Garis Luka Pesantren

 


Semilir angin malam ini menemani kesunyian, yang sejuk di Desa dengan nuansa pesantren yang kental ini. Bangunan pondok pesantren yang dihuni oleh para santri tampak begitu indah. Di tempat tersebutlah mereka belajar, berdiskusi, dan bersama-sama Menuju generasi yang baik lahir dan batin.

Berbeda dengan Haifa, seorang remaja perempuan yang sedari tadi menyendiri di seberang desa, Menikmati tenangnya malam, namun dengan rasa kesepian. Haifa hidup di Desa Santri tapi tidak tahu sedikit pun tentang dunia pesantren. Haifa ingin sekali belajar di Pesantren sejak dia masih SD dan sampai sekarang belum Haifa rasakan.

Keesokan Paginya....

“Ma… Haifa mau belajar di pesantren,” ujar Haifa.

“Bicara saja ke bapakmu.” Ibunya menjawab sembari mencuci piring bekas suaminya sarapan "tapi, tetap dengarkan kata Bapakmu!"

Haifa memilih untuk tidak berbicara kepada Bapaknya karena ia tahu pasti jawabannya akan sama 'tidak boleh!". Pikir bapaknya tidak usah berlagak suci dengan Mondok di pesantren segala, Tak berguna. selalu saja seperti itu.

Haifa Memilih hidup bersama anak- anak yang bebas pergaulannya, karena ia merasa hidupnya tidak seperti hidup anak-anak lainnya yang bahagia. Haifa melampiaskan rasa kecewanya dengan minum minuman keras, keluyuran malam tidak jelas, hingga tidak pulang ke rumah.

Hingga pada suatu malam ia terlalu banyak minum sampai merasakan mabok berat, dia ditinggal oleh teman-temannya. Haifa sendirian dijalan, tidak ada yang menolongnya. Tak lama kemudian Haifa merasakan pusing yang sangat hebat sampai ia teregeletak ditengah jalan.

Haifa membuka matanya, ia masih merasakan pusing di kepalanya.

"Kamu sudah sadar, sebentar saya ambilkan minum," ucap remaja putri yang sedari tadi di sampingnya.

"Silahkan diminum, mari saya bantu duduk." Sembari tersenyum ia menyodorkan air.

"Saya dan Abah-Umi saya tadi menemukan kamu di jalan sendirian dalam kondisi pinsan, makannya  kami membawamu ke sini. Kamu orang mana? Oh ya nama saya Zahra. kenapa kamu sendirian tadi? nama kamu siapa?”

Haifa hanya terdiam “kamu masih pusing yah? maaf yah dari tadi saya nanya terus, ya sudah istirahat dulu yaa, saya tinggal dulu sebentar..”

 “Nama gua Haifa. Ini gua di pesantren ya?!” tanya Haifa pada Zahra.

“Oh iya, kamu di pesantren Abah saya”

“Anterin gua pulang sekarang!”

"Loh, kamu kenapa Haifa?"

"Kalau lu gak mau nganterin. Biar gua pulang sendiri!”

"Kamu belum sembuh, di sini dulu saja sampai keadaanmu membaik"

"Gua nggak boleh di pesantren, gua gak pantes ada di sini, gua udah terlalu buruk, gua udah rusak!” Haifa berdiri sambil mendorong kursi di sebelahnya.

Umi yang dari tadi di luar pun masuk ke kamar zahra setelah mendengar ada keributan.

“Nak, tenang! tidak ada orang yang benar-benar sempurna di dunia ini, semua orang pasti punya cerita kelamnya masing-masing. Yakinlah, Nak, bahwa kamu kamu bisa mengubah diri menjadi lebih baik”

Umi pun mendekati Haifa dan kemudian memeluknya, sungguh rasa sayang ini belum pernah ia rasakan. Kemudian umi mengajak Haiifa untuk menemui Sang Kiyai, kini mereka sudah berada di ruang tamu.

"Haifa, Sebenarnya apa yang terjadi? Kami tadi menemukanmu di jalan dalam keadaan pingsan,” tanya Umi.

“Iya, sebenarnya apa yang terjadi, Nak? Bicarakan saja, barangkali kami bisa membantu,” ujar Abah.

Haifa terdiam, lalu dengan ragu-ragu ia mulai Menceritakan kejadian yang sebenarnya kepada mereka.

“Jika seperti itu keadaanya, untuk sementara waktu, kamu menetap di pesantren ini saja sampai keadaanmu benar-benar membaik,” saran Abah pada Haifa.

“Benar, Nak, untuk sementara waktu tinggalah saja di pesantren ini,” sambung Umi.

“Tapi bagaimana dengan orang tua saya yang melarang saya untuk berada di pesantren?”

“Saat kamu pulih, nanti kami antarkan kamu ke rumah.”

Haifa hanya mengangguk pelan.

4 tahun kemudian......

Haifa berhasil mengubah dirinya menjadi wanita muslimah yang memiliki banyak prestasi baik akademik maupun hafalan Al-Qur’an, sehingga membuat dirinya dikenal oleh masyarakat luas. Empat tahun lalu, Abah dan Umi bertemu dengan keluarga Haifa. Setelah perbincangan dan negoisasi yang cukup alot, akhirnya orang tua Haifa menyetujui agar Haifa tinggal di pesantren. Peristiwa tersebut tak hanya mengetuk hati Haifa, namun juga keluarga Haifa untuk kembali ke jalan Allah.



Nabila Zaskia Azzahra, adalah santri di Pondok Pesantren Al-Hikmah 1 Benda Sirampog Brebes sekaligus mahasiswa Semester 2 di STIT Al-Hikmah Benda.

Posting Komentar