Keteduhan Hati Aera

 


Syaera Alfa Alzaena, seorang gadis yang kini duduk di bangku salah satu SMP yang ada di Kota Bogor. Aera, ia dipanggil Aera oleh teman-temannya, bertubuh mungil dan tingkahnya yang masih seperti anak kecil. Namun, rasa kepedulian yang begitu besar membuat kenyamanan temannya untuk menjadi sahabat Aera. Aera tinggal tak jauh dari sekolah, ia pun tidak begitu manja pada ayah-bundanya.

Aera masih tidur dengan lelapnya ketika matahari mulai terlihat di ufuk timur. Tak lama kemudian suara wanita yang selalu bersama Aera  terdengar di telinganya, hingga ia terbangun.

“Bangun,sayang..... “ Suara yang setiap hari ada, tentunya dari bunda Aera.

Aera langsung terbangun dan bersiap-siap untuk pergi ke sekolah, dengan langkahnya yang tak bersemangat  Aera menuruni satu persatu anak tangga dirumahnya.

“Anak ayah yang cantik sepertinya belum sarapan, Bun? goda ayahnya pada Aera.

“Iya, Yah... Kan dia baru bangun” jawab bunda Aera. Aera hanya melirik dan sedikit menyapa ketika hendak duduk bergabung di meja makan.

“Pagi, Yah, bund...” sapa Aera sembari mengambil sebuah roti yang sudah disiapkan  bundanya.

“Pagi, Sayang,” jawab ayah Aera.

“Aera, hari ini pulang sore? “ tanya bunda pada putrinya.

 “Nggak Bun, Aera pulang seperti biasa” jawabnya.

“Ayah akan pulang terlambat hari ini, Bun, karena ada meeting dan beberapa hal yang harus ayah kerjakan di kantor,” ujar ayah.

“Iya, Mas, jangan lupa makan yah,” nasehat bunda.

Selesai sarapan pagi Aera langsung berpamitan kepada bundanya dan masuk ke dalam mobil ayahnya.

Dalam perjalanan Aera bertanya pada ayahnya “Yah, setelah Aera lulus dari SMP, Aera boleh tidak langsung bekerja?”

Kenapa  kamu ingin bekerja sayang?” tanya balik ayah pada Aera.

“Aera pengen punya usaha sendiri yah,” jelas Aera.

“Sayang, sebuah usaha juga bisa dilakukan oleh pelajar asalkan bisa berusaha dan komitmen pada apa yang iya jalankan, ayah harap kamu bisa menempuh pendidikan yang lebih baik, cita-cita kamu pengusaha kan? Seorang pengusaha harus punya skill yang bisa dipercaya. Kunci dari kamu mendapat kepercayaan ya kamu harus jujur” nasehat ayah.

 “Baik, Yah,” jawab Aera.

 “Semangat dong anak ayah yang cantik” ucap ayah dengan senyuman dan pelukan hangat.

Aera pun tersenyum, ia turun dari mobil dan menunggu ayahnya beranjak, lalu ia baru masuk ke sekolah.

Disekolah Aera menyapa teman-temanya yang berada di halaman depan kelasnya, Aera pun bergabung bersama Rafa, Ajeng, dan Humaeroh. Tiga sahabatnya yang selalu riang dalam perjalanan SMP-nya. Tak lama kemudian bel sekolah berbunyi, pertanda semua murid harus masuk kelasnya masing-masing. Pembelajaran dimulai dengan asupan matematika di pagi hari. Hampir sehari Aera mengikuti pembelajaran dengan baik, akhirnya yang dinantikan pun tiba yaitu jam selesai belajar. Namun saat  pulang sekolah, hujan turun dengan sangat deras membuat keriuhan siswa-siswi di halaman sekolah.

“Aera kamu bawa payung nggak?” tanya Ajeng yang sudah membuka payungnya dan hendak beranjak pulang.

“Aku bawa, Jeng, ada kok di dalam tas” jawab Aera.

“Aku duluan ya, Ra...” sahut Ajeng.

“Ya, hati-hati, Jeng.” Karena tadi pagi ayahnya sudah bilang akan pulang terlambat, jadi Aera harus pulang sendiri dengan berjalan kaki. Dengan payung pinknya yang lucu Aera menelusuri perjalanan dengan bernyanyi riang dan langkah kaki yang tak terlalu cepat. Namun, nyanyian dan langkahnya terhenti ketika Aera melihat rumah kumuh yang sudah tak layak untuk dihuni. Terlihat ada seorang ibu dan anaknya yang  masih kecil, sedang berteduh di bawah pohon di sekitar rumah itu, karena rumah gubuk mereka seperti hendak roboh.   Aera mendekati mereka dan memberi payung Aera kepada mereka

“Pakai payung ini, Bu, mungkin bisa  membantu.” Aera menawarkan bantuan pada mereka.

 “Terima kasih, Nak, tapi kamu nanti kehujanan,” jawab ibu itu.

“Tidak apa-apa, Bu,  Aera bisa lari, rumah Aera pun sudah tak jauh lagi dari sini” jelas Aera.

“Terima kasih banyak, Nak,” kata ibu itu sambil menggigil. Aera tak tega melihat ibu dan anaknya itu, sehingga Aera berfikir untuk mengajak mereka ke rumahnya.

“Ibu, maukah ikut bersamaku? Ke rumah sambil menunggu hujan berhenti”  ajak Aera.

terlihat raut wajah ibu kebingungan serambih melihat anaknya yang masih kecil dalam pelukannya, hingga ia pun menganggukan kepala menandakan ia setuju akan ajakan Aera.

Di rumah Aera sudah ada bunda yang menantikan putri mungilnya itu, dengan wajah cemas melihat Aera basah kuyup sambil menuntun seorang ibu yang tampilannya cukup kusam bunda Aera  langsung mengambilkan handuk untuk mereka.

“Aera sayang, cepat kamu mandi ya nak agar tidak masuk angin” perintah bunda.

“iya, Bun. Bunda... Aera tadi berjumpa dengan ibu ini tak jauh dari pemukiman rumah kita “ jelasnya pada bunda.

“Mari masuk...” ajak bunda pada ibu dan anak itu dengan ramah.

Di ruang tamu seusai Aera, ibu, dan anak kecil itu membersihkan badanya bunda Aera memberi susu hangat  pada mereka sambil berkata “siapa naman ibu?

”Nama saya Neny dan ini anak saya, Akhmad” jelas Bu Neny. Pembincangan terjadi antara bunda dan Bu Neny.

Bu Neny menceritakan asal muasal mengapa ia bisa tinggal di gubuk itu, ia ditinggal oleh suaminya yang menghilang dua tahun lalu entah kemana. Setelah hujan berhenti, tidaklah lama, Bu Neny bergegas meminta pamit pada bunda Aera. Bunda Aera membawakan bekal makanan dan satu kardus mie instan.

“Terimakasih, Bu, Aera, atas bantuannya. Saya dan Akhmad harus pulang melihat rumah kami,” pamit Bu Neny.

“Aera antar ya bu” sahut Aera. “Bolehkan, Bun?”

“Boleh, Sayang, tapi selesai itu kamu langsung pulang ya... pinta bunda.

* * *

Malam pun tiba, bintang bersinar sangat terang membuat keindahan langit hitam bertambah. Namun, Aera yang masih mengingat kejadian sore tadi saat ia bertemu Bu Neny dan putranya, ia masih merasa iba akan mereka. Rumah mereka yang hanya seukuran kamar Aera, seakan hendak roboh sebentar lagi.

“Aera...”panggil ayahnya yang menghentikan lamunan putrinya itu.

“Iya, Yah...” sambil mendekati kursi yang ada di dekat ayah.

“Ayah perhatikan kamu sedang memikirkan sesuatu, Nak, coba ceritakan pada ayah apa yang kamu pikirkan?”

Aera terdiam ia bingung bagaimana untuk menceritakan apa yang ia pikirkan saat ini

“Tidak, Yah. Aera hanya mengantuk, selamat malam, Yah, Bunda...”

Keesokan harinya, seperti biasa di pagi hari Aera selalu berangkat sekolah dengan ayahnya. Sepulang dari sekolah ia bergegas ingin menemui Bu Neny, sebelum itu Aera membeli makanan dan beberapa mainan dari uang tabungannya. Sesampainnya di rumah Bu Neny, Aera bermain bersama akhmad dengan penuh riang gembira, Aera ingin, setidaknya mereka tidak merasa sendirian dan tidak punya saudara di dunia ini.

Aera memiliki impian untuk bisa membantu Bu Neny dan Akhmad suatu saat nanti, benar apa yang pernah ayah sampaikan, seorang pelajar juga bisa mempunyai usaha asalkan komitmen dan mau bekerja keras. Aera punya ide untuk belajar membuat donat dan gorengan bersama Bu Neny, ia menggunakan uang tabungannya sebagai modal dan nantinya akan menggunakan sistem bagi hasil. Ya, setidaknya itu bisa meringankan beban Bu Neny dan Putranya, saat malam Bu Neny bekerja sebagai pemulung, siangnya jualan donat & gorengan.



* Shopwatunnisa Ajeng Kartini, mahasiswi semester 2 di IAIN Syekh Nurjati Cirebon Prodi Pengembangan Masyarakat Islam. Tertarik baca cerpen dan novel, aktif di komunitas Pustaka Ceria dan Kru Magang di LPM Fatsoen IAIN SENJA Cirebon

Posting Komentar