

Kedua, tuntutan untuk membubarkan kabinet Dwikora karena Presiden Ir. Soekarno dianggap tidak becus dalam mengendalikan stabilitas sosisal-ekonomi yang mengalami penurunan sangat drastis. Dan karena didalam kabinet Dwikora banyak anggotanya yang merupakan anggota dari PKI. Padahal, sebagaian masyarakat mendesak untuk membersihkan anggota PKI dalam struktur pemerintahan.

Ketiga, adanya tuntutan turunkan harga disebabkan kesalahan fatal yang dilakukan oleh kebijakan ekonomi pemerintahan. Presiden Soekarno mengeluarkan peraturan presiden no. 27 untuk mengatur kembali mata uang rupiah yang diumumkan pada tangga 13 desember 1965.

Lalu para mahasiwa dan para pemuda yang kian geram terhadap kebijakan pemerintah yang kian menyusahkan rakyat kemudian memutuskan untuk mengadakan aksi unjuk rasa (demonstrasi) dengan menyuarakan Tritura tersebut. Namun, aksi tersebut disambut dengan panser, bayonet, serta semburan gas air mata. Dan tuntutan mereka pun tidak didengar oleh pemerintah pada saat itu. Akhirnya, tuntutan Tritura itu pun sampai kepada presiden hingga isu demonstrasi yang bertujuan untuk melengserkan Presiden Soekarno dari jabatan kepresidenan pun bermunculan.

 Lalu, massa kembali menggelar aksi yang menuntut presiden pada tanggal 24 februari 1966, yang berakhir bentrok antara mahasiswa dengan Resimen Bhirawa (pasukan pengawal presiden). Hingga, tembakan dari resimen mengenai sampai menewaskan salah satu dari mahasiswa Universitas Indonesia (UI) yang bernama Arif Rahman Hakim. Karena  Soekarno yang geram atas perilaku mahasiswa membubarkan KAMI. Dan akhirnya keluarlah Surat Perintah 11 Maret (SUPERSEMAR) yang menunjuk Soeharto untuk mengendalikan ketertiban dan keamanan negara pada saat itu

Namun, SUPERSEMAR dimanfaatkan oleh Soeharto untuk merebut kekuasaan dari Soekarno hingga bisa menjabat sebagai presiden RI ke-2 hingga 32 tahun lamanya. Dan oleh rezim Orde Baru, Soekarno dijadikan sebagai tahanan rumah hingga beliau wafat pada tahun 1970.

Kemudian, ada beberapa mahasiswa dan pemuda yang ikut dalam perjuangan dalam mendirikan Orde Baru (ORBA). Gerakan orde baru ini terjadi pada tahun 1965-1966. Dan kemudian memasuki tahun 1970-an mulai bermunculan kritik tentang masa orde baru yang mana banyak bermunculan gerakan Golongan Putih (GOLPUT) dalam pada pemilu tahun 1972 karena salah satu partai politik melakukan kecurangan dalam acara tersebut. Pelopor dalam gerakan ini adalah Arif Budiman, dan beberapa rekannya. Kemudian, pada tahun yang sama 1972 ada penolakan terhadap pembangunan Taman Mini Indonesia Indah karena akan ada penggusuran besar-besaran. Selain itu, isu tentang kenaikan harga bahan pokok seperti beras dan lain-lain, hingga korupsi yang memicu terjadinya unjuk rasa di berbagai tempat di penjuru negeri. Serta, demonstrasi besar-besaran terjadi karena penolakan terhadap kedatangan perdana menteri jepang, hingga terjadi peritiwa MALARI (Malapetaka 15 Januari) pada tahun 1974.

Malari merupakan suatu kegiatan demonstrasi besar yang dilakukan mahasiswa dan pemuda yang bertujuan untuk memprotes akan kedatangan perdan menteri jepang yang berkunjkung ke jakarta pada 14-17 januari 1974. Selain berdemonstrasi, kegiatan itu juga sebagai bentuk penyambutan terhadap kehadiran Perdana Menteri jepang yang akan datang ke Indonesia.

Selanjutnya, seruan “Turunkan Soeharto!” mulai terdengar pada tahun 1977, gerakan ini tidak hanya berlaku di jakarta namun, sudah meluas di setiap kampus-kampus mulai Bandung hingga Surabaya, dan aksi ini selalu berhasil di gagalkan hingga sampai pada puncaknya pada tahun 1998.

Gerakan mahasiswa menuntut akan adanya reformasi dan dihapuskannya KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme). Dengan didudukinya gedung DPR/MPR ribuan mahasiwa dan berbagai elemen masyarakat mendesak agar Soeharto melepaskan jabatannya sebagai Presiden Republik Indonesia. Aksi pada tahun ini pun bisa dibilang aksi dengan kericuhan sangat besar. Kerusuhan ini bermula karena aspirasi mahasiswa yang semulanya melakukan aksi demonstrasi di kampus masing-masing merasa tidak didengar oleh pemerintah dan akhirnya pun memutuskan untuk menjalankan aksi di depan istana hingga Presiden Soeharto mengumumkan bahwa ia akan mundur atau turun dari jabatannya menjadi Presiden Republik Indonesia.

Tidak hanya aksi demonstrasi pada tahun 1998, namun terjadi juga kericuhan yang sangat besar di Indonesia. Yaitu penjarahan besar-besaran yang dilakukan terhadap toko-toko warga Indonesia yang memiliki keturunan Tionghoa, serta ada banyak wanita-wanita yang memiliki keturunan Tionghoa yang mendapat hal yang tidak senonoh yaitu diperkosa oleh masyarakat yang pada saat itu sangat emosi. Hingga banyak masyarakat Indonesia yang memiliki keturunan Tionghoa banyak yang meninggalkan Indonesia karena merasa tidak aman lagi berada di Indonesia.   

Aksi ini pun meluas hingga Daerah Istimewa Yogyakarta misalnya, terjadi aksi yang disertai bentrokan yang melibatkan antara mahasiswa dan aparat di Gejayan 8 Mei 1998, hingga satu mahasiswa dari Universitas Sanata Dharma (USD) meninggal dunia.

Gerakan mahasiswa bersama rakyat diwarnai berbagai kerusuhan, terutama di Jakarta dan kota besar lainnya. Peristiwa Cimanggis, Gejayan, Tragedi Trisakti, Tragedi Semanggi I dan II serta Tragedi Lampung. Gerakan terus berlanjut hingga pemilu 1999. Puncaknya visi bersama “Turunkan Soeharto” terwujud pada 21 Mei 1998. Soharto menjabat Presiden selama 32 tahun. Ia diturunkan karena terjadi penyalahgunaan kekuasaan, termasuk korupsi dan pelanggaran HAM. Di sinilah periode emas gerakan mahasiswa.

Sejarah gerakan mahasiswa tidak berhenti di situ, meski kini banyak organisasi mahasiswa justru menjadi wadah pengkaderan neo-kolonialisme, akan tetapi masih saja ada mahasiswa yang benar-benar berjuang untuk rakyat. Aksi #Reformasidikorupsi 2019 membuktikan bahwa mahasiswa bisa saja sewaktu-waktu bangkit dan melawan penguasa yang dzolim. Pada 2020 terjadi aksi besar-besar tolak Omnibus Law, meski aksi ini mendapat represifitas aparat di mana-mana, namun terus saja hadir gelombang aksi selanjutnya.

Sebuah gerakan tidak akan hadir dari slogan-slogan kosong tentang pergerakan atau teriakkan “Hidup Mahasiswa!!!” sambil terus mencuri uang-uang mahasiswa hingga uang rakyat Indonesia. Perilaku koruptif yang ada di internal organisasi mahasiswa kini sangat-sangat menghambat laju gerakan mahasiswa. Banyak mahasiswa yang berkata berjuang untuk rakyat Indonesia, tapi nyatanya hanya berjuang untuk kepentingan organisasinya sendiri, sangat lucu memang.

Di akhir tulisan, mengutip sebuah kalimat di Buku Joni Melawan Arus “Mari mengubah tanpa menghafal diksi-diksi perubahan. Mari bergerak tanpa tersandera satu warna perjuangan!”

Posting Komentar