Yang Rapuh Bisa Tumbuh

 


Siang ini langit terlihat begitu cantik dengan sinar matahari yang terik, seperti membangkitkan semangat pada tubuh-tubuh yang sudah lelah. Memberikan senyum kepada jiwa-jiwa yang rapuh. Seperti jiwa pada remaja ini yang terlihat lemah, remaja ini menangis dengan penuh rasa sakit.

Namanya Adhi Ardhana, dia hidup di desa kecil yang jauh dari perkotaan dan jauh dari saudara-saudaranya. Adhi hidup hanya bersama kakek dan neneknya di desa. Ibunya sudah meninggal dan ayahnya pindah ke kota meninggalkan Adhi dengan-kakek neneknya.

Saat masuk sekolah menengah atas, Adhi Merasa takut,  tidak akan ada yang mau berteman  dengannya, karena melihat kondisi keluarganya yang memperihatinkan. Semua orang yang tinggal di sekitarnya sudah paham tentang Adhi yang tidak mempunyai orang tua dan kondisinya sangat miskin. Adhipun dijauhi teman-temannya

Setahun telah berlalu, kini dia menduduki bangku kelas 2 SMA, Adhi bukan hanya dijauhi, tapi menjadi korban bully yang dilakukan oleh teman sebayanya di sekolah.

Setiap pulang sekolah, Adhi selalu mengadu di pangkuan neneknya sambil menangis meluapkan semua rasa sedihnya karena selalu di-bully di sekolahnya. Kakeknya pernah beberapa kali melaporkan kasus ini ke pihak sekolah, namun respon pihak sekolah jauh dari harapan.

Nenek Adhi selalu berusaha menguatkan Adhi dengan mengatakan, "Sudahlah cucuku, jangan terlalu berlarut dalam kesedihan. Jadikan saja hinaan dari teman-temanmu sebagai motivasi agar kamu bisa membuktikan bahwa kamu bisa tumbuh dan berkembang lebih baik dari mereka yang sudah menghinamu," kata nenek Adhi.

Keeseokan harinya Adhi kembali bersekolah seperti biasanya.

Tidak ada yang memberitahu Adhi bahwa hari ini ada ulangan karena ia akhir-akhir ini jarang masuk ke kelas, Adhi tidak ada persiapan alhasil nilai ulangan Adhi pun jelek. Adhi semakin diejek teman-temannya bahkan kali ini lebih parah, ada yang sampai mendorongnya hingga terjatuh.

“Dasar bocah bodoh! udah nggak punya orang tua lagi!”

Adhi kembali di dorong oleh teman-temannya bahkan kakak kelasnya yang berbadan lebih besar darinya. Adhi hanya terdiam di lantai sambil menahan sakit. Kini Adhi dikelilingi oleh teman-teman yang berbuat jahat padanya sedari tadi.

“Kasian banget sih lo! Udah tau nggak akan ada yang mau nerima to di sini, tetep aja sekolah di sini. Bego!” kata salah satu pelaku, disertai tawaan dari pelaku Lainnya. Adhi tidak pernah melawan mereka, karena Adhi tidak mau membuat keributan di sekolahnya.

Adhi ingin melawan, namun tetap saja kalah jumlah. Pernah sesekali ia melawan dan hasilnya tidak baik untuknya. Ketika teman- temannya lengah, ia langsung mencari kesempatan untuk lari. Adhi langsung menuju ke arah gerbang sekolah dan memutuskan untuk pulang ke rumah. Sepulang dari sekolah Adhi memutuskan untuk tidak melanjutkan sekolah karena sudah tidak tahan dengan hinaan teman-temannya.

Pada suatu malam Adhi meminta izin kepada neneknya untuk keluar sebentar menenangkan fikirannya, beberapa menit ia berjalan, tiba-tiba dari kejauhan ia melihat ada beberapa orang yang sedang berkelahi. Adhi bersembunyi di balik pepohonan sembari mengamati dari kejauhan, tak lama kemudian Adhi merasa mengenal salah satu remaja yang ternyata sedang dikeroyok.

Dan benar, ternyata ia adalah Daru, teman sekolahnya. Daru tampak kelelahan karena ia dikeroyok oleh tiga orang. Tak pikir panjang Adhi berlari mendekat ke arah Daru, Adhi berusaha membantu Daru yang sudah babak belur.

“Kenapa lo kesini?!” tanya Daru.

“Udah, jangan banyak nanya, ayo lawan dulu!”

Adhi dan Daru melawan tiga orang tersebut bersama - sama. Tak berselang lama datang polisi yang sedang patroli, kemudian mendatangi mereka, akhirnya tiga orang tadi kabur meninggalkan Adhi dan Daru.

Melihat lawannya lari, Daru langsung mengajak Adhi untuk lari ke arah yang berbeda.

“Cepet lari, nanti ketangkep!” seru Daru.

Adhi mengikuti langkah kaki Daru yang terbilang sangat cepat. Sampai akhirnya mereka tiba di salah satu gang yang dinilai aman.

“Lo nggak papa?” tanya Adhi pada Daru.

"Iya, nggak papa. Lecet dikit,” jawab Daru.

“Oke, gua pulang duluan ya”

“Tunggu, Dhi, gua mau ngomong sama lo”

Daru duduk di pinggiran jalan, disusul dengan Adhi di sampingnya.

“Sebelumnya gua terima kasih sama lo, Dhi, udah nolongin gua."

“Iya, santai aja, Ru.”

“Eem, gua minta maaf ya Dhi... Di sekolah gua sering ngehina lo, karena emang gua benci sama lo Dhi haha," dengan senyum kecut Daru menahan rasa sakitnya.

“Gua tau, Ru, gua emang layak buat dibenci”

Daru melirik ke arah Adhi.

“Gua benci lo karena lo masih punya keluarga Dhi, walaupun gak utuh, tapi lo masih punya kakek-nenek lo yang sayang sama lo. Gak kaya gua, gua bener - bener udah gak punya siapa - siapa di sini. Ayah-Ibu gua ninggalin gua sendirian di rumah, gua gak tau mereka ke mana" ucap Daru.

“Gua iri sama lo, Dhi, seengganya masih ada orang yang mau mendorong lo buat kuat ngadepin dunia kejam ini,” lanjut Daru.

Adhi melihat Daru dengan tersenyum, sekarang dia tahu alasan kenapa Daru sering menghinanya.

“Udah, Ru, pulang, udah malem. Sembuhin luka lo, terus istirahat,” kata Adhi sambil menepuk pundak Daru.

“Iya, Dhi. Thank's ya”

“Iya, Ru”

Keesokan harinya Adhi kembali berangkat ke sekolah. Bu Nisa, wali kelasnya langsung memanggilnya karena tidak hadir beberapa hari sebelumnya.

“Kenapa kemarin-kemarin Adhi tidak berangkat ke sekolah, Nak?” tanya Bu Nisa kepada Adhi.

Adhi pun hanya terdiam.

"Kalau ada masalah ceritakan saja ke ibu, barangkali ibu bisa membantu,” kata Bu Nisa sembari tersenyum.

Adhipun bercerita kalau di sekolahnya dia selalu menjadi bahan ejekan teman-temannya, lalu dengan kata yang halus dan bijaksana, Bu Nisa Berhasil meluluhkan dan menenangkan hati Adhi yang sempat berniat untuk keluar dari sekolah.

“Dari kejadian ini, kamu sudah hebat, Nak, sudah mau bertahan selama ini. Ibu yakin kamu bisa melewati ini semua sampai lulus nanti. Nanti Ibu berikan peringatan kepada teman- temanmu yang sudah menghinamu.”

“Jangan terlalu memperdulikan ejekan orang lain, tetap semangat belajar. Buktikan kepada orang yang menghinamu bahwa kamu bisa mengalahkan mereka dengan prestasi yang kamu puny,a” kata Bu Nisa sembari tersenyum.

Adhi pun luluh, dan dia akan selalu belajar dengan rajin, la memilih untuk tidak memperdulikan ejekan dari teman-temannya lagi. Usahanya ternyata tidak sia-sia, dia menjadi rangking satu di kelas dan menjadi siswa terbaik di sekolahnya. Adhi merasa bangga dengan prestasi yang sudah diraihnya. Walaupun tetap saja ada yang mengejeknya, tapi Adhi tidak perduli. Adhi tetap berfokus pada masa depannya untuk tetap rajin belajar dan membanggakan Kakek-Neneknya.



*Nabila Zaskia Azzahra, adalah santri di Pondok Pesantren Al-Hikmah 1 Benda Sirampog Brebes sekaligus mahasiswa Semester 2 di STIT Al-Hikmah Benda.

Posting Komentar