Keluar dari Zona Introvert



Di sebuah kampus yang dikenal dengan kehidupan sosialnya yang ramai, hidupnya terasa bagai kupu-kupu yang terkurung dalam kepompongnya sendiri. Vina, namanya. Seorang mahasiswi introvert yang lebih memilih menyendiri daripada bergabung dalam sebuah organisasi. Sejak dulu, ia memang sudah memilki kepribadian introvert. Ia tidak suka berinteraksi dengan banyak orang, energinya pun cepat habis jika di keramaian. Ia tak memiliki banyak teman, tapi itu tak masalah baginya. Gadis itu bersahabat dengan buku-buku novel dan self improvement. Vina terbenam dalam dunianya sendiri, menghirup aroma buku dan menelusuri halaman-halaman yang penuh dengan pengetahuan.

Kegiatannya hanya kuliah-pulang-kuliah-pulang. Tapi kehidupan yang seperti itu hanya berlangsung selama 1 semester. Di sudut teras rumah, ia merenung, kenapa tidak bisa seperti teman-temannya yang aktivis dan memiliki banyak teman dimana-mana. Ia terus merasa terisolasi dalam dunianya sendiri. Melihat story WA teman-temannya yang selalu bersemangat dalam mengikuti kegiatan kampus di setiap UKM-nya masing-masing, berpartisipasi dalam diskusi-diskusi penting, membuatnya merasa seperti penonton dan tidak berguna. Hari demi hari, pertanyaan itu terus mengahantuinya. Apakah aku yang introvert ini bisa seperti mereka? Vina merasa bahwa ada sesuatu yang harus berubah dalam dirinya, meskipun langkah pertamanya terasa begitu berat. Ia memiliki keinginan untuk melakukan sesuatu yang lebih dari sekadar menyelesaikan tugas-tugas akademisnya.

Suatu hari, ketika sedang menelusuri rak-rak buku di perpustakaan, matanya tertarik pada sebuah buku yang berjudul “Menjadi Aktivis: Langkah Awal Menuju Perubahan”. Tanpa pikir panjang, ia mengambil buku tersebut dan membacanya dengan penuh antusias. Lewat kata-kata inspiratif di dalamnya, Vina mulai menyadari bahwa menjadi seorang aktivis bukanlah tentang seberapa banyak teman yang dimiliki, melainkan tentang keberanian untuk keluar dari zona nyaman. Dengan langkah kecil namun pasti, ia mulai menantang dirinya sendiri. Dimulai ia belajar untuk membuka diri terhadap orang-orang di sekitarnya. Sampai ia memberanikan diri untuk mengikuti salah satu UKM di Fakultasnya.Meskipun rasa takut masih mengantuinya, namun semangat untuk berubah membawa Vina melewati batas-batas kenyamanannya. 

Dalam perjalanan awalnya sebagai seorang mahasiswi introvert yang mencoba keluar dari zona nyaman, untuk pertama kalinya ia bertemu dan berinteraksi secara langsung dengan banyak orang dengan cerita dan tujuan hidup yang berbeda-beda. Di pertemuan pertamanya, ia merasa canggung dan takut. Dia memperhatikan serangkian acara dari awal sampai akhir. Setelah kegiatannya selesai, ia di dekati oleh salah satu teman barunya. “Hai, aku Reva. Bagaiman pendapatmu tentang kegiatan ini?” Vina sedikit gugup, tetapi ia berusaha untuk menyampaikan pendapatnya. 

“Kegiatannya seru, banyak belajar dan menambah pengalaman serta relasi. Aku ingin belajar lebih banyak di sini.” Reva tersenyum. 

“Wah keren, mari kita sama-sama belajar yaa!!!”

Ia belajar untuk mengatasi rasa gugupnya, berbicara dengan percaya diri, dan bekerja sama dalam tim. Setiap langkah kecilnya, membawa Vina semakin dekat dengan tujuan-tujuan perubahan diri yang ia buat. Vina pun lebih dekat dengan teman-teman barunya. Lambat laun, kepompongnya mulai terbuka. Ia mulai terbang, mengikuti arus perubahan bersama-sama dengan teman-temannya. Dengan bergabung di salah satu UKM kampus, Vina belajar untuk bersuara, menyampaikan pendapatnya dan belajar manajemen waktu. Meskipun awalnya ia merasa canggung dan takut, namun dukungan dari teman-teman seperjuangannya membuatnya semakin percaya diri.

Semakin hari, Vina mulai merasa ada kenyamanan dalam organisasi tersebut. Komunikasi dengan teman-teman baru dalam kelompok aktivis menjadi semakin lancar. Mereka berbagi ide, menyusun rencana, dan bekerja sama dalam menjalankan program kerja yang mereka buat. Ia tak lagi menjadi kupu-kupu yang terkurung dalam zona nyamannya. Ia menjadi bagian dari gerakan perubahan yang membawa dampak positif bagi kampus dan masyarakat sekitarnya. Pada akhirnya, Vina menyadari bahwa “belajar” bukan hanya sekadar duduk dibangku kuliah atau menghabiskan waktu di dalam buku-buku, tetapi juga tentang bagaimana kita berkontribusi untuk membuat dunia ini menjadi tempat yang lebih baik. Ia juga menyadari bahwa perubahan tidak selalu terjadi dalam sekejap mata, tetapi melalui proses yang panjang dan terus konsisten. Dengan penuh semangat, Vina akhirnya bisa keluar dari zona nyaman introvert dan menjadi mahasiswi aktivis yang membawa perubahan menjadi lebih baik.

Suatu hari di sebuah kantin kampus yang ramai, dua dunia bertemu. Terdapat seorang mahasiswi aktivis dan kupu-kupu. Vina, sekaranng berperan sebagai mahasiswi aktivis walaupun masih pemula. Temannya bernama Siska, ia seperti cerminan diir Vina yang dulu.

Vina : “Hei, Siska! Bagaimana kabarmu?”

Siska : “Hei, Vina! Baik-baik saja. Bagaimana denganmu?”

Vina : Aku juga baik-baik saja. Btw, ikut UKM apa nih kamu?”

Siska : ‘Humm aku tidak tertarik mengikuti hal-hal seperti itu. Aku lebih suka fokus pada belajar dan membaca.”

Vina : “Tapi, Siska, Apakah kamu tidak bosan hanya kuliah-pulang-kuliah-pulang? Ayoo bergabung ke Organisasiku, SERUU LHOO!!!”

Siska : “Maaf, Vina. Aku menghargai tawaranmu, tapi sepertinya aku belum siap.”

Vina : “Baiklah, aku mengerti. Tapi, ingatlah bahwa terkadang kita harus keluar dari zona nyaman untuk membuat perbedaan yang lebih baik.”

Siska pun mengangguk, menghargai kata-kata Vina, meskipun ia belum sepenuhnya yakin.

Suaru hari, Siska mendatangi Vina dengan senyum. “Vina, aku pikir sekarang aku sudah siap bergabung ke organisasimu. Aku menyadari bahwa meskipun kita memiliki pandangan yang berbeda, kita semua ingin membuat dunia ini menjadi tempat yang lebih baik.” 

Vina tersenyum bangga. “WAH BAGUS SISKA. Aku senang kamu akhirnya mau bergabung. Kita akan belajar banyak hal kedepannya.” 

Mereka berdua melanjutkan obrolan mereka, kini dengan semangat yang sama.

Semakin hari, Vina mulai merasa ada kenyamanan dalam organisasi tersebut. Komunikasi dengan teman-teman baru dalam kelompok aktivis menjadi semakin lancar. Mereka berbagi ide, menyusun rencana, dan bekerja sama dalam menjalankan program kerja yang mereka buat. Ia tak lagi menjadi kupu-kupu yang terkurung dalam zona nyamannya. Ia menjadi bagian dari gerakan perubahan yang membawa dampak positif bagi kampus dan masyarakat sekitarnya. Pada akhirnya, Vina menyadari bahwa “belajar” bukan hanya sekadar duduk dibangku kuliah atau menghabiskan waktu di dalam buku-buku, tetapi juga tentang bagaimana kita berkontribusi untuk membuat dunia ini menjadi tempat yang lebih baik. Ia juga menyadari bahwa perubahan tidak selalu terjadi dalam sekejap mata, tetapi melalui proses yang panjang dan terus konsisten. Dengan penuh semangat, Vina akhirnya bisa keluar dari zona nyaman introvert dan menjadi mahasiswi aktivis yang membawa perubahan menjadi lebih baik.

Posting Komentar