Ku Tak Tahu Kalau Ku Tak Tahu (Virus Pengilahian Diri dan Pentingnya Scientific Attitude)

 


Setiap Manusia pasti pernah sampai fase dimana dia menjadi over confident dengan daya intelektual, emosional, bahkan spiritualnya sendiri, ia yang menemukan mutiara sintetis di kolam ikan seringkali merasa tahu bagaimana caranya menemukan mutiara tersembunyi di Samudera Hindia, ia yang bermain-main di hutan wisata seringkali merasa tahu bagaimana caranya survive di Hutan Amazon, dan ia yang mencicipi sedikit bumbu cinta seringkali merasa tahu rahasia akbar cinta sejati yang tak terkiaskan. Mengapa Manusia seringkali merasa tahu segala-galanya padahal ia hanya tahu sedikit? Mengapa Manusia seringkali merasa seperti Tuhan kuasa padahal ia hanya butiran kecil kosmos?

Sebetulnya, fenomena “Pengilahian diri” ini merupakan suatu fase kehidupan yang kemungkinan akan dilalui oleh Manusia, mungkin teman-teman pernah mendengar istilah “Puber intelektual” atau “Mabuk agama”, terminologi tersebut memang pas dipakai untuk menggambarkan mereka yang mengilahikan dirinya sendiri, dan biasanya, fenomena pengilahian diri ini lebih besar peluangnya bagi mereka yang memiliki ilmu pengetahuan, inilah paradoksnya, bahkan ilmu yang sangat luhur pun bisa dijadikan Weapon of mass Destruction (WMD) bagi mereka yang mengilahikan dirinya sendiri. Manusia memiliki daya kebinatangan yang sangat luar biasa, nafsu hayawaniyah ini luar biasa dampaknya apabila tidak dikontrol dengan akal sehat yang rasional dan wasath. Nelangsanya, nafsu haywaniyah inilah yang seringkali mengontrol tindakan kita sehari-hari, segala macam ilmu pengetahuan yang murni dan baik akan menjadi buruk outcome-nya apabila ilmu tersebut masuk kedalam jiwa yang kebinatangannya tinggi. Inilah akar penyebab mengapa ada orang berilmu tapi kok lisannya bagaikan pisau, ia merendahkan orang lain atas nama ilmu pengetahuan, baginya semua lingkup kehidupannya adalah forum diskusi, mudah sekali lisannya mengeluarkan kalimat bodoh, terbelakang, kolot, dungu, udik, tidak kritis, dan lain sebagainya, masih syukur alhamdulillah kalau dengan kalimatnya itu ia mau mendidik orang tersebut sehingga ia mengeluarkan orang dari lembah kebodohan, lha kalau tidak? Melihat fenomena pengilahian diri sendiri dengan ilmu pengetahuan ini, saya jadi ingat kalimat seorang ulama yang berbunyi “Orang mengaji sepintar apapun, jika tidak ada riyadhoh-nya, percuma ilmunya. Karena nanti ilmunya akan ditunggangi hawa nafsu.”

 

Nalarnya seperti ini (saya akan menggambarkannya secara figuratif), ilmu pengetahuan itu bagaikan air, air tersebut sifatnya suci dan bersih, untuk memiliki air tersebut harus dijemput terlebih dahulu, mustahil secara logika air tersebut menghampiri kita tanpa dijemput terlebih dahulu. Manusia si penjemput ilmu ini bagaikan mangkuk yang akan menampung air yang ia jemput, kalau mangkuknya bersih dari noda maka airnya akan tetap segar dan bisa dinikmati oleh si pemilik air tersebut bahkan orang lain pun bisa menikmatinya. Sebaliknya, kalau mangkuknya  kusam dan kotor, air tersebut akan terkahontaminasi dan akan menjadi racun untuk diminum oleh orang lain. Begitupun relasi ilmu dengan Manusia, kalau Manusianya berhati bersih bisa mengontrol nafsu haywaniyahnya, taqwanya mengalahkan fujurnya, maka insya Allah ilmu tersebut akan menjadi bermanfaat untuk masyarakat karena si pemilik ilmu tersebut paham cara memanfaatkannya dengan baik. Sebaliknya, kalau Manusianya hatinya kotor, maka ilmu yang ia terima bukannya menjadi barokah buat dirinya sendiri dan orang lain malah akan menjadi musibah buat dirinya sendiri dan orang lain karena ia keliru dalam memanfaatkan ilmunya. Singkatnya, Orang yang hatinya bersih ketika dia menerima ilmu akan berpikir bagaimana ilmunya bisa bermanfaat dan barokah buat diri sendiri dan orang lain, orang yang hatinya kotor ketika dia menerima ilmu akan berpikir bagaimana caranya ilmunya itu bisa membuat orang lain kagum dan terpesona dengannya. Maka terbuktilah, meskipun kalam dan nasihat kyai dan ulama kita tidak begitu ndakik dan scientific, tapi itu justru berperan sebagai fundamen kesuksesan seorang untuk menjadi intelektual yang sempurna berbasis pedoman iman-ilmu-amal.

Disinilah pentingnya peran pendidikan scientific attitude dan akhlak intelektual, seorang penuntut ilmu pertama kali wajib mengetahui tentang berbagai macam symptom-symptom virus pengilahian diri yang mungkin akan ia alami didalam perjalanan menuntut ilmu, symptom-symptom tersebut diantaranya ialah perasaan luar biasa untuk mendebat orang lain padahal ilmunya cetek dan argumennya lemah, perasaan paling benar sendiri, perasaan aku wis ngapling suwargo! Dan berbagai macam symptom lainnya. Kalau ini tidak disadari dan diberi pencegahan, lama kelamaan gejala-gejala tersebut akan menjadi penyakit akut yang mendasari kepribadian orang tersebut (amit-amit jabang bayi!). Pendidikan scientific attitude ini mesti diajarkan dengan cara yang lengkap, ajarkan penuntut ilmu metode berdebat yang baik, bentuk forum diskusi yang mengedepankan peran rasio dibanding emosi, bangun kemampuan berargumentasi yang baik didalam diri penuntut ilmu, bedah dan ajarkan (bila mampu) kitab-kitab ulama dan intelektual yang bisa dijadikan acuan scientific attitude mulai dari imam Az-Zarnujy sampai Tom Nichols, dan yang paling penting dan dasar dari segalanya adalah ajarkan penuntut  ilmu untuk mengalahkan nafsu-nafsi buruk didalam dirinya, karena itulah musuh terbesar didalam diri penuntut ilmu.

Akhir kalam, fenomena pengilahian diri dengan ilmu pengetahuan ini sesungguhnya adalah bagian dari perjalanan intelektual seseorang, perjalanan menuju intelektual sejati itu tidak semudah itu dan banyak proses yang mesti dilalui, akan banyak fenomena pergulatan intelektual bahkan spiritualitas, fenomena pengilahian diri ini merupakan bagian dari gelombang perjalanan intelektual seseorang, kita yang lebih senior dalam hal ini harus mengayomi mereka yang sedang berada didalam fase ini karena sebetulnya dia sangat sangat perlu untuk dibimbing, orang-orangg semacam ini begitu ia sadar bahwa ia bodoh, ia akan berpeluang besar menjadi intelektual kaffah di masa depan karena ia pernah menjadi penyintas virus pengilahian diri tersebut. Pada akhirnya, salah satu momen ternikmat dalam hidup kita adalah ketika kita sadar bahwa kita dulu pernah sendablek dan sengeyel itu, dan ketika kita sadar bahwa kita  akan berkembang pesat ketika kita tahu kalau kita tak tahu, wallahua’lam bisshowab.

Posting Komentar